Jika tidak, langkah-langkah apa yang diperlukan, terus memberi stimulan atau menggunakan strategi yang berbeda, atau jika mendesak, maka pelonggaran PSBB tapi dengan protokol yang ketat adalah langkah yang perlu diambil?
Meski saya mengerti  bahwa ketika yang longgar dan ketat itu berdampingan, akan ada sebuah kebingungan disana.
Jika pemerintah bingung, apalagi saya. Saya ini siapa sih? Hanya butiran debu. Ngomongin apa sih?
Akhirnya saya mengambil jalan santai, yaitu prediksi ini jangan terlalu dibawa ke dalam hati, apalagi berlagak berat berpikir seperti para Menko- meski mungkin Menko tidak seberat kita berpikirnya.
Alasannya adalah sifat dari prediksi itu dinamis dan tidak fixed.  Para periset sendiri menjelaskan bahwa  model penelitian komulatif probability prediksi tersebut memang dapat bergeser apabila terjadi perubahan walaupun cuma dua hari.  Jika ada pergeseran data, maka prediksipun akan berubah dengan cepat. Â
Nah, untuk sesuatu yang cepat berubah, mengapa harus diributkan. Misalnya, Â publikasi publik "Wee...wee..saya mau katakan cinta sama Nina ee". Nah...esoknya ditolak kan sakit.
Maka diam saja, main underground aja, santai dan lebih nyaman. Jika diterima ya syukur, jika ditolak ya paling nangis di kamar.
Artinya, meski santai, tapi perlu tetap waspadalah. Minimal untuk tetap disiplin untuk mengikuti protokol seperti kebiasaan mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Itu mah harus.
Oh iya, berceloteh  itu apa sih. Berceloteh itu meracau ; yang berarti bercakap-cakap tidak karuan.  Maklum saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H