Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ayo Anies, Buktikan bahwa Sri Mulyani Salah

8 Mei 2020   19:13 Diperbarui: 8 Mei 2020   19:19 5178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkeu Sri Mulyani,dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan | Gambar: Kolase Tribun

Sebelum menoreh tulisan ini, saya sedang asoy menikmati video perseteruan antara Bupati Lumajang Thoriqul Haq dan Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar. Seru sih menurut saya "pertandingannya".

Serunya bukan saja karena adu hebat yang terjadi, tapi karena saya juga membayangkan keuntungan yang akan diterima oleh masing-masing warga kedua bupati jika adu hebat itu menjadi berjilid-jilid.

Maksud saya begini. Bagian yang paling saya suka adalah ketika mereka mulai menyindir bantuan apa yang telah diberikan kepada warga.

Bupati Boltim sepertinya yang mulai mengejek dengan mengatakan bahwa Bupati Lumajang hanya memberikan beras 5kg, sedangkan dirinya bisa 15 kg dengan, minyak dan sebagainya.

Bupati Lumajang tak mau kalah dan membalas bahwa Lumajang itu lebih luas dari Boltim, dan keseluruhan bantuan berasnya jauh lebih besar dan akan lebih besar dan seterusnya.

Apa yang saya bayangkan? Jika diteruskan, warga bisa saja akan mendapatkan bantuan berlipat karena saling emosi antar bupati tersebut.

Misalnya, gara-gara marah, Bupati Lumajang lalu meningkatkan bantuannya menjadi lima kali lipat. Tak mau kalah bupati Boltim lantas meningkatkan bantuannya juga, misalnya beras, mie, ditambah dengan voucher belanja berundian selama setahun. Keren toh?

Siapa yang senang? Warganya dong. Jadi intinya, silahkan kalian bertengkar, asal warga yang sedang susah ini kecipratan hal yang baik dari hasil pertengkaran kalian, jika tidak mending sudahi saja secepatnya, saat ini juga! Kok jadi emosi?

Saya ingat dulu waktu mahasiswa, ada peristiwa yang mirip dengan para bupati ini. Dua teman, namanya Ade dan Jemsi bertengkar hebat di kantin kampus gara-gara taruhan bola.

Asyiknya bagi kita teman seangkatan yang hadir saat itu, pertengkaran itu berakhir dengan saling ejek dan menantang siapa yang bisa mentraktir teman-temannya dengan cara yang lebih hebat.

Ketebak kan kelanjutan ceritanya? Saya dan teman-teman yang lain akhirnya kecipratan berkah di siang bolong itu. Nasi ibu kantin bisa dua piring per orang, es cendol bisa 3 kali putaran dan gorengan yang limited itu ludes habis, bahkan piringnya hampir dibawa pulang.

Mujizat terjadi saudara-saudara, semuanya itu dibayarkan oleh yang sedang bertengkar. Sebuah peristiwa yang tidak kami duga dan juga tidak dipercaya oleh ibu kantin. Ibu Made namanya.

Saya rasa itulah makan siang paling kenyang di kantin kampus (Kampus Teknik) selama hidup, diawali pertengkaran sepele teman Ade dan Jemsy ini. Mau yang taruhan siapa kek, yang saling ejek siapa, yang penting warga satu angkatan makan kenyang, sekenyang- kenyangnya.

Kalau saat itu ada pemilihan bupati, saya yakin mereka berdua akan diusung oleh angkatan kami. Pasti!

Akan begitu juga sih cara saya melihat saling unjuk antara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dengan Menko PMK, Muhadjir Effendy dan Menkeu, Sri Mulyani.

Ihwalnya adalah Muhadjir mengatakan ada yang tidak beres dari pembagian bansos dari Pemda DKI, lalu dilaporkan ke Sri Mulyani. Pada media, Sri Mulyani lalu mengatakan bahwa Anies tak punya anggaran bansos untuk 1,1 juta warganya seperti yang direncanakan sebelumnya. Lah, apa benar?

