Tidak banyak catatan yang dapat menjelaskan bagaimana perayaan Idul Fitri berlangsung di Korea Utara, sebuah negara yang dikenal sangat tertutup. Akan tetapi masih saja menarik untuk melihat kembali bagaimana umat muslim biasanya merayakan Idul Fitri di negara Kim Jong Un tersebut.
Agama mayoritas di Korut adalah Cheondoisme. Ini merupakan agama yang berakar dari ajaran Konghucu. Ajaran ini dipelopori oleh Choe Je-u (1824--1864) dengan perwakilan kepartaian bernama, Chondoist Chongu di Korut.
Agama Islam di Korea Utara bergabung dengan agama minoritas lainnya seperti Budha dan Kristen. Data menunjukan bahwa dari keseluruhan penduduk Korut yang mencapai 26 juta, maka  4.5% merupakan pemeluk agama Budha dan 1.7% di antaranya merupakan pemeluk agama Kekristenan. Â
Jumlah umat muslim sendiri terhitung kebanyakan adalah merupakan perwakilan di kedutaan negara dari negara-negara Islam yang ada. Tercatat dari data Pew Research Center hingga 2020 ini, ada sekitar 3.000 umat Islam yang bermukim di Korea Utara.
Selain itu, meskipun Korut kerap disebut sebagai negara yang kaku, Â namun masih ada tempat ibadah yang disediakan oleh pemerintah bagi umat dari agama minoritas ini.
Misalnya, Katedral Jangchun untuk umat Katolik lalu ada pula Gereja Chilgol dan Gereja Pongsu untuk pemeluk agama Kristen Protestan dan gereja Jongbaek bagi pemeluk agama Ortodoks dari Rusia. Sedangkan bagi pemeluk Islam, satu-satunya  Masjid adalah Masjid Ar-Rahman yang terletak di kompleks Kedutaan Besar Iran di Pyongyang.
Di Masjid Ar-Rahman yang resmi dibuka pada tahun 2013 itu, umat muslim bebas untuk melakukan ibadah rutin  seperti salat lima waktu, salat Jumat, dan salat Id.
Umat muslim dikatakan juga secara legal dapat melakukan berbagai aktifitas keagamaan, seperti  Nuzulul Qur'an sampai dengan Idul Fitri yang dirayakan dengan sukacita di masjid yang bergaya arsitektur khas Persia-Iran itu.
****
Bagaimana dengan perayaan idul fitri di Korea Utara? Tahun ini tentu saja berbeda dengan tahun sebelumnya, karena faktor pandemi Covid-19 yang membuat aktivitas banyak yang harus dibatasi.
Akan tetapi jika merujuk pada tahun lalu, maka kemeriahan perayaan Idul Fitri biasanya nampak di Kedutaan Negara Muslim seperti Indonesia yang open house-nya dipusatkan di KBRI.
Saat Hari Raya Idul Fitri menjadi momen di mana komunitas Muslim di Korea Utara bisa berkumpul dan bersilaturahmi bersama warga negara asing yang bekerja di kedutaan-kedutaan besar negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) seperti Pakistan, Iran, Palestina, Nigeria, Mesir, Suriah, Nigeria, dan sejumlah organisasi internasional.
Perayaannya diisi dengan bertukar masakan khas negara masing-masing, dengan Indonesia tentu menyediakan sate, rendang, dan es cendol sebagai masakan khas yang paling digemari ditemani dengan lontong sayur, opor ayam, bakso dan rengginang .
Biasanya juga, rutinitas open house saat Idul Fitri ini dijadikan sebagai kampanye  upaya untuk mempromosikan Indonesia di Pyongyang melalui kulinernya, pakaian tradisional batik, kebiasaan yang dilakukan saat berlebaran, hingga nilai-nilai toleransi antar pemeluk agama yang berbeda di Indonesia.
Lalu bagaimana biasanya tanggapan sang Presiden, Kim Jong Un terhadap perayaan Idul Fitri? Tidak pernah diberitakan  bagaimana seorang Kim Jong Un memberikan Selamat Idul Fitri, namun kerap wakil dari pemerintah Korut hadir pada saat diundang oleh KBRI saat hari raya.
Artinya, Kim Jong Un tidak melarang atau menghalangi perayaan Idul Fitri di Korut. Pada suatu waktu kepada publik, Kim Jong Un mengatakan bahwa Korut menjamin kebebasan berkeyakinan di negaranya, statement ini diberikannya sebagai respons setelah Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa  Korut tidak menjamin kebebasan beragama di negaranya.
Saat ini keberadaan Kim Jong Un masih menjadi misteri, setelah terakhir kali muncul di pembukaan pabrik pupuk fosfat pada awal Mei lalu, santer beredar kabar bahwa Kim Jong Un telah meninggal.
***
Hari ini, bukan saja di Korut tapi juga di Indonesia bahkan dunia Hari Raya Idul Fitri dirayakan tak seperti biasanya. Pandemi Covid-19 membuat banyak sekali yang harus dibatasi terutama berbagai aktifitas yang harus dijaga dengan protokol kesehatan.
Akan tetapi makna Idul Fitri sebagai sebuah hari kemenangan tidaklah pudar. Sukacita umat muslim untuk merayakan kemenangan setelah melakukan ibadah puasa sebulan lamanya tetap menjadi sebuah makna penting yang tak akan terhapus dalam situasi yang berbeda ini.
Sebuah perayaan yang sejati tetaplah ada di hati. Silahturahmi memang terbatas, bahkan mayoritas tidak melakukan mudik atau pualng kampung, namun dalam keterbatasan itu, pasti tetap ada sukacita yang terpancar dari wajah karena kemenangan itu ada di dalam hati.
Selamat merayakan Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H