Jika Anda adalah pemimpin, Anda harus mengkomunikasikan pesan keabadian kepada orang-orang Anda. Karena saya percaya jika seorang pemimpin bersembunyi di balik batu, maka orang-orang akan bersembunyi di balik gunung. - Recep Tayyip Erdogan
Sejak Jumat, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menerapkan lockdown untuk mengendalikan penyebaran virus Corona di negaranya dengan waktu lockdown selama dua hari.
Tindakan ini adalah langkah berikutnya yang ditempuh oleh pemerintah Turki, setelah pembatasan secara terbatas sudah dilakukan, namun jumlah kasus dan kematian terus meningkat.
Berdasarkan data dari Worldodometer, (13/4/2020), jumlah kasus positif Covid-19 di Turki telah mencapat 56,956 kasus dengan jumlah kematian mencapai 1,198 jiwa.
Namun lockdown itu membuat tercipta  kisah sesudahnya. Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengundurkan diri. Dia merasa dirinya gagal menahan laju penyebaran virus Corona (COVID-19).
"Semoga negara saya, yang tidak pernah ingin saya sakiti, dan presiden kita, yang kepadanya saya akan setia sepanjang hidup saya, memaafkan saya," kata Soylu.
Kabarnya, setelah pemberitahuan lockdown, justru kekacauan hebat terjadi di seluruh penjuru Turki. Soylu merasa paling bersalah setelah masyarakat menjadi panik dan terburu-buru memborong kebutuhan pokok.
Jalanan dipenuhi dengan orang-orang yang tidak mematuhi physical distancing yang  diterapkan, akhirnya  Soylu mendapatkan kecaman keras di media sosial. Ia dinilai membahayakan ribuan nyawa warga Turki.
Bukan hanya sebagian warga, tetapi kelompok oposisi, Partai Rakyat Republik (Republican People Party) juga mengatakan bahwa  Soylu telah melakukan kesalahan dalam penerapan lockdown tersebut, bukannya mengendalikan penyebaran virus Corona namun berpotensi membuatnya persebarannya dapat semakin parah.
"Sebuah keputusan demi keselamatan publik, tetapi malah berakhir menjadi ancaman bagi publik gara-gara persiapan yang tidak matang," ujar juru bicara oposisi, Faik Oztrak.