Selain itu, Dewas ikut menetapkan besaran gaji dan tunjangan bagi Dewan Direksi, padahal penghasilan Dewan Direksi LPP TVRI ditetapkan dengan Surat Menteri Keuangan Nomor 566/MK.02/2017.
Terakhir, adalah soal  Keputusan Dewas LPP TVRI No.2/2018 Pasal 46 ayat (8) "Anggota Dewan Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila tidak dapat memenuhi kontrak manajemen", kebijakan Dewas ini tentu saja berlawanan dengan syarat pemberhentian Dewan Direksi yang sesuai hanya dapat diberhentikan jika tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewan Direksi.
Temuan pelanggaran-pelanggaran ini  yang jika diperhatikan memang amat signifikan berpengaruh kepada peran Dewas yang semakin diperkuat dan cenderung demi untuk memenuhi kepentingan kelompok sendiri, dan juga membuat Dewas nampak dengan mudah memecat direksi yang tidak sesuai keinginan mereka.
***
Jika diperhatikan pelanggaran-pelanggaran ini, maka publik mungkin akan bertanya apakah pemecatan Helmy Yahya akan dianulir?Â
Hal ini mungkin perlu dikembalikan lagi untuk dilihat dari sisi aturan. Jika ada kebijakan yang bertentangan dengan regulasi yang ada dan hal itu berkaitan dengan pemecatan Helmy, maka hal anulir keputusan Dewas bisa saja dilakukan.
Apalagi, Komisi I DPR memang sudah meminta agar proses seleksi Dirut baru pengganti Helmy diberhentikan untuk sementara.Â
Harapan DPR adalah proses seleksi hanya bisa dilanjutkan ketika persoalan antara Dewas dan Helmy sudah terang benderang ditemukan akar persoalannya.
Dari pemaparan BPK, maka DPR dapat mengambil sikap tegas sesudahnya.Â
Kita tunggu saja, bagaimana sikap dan rekomendasi DPR sesudah hasil audit dari BPK ini. Yang pasti, Dewas akan berpikir keras untuk memberikan jawab terhadap hasil temuan dari BPK ini. Situasi berbalik, Dewas tersudutkan, dan pihak Helmy pasti sumringah mendengar hasil temuan ini.