Seperti yang saya prediksikan, “perdebatan” yang dilakukan Menteri Koordinator Kemariman dan Investasi, Luhut Pandjaitan dengan pihak lain berkaitan dengan utang pemerintah terjadi dengan lebih santuy, meskipun perdebatan terbuka dengan ekonom senior, Rizal Ramli rasanya masih jauh panggang dari api.
Alasan tidak terjadinya "duel" antara keduanya, karena metode atau cara yang tidak kunjung disepakati. Pihak Luhut nampaknya tidak suka dengan gaya pihak Rizal Ramli yang disebut menyiapkan perdebatan seperti promotor tinju, sedangkan yang diinginkan pihak Luhut adalah sebuah “perdebatan” yang lebih tenang di kantor Luhut.
Namun demikian, kemarin seperti rencana, “perdebatan” itu tetap terlaksana. Bukan Luhut vs Rizal Ramli tetapi yang datang menemui Luhut adalah dosen senior Fakultas Ekonomi Universitas , Doktor Djamester Simarmata.
Simarmata memang adalah orang yang juga merespon ajakan Luhut untuk bersama-sama berdiskusi tentang utang pemerintah melalui akun twitternya, bahkan Simarmata sangat aktif untuk mewujudkan keinginannya itu.
Akhirnya, kemarin keduanya bertemu di Kantor Kementerian Kemaritiman dan Investasi.
Lalu apa yang dibahas dan menjadi hasil dari “perdebatan” tersebut?
Tidak banyak yang dapat diketahui oleh publik, karena perdebatan itu dilakukan secara tertutup dan hanya diketahui dari informasi yang diberikan melalui akun media sosial keduanya.
Seperti Luhut yang melalui akun instagramnya memosting foto pertemuannya dengan Simarmata tersebut dan memberikan caption yang cukup panjang mengenai pertemuan tersebut.
Ada beberapa hal yang bisa dirangkum dari hasil pertemuan berdasarkan penjelasan Luhut;
Pertama, Luhut menganggap pertemuan tersebut adalah caranya untuk melihat permasalahan secara holistik, dengan pemahaman yang utuh dan cara pandang yang lebih luas.
Kedua, Luhut mengatakan bahwa Djamester Simarmata telah memberikan analisis yang cukup hebat tentang utang Indonesia, dan keduanya telah berdiskusi dan beradu argumentasi secara ilmiah. Bukan debat kusir yang tidak jelas titik temunya di mana.
Ketiga, Luhut juga menceritakan bahwa Simarmata juga memuji tim ahli bidang ekonomi pemerintah karena selalu terbuka untuk mendengar dan menerima masukan dari semua pihak.
Terakhir, di penghujung penjelasannya Luhut menekankan bahwa tidak ada menang kalah dari “perdebatan” dengan Simarmata, bahkan keduanya sepakat bahwa semua boleh berbicara dan mengkritik pemerintah asalkan menggunakan data yang dapat diuji.
Lalu apa yang didapat dari pihak Simarmata dari pertemuan tersebut?
Sayangnya tidak banyak informasi yang diperoleh. Dari akun twitternya @dssimarmata, Simarmata hanya mencuit singkat ; “Diskusi ilmiah tidak harus terbuka, terminologi juga tidak dimengerti umum. Dalam situasi saat ini yang sangat ribut seperti ini, perlu tenang, ilmiah itu perlu begitu!”.
Dari cuitan ini, nampak bahwa Simarmata cukup puas dengan pertemuan tersebut, meski mungkin bisa saja bukan secara materi debat, tetapi dari dapat terlaksananya pertemuan bersama Luhut, itu saja.
Cuitan ini lalu mengundang ribuan komentar dari netizen, saya lihat mayoritas nampak kurang puas dengan cuitan Simarmata sehingga mengingatkan sebuah ungkapan lama, “penonton kecewa”.
***
Sedari awal saat narasi rencana perdebatan ini muncul, saya menyambutnya, meski tidak dengan ekspetasi tinggi. Menyambutnya bukan karena tertarik dengan esensi atau materi perdebatan, tetapi dengan keriuhan yang akan ditimbulkan.
Maksud saya begini, saya menduga riuh yang ditimbulkan bahkan mungkin tidak berkaitan atau menyentuh tentang materi, tetapi mengenai metode debat yang akan dilakukan serta selentingan adu taruhan yang sudah wow muncul di permukaan.
Seperti pinta pihak Rizal Ramli yang mengatakan jika pihak Luhut kalah, maka menteri di tim ekonomi Jokowi harus semuanya mundur dan jika Luhut menang maka dirinya akan diam, tidak mengkritik pemerintah lagi.
Hal-hal ini membuat narasi perdebatan ini nampak bagi saya hanya sebagai sebuah hiburan semata, bahkan lelucon.
Ya, hiburan, lakon lucu-lucuan dari para tokoh publik kita yang dapat dikatakan senior, yang sayangnya dipertotonkan ketika semua anak bangsa sedang berjuang untuk lepas dari pandemi covid-19.
Artinya, saya menganggap ini hanya sebagai selingan atau hiburan, apalagi seru juga sih melihat Rizal Ramli berdebat dengan Luhut jika memang benar-benar terjadi.
Jika terjadi, apa akan ada sebuah pertukaran informasi di dalamnya ketika perdebatan terjadi antara kedua politisi ini? Saya meragukannya. Adu jago mungkin iya dengan tepukan tangan dari masing-masing pendukung. Tidak lebih, tidak kurang.
Hal ini, bisa dianalogikan seperti melihat dua buah televisi yang diletakan di depan kita, dan ketika salah satu menayangkan tayangan bola, kita menjadi riuh, bersemangangat , tetapi ketika tayangan itu selesai, dan bergantian televisi yang satu gantian menayangkan bola lagi, kita kembali juga bertepuk tangan dengan gembira.
Lalu apa yang sebenarnya penting? Tayangan bolanya, televisinya, atau ketika kita terhibur? Jika tidak terhibur, ya palingan menjadi muak dan segera mematikan televisi itu.
Ya, hanya begitu saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI