Secara keseluruhan, penyebaran virus corona dapat  dikatakan sudah berjalan lambat di China. Di Provinsi Hubei sendiri yang menjadi pusat penyebaran corona, jumlah kasus turun drastis dibanding dua bulan lalu yang bisa bisa mencapai ribuan dalam sehari.
Hanya pemerintah China tetap berhati-hati, karena telah mendeteksi peningkatan kasus tertinggi dalam sebulan terakhir dengan 108 pasien pada hari Senin kemarin.  Kehati-hatian ini berkaitan dengan mulai meningkatnya  kekuatiran bahwa negeri Tirai Bambu ini akan diterpa gelombang kedua pandemi Covid-19.
Salah satu yang dapat dipastikan dari gejala ini, adalah penyebaran virus di dalam negeri sudah dapat ditekan, namun pencegahan terjadinya penularan yang disebabkan oleh karena orang terinfeksi di luar China memang harus diwaspadai.
Baca Juga :Â Gawat, Sahabat Jokowi, Raja Salman Harus Menyelamatkan Diri dari Covid-19
Menariknya imported case ini dikabarkan datang dari Rusia, bahkan dikatakan bahwa setengah dari jumlah kasus terinfeksi jenis ini datang dari negeri beruang merah tersebut.
Ada 2 (dua) alasan yang menjadikan Rusia menjadi "tertuduh" saat ini.Â
Pertama, Rusia adalah negara tetangga China. Akses orang Rusia masuk ke China atau sebaliknya terbuka luas, baik lewat udara maupun dari darat.
Contohnya, Â Provinsi Heilongjiang timur laut China yang telah melaporkan lebih dari 100 kasus infeksi yang diimpor dari Rusia melalui perbatasan darat.
Karena inilah, Pemerintah kota-kota di China yang berada di dekat perbatasan dengan Rusia menyatakan bakal memperketat kontrol perbatasan dan tindakan karantina pada saat kedatangan.
Kedua, Rusia adalah rekan bisnis yang besar bagi China di era perang dagang. China tentu akan memilih bermesra dengan Rusia daripada dengan AS jikalau soal ini.
Tahun lalu, kedua negara telah membuat kesepakatan kerja sama ekonomi senilai US$ 20 miliar (setara Rp 248 triliun) yang ditujukan untuk mendanai berbagai sektor, khususnya teknologi dan energi. Kesepakatan Moskow dan Beijin ini bahkan direncanakan akan ditingkatkan hingga mencapai nilai perdagangan total senilai US $ 200 miliar (Rp 2.824 triliun).
Baca Juga :Â WHO Balik Marahi Donald Trump : Kami Buta Warna
Artinya dengan relasi bisnis yang semakin menguat seperti ini, maka memang arus transportasi pelancong antara kedua negara akan sangat banyak, apalagi sebelum pintu penerbangan dari luar negeri ditutup sama sekali.
Akan tetapi bagaimanapun kedua negara harus serius melihat fenomena ini. Beberapa media di China bahkan mengatakan bahwa Komisi Kesehatan kota Shanghai mengatakan peristiwa itu menandakan potensi keparahan wabah di Rusia.
Shanghai memang serius, sebagai salah satu kota terbesar di China, Komisi Kesehatan Kota Shanghai telah melaporkan 51 dari 52 kasus yang diimpor pada Sabtu kemarin adalah warga negara China yang didiagnosis dengan Covid-19 setelah penerbangan ketika mereka mendarat.
Ini bahkan menimbulkan asumsi bahwa Rusia telah melaporkan angka penularan Covid -19 yang berbeda dibandingkan kejadian sebenarnya.
Dari data worldodometer (14/4/202) , Russia memang melaporkan ada 18,328 kasus terinfeksi namun dengan jumlah meninggal yang masih sangat kecil, yaitu 148 angka kematian. Belum ada tanggapan dari Rusia tentang respon China ini, namun fakta menunjukan bahwa dua pertiga kasus positif Covid-19 terjadi di jantung Rusia, Moskow.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H