Pertama, soal Ahok marah, ini bisa saja terjadi. Â Ada dua hal yang dapat dicermati dalam konteks ini.
Kesatu, dipangkasnya direksi membuat Ahok tentu akan merasa bahwa pekerjaan di Pertamina akan bertambah lebih berat karena penghilangan beberapa direksi.
Maksudnya memang adalah dapat  ramping secara strukur tetapi soal efektifitas pekerjaan ini bisa saja memberatkan dan memperlambat kinerja.
Kedua, Ahok "gagal" menjadi seorang Direktur Utama dalam perampingan yang telah dilakukan. Padahal mungkin saja Ahok lebih ingin mendapatkan ruang untuk eksekusi di posisi direksi daripada hanya melotot dari kursi komisaris.
Kedua, Ahok senang dengan keputusan perampingan tersebut.
Dicermati dengan struktur yang lebih pendek, Ahok berharap agar mekanistik dan birokratik dapat  membuat roda organisasi bergerak lebih cepat di era revolusi industri 4.0 ini di sektor usaha. Â
Ini sangat penting karena berbagai tantangan di Pertamina yang harus cepat diselesaikan, seperti penurunan lifting crude oil dan tidak dibangun kilang minyak hampir selama 30 tahun dan mewujudkan pengelolaan yang lebih baik atau Good Corperate Governance (GCG).
Sebuah perampingan menjadi salah satu metode untuk menunjukan kepada publik bahwa pemerintah serius untuk mewujudnyatakan sebuah BUMN yang dapat memberikan manfaat bagi rakyat. Â
Akan tetapi, masih perlu dilihat, apakah perampingan tersebut diikuti dengan hasil yang lebih baik atau tidak, jika berhasil, maka mimpi Erick dan Ahok agar Pertamina menjadi BUMN yang semakin baik, sedang menuju arah yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H