Penurunan angka elektabilitas Anies karena kebijakan pandemi covid-19 juga bisa dianggap parsial saja, karena harus diakui setiap kepala daerah kebingungan menghadapi situasi yang tidak diinginkan ini.
Artinya, masa pandemi dengan berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan terus menerus, bisa saja akan mendongkrak angka elektabilitas Anies kembali, sesuatu yang mungkin saja terjadi.
Bagaimana dengan Ganjar Pranowo? Â Saya melihatnya dengan lebih santai. Ganjar menggeser Anies dengan selisih tipis adalah sebuah kenyataan politik yang bisa menjadi gambaran pertarungan politik di masa depan.
Sosok Ganjar memang sejak lama diprediksi dapat menjadi kuda hitam, jika secara konsisten terus meraih simpati publik. Ya, memang harus secara konsisten.
Pertarungan ini dapat dianologikan seperti kompetisi sepak bola di Seri-A, Italia. Prabowo itu ibarat Juventus, sedangkan Anies itu ibarat Inter Milan. Lalu tiba-tiba Ganjar Pranowo datang seperti Lazio.
Jika mundur beberapa tahun lalu, maka peringkat satu dan dua akan lolos otomatis ke Liga Champions Eropa (sekarang sudah boleh tiga tim mewakili dari Italia).
Jika cuma dua, dan yang pasti lolos adalah Juventus, maka peringkat dua dan tiga akan saling kejar mengejar, saling sikut dan lain sebagainya. Sambil menunggu dan mengintip waktu di mana masa kejayaan Juventus perlahan akan berakhir.
Jika benar demikian, meski masih lama, tiga besar ini akan berpeluang saling tarung di Pilpres 2024 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H