Syukurlah, hari ini, Anies sedikit banyak telah mengkonfirmasi hal tersebut. Dikutip dari Kompas.com, Anies mengatakan bahwa Pemprov DKI telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 5,032 triliun untuk pelaksanaan bansos.

"Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan anggaran dalam bentuk Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp 5,032 triliun dalam rangka penanganan Covid-19," kata Anies dalam keterangan pers pada Kamis (7/5/2020) malam.

Lebih detil, dijelaskan bahwa anggaran tersebut dialokasikan untuk penanganan tiga sektor, yakni penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penanganan jaring pengaman sosial (termasuk bansos). "Dapat digunakan sewaktu-waktu dan apabila dibutuhkan jumlahnya dapat juga ditambahkan," tambah Anies.

Banyak sih, muncul pertanyaan dari berita dan pernyataan ini? Mengapa dana itu belum dikucurkan dan harus dimarahi menteri baru dijelaskan pak Anies? Tapi sudahlah, karena saya juga tidak mau menyudutkan pak Anies dan merasa kurang simpatik jikalau melihat elit saling kelahi gara-gara bantuan untuk warga. Itu kan uang rakyat, jika kelahi ya salah kalian, salah kelola. Betul kan? tull...jawab teman angkatan rame-rame. Ah, salah sambung cerita.

Simpel saja sih sebenarnya. Saya hanya berharap dan tentu adalah harapan bersama agar ayok pak Anies, segera buktikan bahwa dana 5 T itu akan segera dinikmati warga yang terkena dampak Covid-19.

Buktikan bahwa perkataan Sri Mulyani itu salah. Jika perlu buat kejutan dan tambahkan bantuan. Jika dahulu, hanya 1 kotak sembako, kasih 4 atau 5 kotak sembako. Kalau dulu jika dua minggu sekali, kali ini Senin Kamis, biar ada temanya "Senin Kamis bersama Anies". Seru kan?

Selain lakukan itu, biar pak Muhadjir yang sempat marah-marah dan bilang pak Anies salah komunikasikan ini itu, menjadi terserempak?

Apa itu terserempak? Terkejut secara serempak pak. Seperti mengatakan, "Luar biasa Anies", " Saya ternyata salah menduga, andalah orangnya Anies..", " Ini baru capres 2024". Upps.

Tapi bukankah ini akan baik dan berguna untuk warga kan? Bukankah perbuatan lebih baik dari perkataan, bukankah tindakan lebih bermakna daripada kebanyakan konpers kan pak? Bukan nyindir, tapi membantu sesama persona untuk lebih baik. Saya juga sering dibantu seperti itu lho pak, disindir-sindir, tulisan saya kurang ini-itu, hanya menang gaya aja, sedih kan pak? Kok jadi curhat?  Ah, ayo pak buktikan!.

Selain itu, hal yang tak kalah penting, saya pikir sikap Menko PMK dan Menkeu juga perlu dikoreksi.

Alangkah baiknya jika komunikasi tentang bantuan itu, apalagi ngomongin bahwa salah satu tidak punya duit untuk bansos tidak dilakukan secara vulgar karena akan terlihat tak elok di depan para warga, termasuk kita-kita ini di sini, di sana, di mana-mana.

Saya ingat, pernah dinasihatin begini oleh seorang saudara yang bijak, dia mengatakan bahwa tak baik membicarakan atau mendiskusikan besaran uang yang akan diberi  di depan orang yang akan menerima.

Lho, contoh di atas keliru besar kan om? Beda konteksnya? Jika dilihat dari konteks peristiwa saat ini. Ini kan uang negara? artinya uang rakyat juga kan? Jadi ya memang harus dipertanggungjawabkan secara transparan donk? Ayok, pak Anies...lipat, eh salah..buktikan.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun