Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rizal Ramli Tantang Luhut Berdebat, untuk Apa Om?

10 Juni 2020   21:21 Diperbarui: 10 Juni 2020   21:33 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rizal Ramli dan Luhut Pandjaitan | Gambar: Tribunnews

Saya baru baca berita seru; soal Rizal Ramli yang menantang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan untuk berdebat, katanya mau bicara tentang utang pemerintah.

Tantangan ini kabarnya untuk memenuhi "undangan" dari Luhut yang dari sebuah webinar seminggu yang lalu mengatakan bahwa jika mau mengkritik, jangan di media sosial saja, tapi Luhut ingin ketemu.

Gayung bersambut,  Rizal Ramli melihatnya sebagai ajakan berdebat dan menyatakan bersedia melalui Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi.

Adhie bahkan mengatakan "kemudahan" yang akan diberikan Rizal kepada pihak Luhut dengan mempersilahkan agar para tim ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut dalam debat ini.

"Bang Rizal minta nanti Pak Luhut itu didampingi oleh tim ekonominya, baik Menteri Keuangan Sri Mulyani, maupun Menko Ekonomi Airlangga Hartarto dan menteri-menteri yang lain yang dianggap menjadi bagian dari tim ekonomi. Sementara Bang Rizal cukup sendirian," kata Adhie, dilansir dari Detik.com.

Bukan itu saja, Rizal bahkan memberikan syarat yang harus dipertaruhkan, jika menang Rizal tidak akan mengkritik kebijakan ekonomi pemerintah, sedangkan jika tim ekonomi pemerintah kalah, maka semua menteri harus mundur.

Ahayy...sampai disini saya kok loyo ya. Harus ada syaratnya pula, dan syaratnya sadis, semua menteri  dari tim ekonomi itu mundur.

Ini jelas emosional, apakah tidak dibayangkan betapa pusingnya jika para menteri harus ramai-ramai mundur karena malu jika kalah debat. Lalu bayangkan sesudah debat, maka headline media daring dan luring tertulis; "Kalah debat, Luhut, Sri Mulyani, Airlangga Mundur". Jadi apa negara ini?

Lalu, mohon maaf bagi pihak Rizal Ramli, tawaran baliknya tidak sebanding. Masak, jika Luhut kalah menteri mundur, dan jika Luhut menang, Rizal tidak mengkritik pemerintah lagi. Ini kan tidak apple to apple, bahkan klengkeng to klengkeng pun tidak. Jika, coconut to klengkeng yes.

Lagian saya tak percaya, jika Rizal Ramli kalah debat dia tidak akan mengkritik pemerintah?

Bagi beberapa orang, mengkritik pemerintah itu seperti sebuah nafas hidup, berjanji tak akan bernafas jika kalah debat, sama saja bunuh diri. Mungkin seorang Rizal Ramli tidak begitu.

Lalu saya heran juga dengan Luhut, ayolah, jangan gampang terpancing dengan hal-hal yang akan menyibukan diri saat energi masih dibutuhkan untuk melawan dan mengatasi pandemi covid-19. 

Karena itu, Saya bertanya-tanya mengapa para politisi masih bernafsu saling mendebat tak karu-karuan di saat seperti ini?

Saya heran, baik dengan caranya dan keinginan debatnya, apalagi saat bangsa kita masih mesti berjuang bersama melawan pandemi covid-19.

Lha, para pakar, saling nantang berdebat, bahkan saling adu taruhan pula. Untuk apa om?

Saya jadi teringat untuk salah satu tulisan dari Goenawan Muhammad (GM) tentang sebuah perdebatan.

GM mengatakan bahwa perdebatan apalagi jika sudah ada politiknya sudah jauh dari esensi perdebatan yang "murni". Seperti seorang Socrates yang ketika berdebat memang siap dibantah serta membantah, tapi tak pernah bermaksud mengalahkan lawannya hingga takluk.

Socrates ingin menggugah orang untuk berpikir, menilik hidup, terutama hidupnya, dan menjadi lebih sedikit bijaksana dari sebuah perdebatan.

Akan tetapi menurut GM, pengalamannya memperlihatkan bahwa dalam debat, akan seperti  dua pesawat televisi yang disetel berhadap-hadapan. Dia tak mencoba mengerti saya dan saya tak mencoba mengerti dia. Seperti itu.

Artinya, mengenai debat Rizal vs Luhut ini, jika tak mau lama untuk meratap rencana perdebatan ini dan menganggapnya sebagai sebuah kesia-siaan, maka tertawalah buatlah diri terhibur dengan pongah para politisi ini.

Tentang ini, GM menuliskan bahwa debat diselenggarakan untuk jam-jam hiburan---dengan segala ketegangan yang dirasakan dalam menonton itu; atau dalam kata lain debat itu tidak untuk meyakinkan tetapi debat itu untuk membuat kita bertepuk.

Saya pikir akhirnya, saya memilih untuk menghibur diri dan itu adalah pilihan terbaik saat ini ketika melihat tingkah laku aneh dari para politisi kita ini. Ayo pak berdua, silahkan berdebat, kami butuh hiburan.

Referensi: 1 -2 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun