Meski tak terlalu populer, namun nama Sultan Hamid II adalah nama dari tokoh sejarah yang sangat penting karena tercatat dalam sejarah karena telah merancang lambang negara Garuda Pancasila.
Pria bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie adalah  keturunan etnis Arab  yang lahir di Pontianak, 12 Juli 1913 dan merupakan putra sulung Sultan Pontianak ke-6, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie.
Ceritanya, saat Sultan Hamid  menjabat Menteri Negara Zonder Portofolio Republik Indonesia Serikat(RIS) pada 1949, Hamid diberikan tugas oleh Presiden Sukarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan lambang negara.
Setelah terbentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara, karya Syarif Hamid lalu dipilih dan diterima pemerintah dan DPR akhirnya  disempurnakan dan menjadi Garuda Pancasila yang dikenal hingga sekarang.
Nama Sultan Hamid II kembali menarik perhatian publik akhir-akhir ini setelah mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono mengatakan bahwa Sultan Hamid II adalah seorang pengkhianat sehingga tidak pantas diajukan sebagai pahlawan oleh keluarganya.
Dari pernyataan-pernyataannya, paling tidak ada 2 (dua) alasan yang dikemukan oleh Hendripriyono untuk menguatkan pendapatnya.
Pertama, soal catatan sejarah bahwa Sultan Hamid II pada TAhun 1950 dianggap pernah terlibat kudeta dari mantan Kapten tentara kerajaan Hindia-Belanda (KNIL) Raymond Westerling.
Bahkan dilansir dari beberapa sumber, dalam kudeta yang dilakukan Westerling  menggunakan milisi (sipil bersenjata) bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), pada tahun 1950 itu, Sultan Hamid II dianggap ingin membunuh Menteri Pertahanan RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara.
Kedua, Hendropriyono berpendapat bahwa Sultan Hamid II tidak sendirian mendesain atau membuat lambang Garuda Pancasila melainkan bekerja dengan tim, bahkan hakikat  simbol juga bukan dari Hamid II tai dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada abad ke-IV.
“Pengakuan mereka palsu bahwa Sultan Hamid II Alkadrie perancang simbol Negara Burung Garuda. Perancangnya itu dulu tim. Dia hanya koordinatornya. Keputusan burung gambarnya begitu adalah oleh Dwi Tunggal Sukarno-Hatta. Bukan dia. Hakikat simbol adalah frasa Bhinneka Tunggal Ika, tapi itu kan karangan Mpu Tantular abad IV, bukan juga karangan dia," papar Hendro.
Kritik tajam dari Hendropriyono ini dikabarkan tidak diterima keluarga Sultan Hamid II, Hendropriyono diadukan ke polisi terkait komentarnya soal Sultan Hamid II sebagai seorang pengkhianat.
*****
Pro kontra terhadap sosok dan peran Sultan Hamid II telah berlangsung lama, apalagi berkaitan dengan rencana dirinya sebagai pahlawan nasional.
Pihak yang pro--mayoritas digerakan oleh Yayasan Sultan Hamid II,  sempat  percaya diri karena katanya sudah mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah Kalimantan Barat, dan juga sudah menghadap Menteri Sosial RI pada 2016 lalu.
Sayangnya, bagi keluarga Sultan Hamid II penantian ini harus menghadapi batu terjal setelah proses yang terus berlanjut, telah terbit surat dari pemerintah (Kementrian Sosial) tertanggal 22 Januari 2019 yang menyatakan bahwa Sultan Hamid II tidak memenuhi syarat untuk mendapat gelar tersebut.
Ada 3 hal yang menjadi alasan dan disampaikan di dalam surat tersebut. Pertama, Sultan Hamid II dianggap telah berkonspirasi bersama Westerling, dan membuat pemberontakan dengan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang menyebabkan gugurnya Kol.Lembong.
Kedua, Sultan Hamid II diakui merupakan orang yang turut serta mendesain lambang negara (tidak seorang diri) Â bersama timnya dan ada dua orang yang memenangkan sayembara itu yakni Sultan Hamid dan M Yamin.
Ketiga, Sultan Hamid II dianggap telah berkonspirasi dengan Westerling dalam menjatuhkan Sultan Hamengkubuwono IX sehingga dijatuhi hukuman selama 10 tahun, dan hukuman itu katanya itu masih berlaku dan bersifat inkracht.
Artinya, jika ingin menjadi pahlawan, pihak keluarga harus memberikan pernyataan kontra terhadap poin-poin yang disampaikan oleh pemerintah mengenai  ketidaklayakan Sultan Hamid II.
Untuk ini, rasanya pihak keluarga perlu melibatkan ahli sejarah untuk melihat kembali dan menyiapkan bukti yang kuat yang menyatakan bahwa Sultan Hamid II pantas menjadi seorang pahlawan.
Sebuah usulan yang nampaknya tidak mudah untuk dilakukan, meski mudah untuk diucapkan. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan cerita soal Sultan Hamid II ini.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H