Ketiga, Luhut juga menceritakan bahwa Simarmata juga memuji tim ahli bidang ekonomi pemerintah karena selalu terbuka untuk mendengar dan menerima masukan dari semua pihak.
Terakhir, di penghujung penjelasannya Luhut menekankan bahwa tidak ada menang kalah dari “perdebatan” dengan Simarmata, bahkan keduanya sepakat bahwa semua boleh berbicara dan mengkritik pemerintah asalkan menggunakan data yang dapat diuji.
Lalu apa yang didapat dari pihak Simarmata dari pertemuan tersebut?
Sayangnya tidak banyak informasi yang diperoleh. Dari akun twitternya @dssimarmata, Simarmata hanya mencuit singkat ; “Diskusi ilmiah tidak harus terbuka, terminologi juga tidak dimengerti umum. Dalam situasi saat ini yang sangat ribut seperti ini, perlu tenang, ilmiah itu perlu begitu!”.
Dari cuitan ini, nampak bahwa Simarmata cukup puas dengan pertemuan tersebut, meski mungkin bisa saja bukan secara materi debat, tetapi dari dapat terlaksananya pertemuan bersama Luhut, itu saja.
Cuitan ini lalu mengundang ribuan komentar dari netizen, saya lihat mayoritas nampak kurang puas dengan cuitan Simarmata sehingga mengingatkan sebuah ungkapan lama, “penonton kecewa”.
***
Sedari awal saat narasi rencana perdebatan ini muncul, saya menyambutnya, meski tidak dengan ekspetasi tinggi. Menyambutnya bukan karena tertarik dengan esensi atau materi perdebatan, tetapi dengan keriuhan yang akan ditimbulkan.
Maksud saya begini, saya menduga riuh yang ditimbulkan bahkan mungkin tidak berkaitan atau menyentuh tentang materi, tetapi mengenai metode debat yang akan dilakukan serta selentingan adu taruhan yang sudah wow muncul di permukaan.
Seperti pinta pihak Rizal Ramli yang mengatakan jika pihak Luhut kalah, maka menteri di tim ekonomi Jokowi harus semuanya mundur dan jika Luhut menang maka dirinya akan diam, tidak mengkritik pemerintah lagi.
Hal-hal ini membuat narasi perdebatan ini nampak bagi saya hanya sebagai sebuah hiburan semata, bahkan lelucon.