"Saya diberhentikan karena pembelaan saya ditolak. Anda lihat supaya tidak menimbulkan fitnah apa sih catatan sehingga Helmy Yahya itu harus diberhentikan," kata Helmy Yahya di Pulau Dua Resto, Jalan Gatot Seobroto, Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2020).
Helmy Yahya terlihat serius menjelaskan detail demi detail pembelaan terhadap pemberhentian dirinya oleh Dewan Pengawas (Dewas TVRI). Seperti yang diketahui, Helmy akhirnya dipecat setelah sempat dinonaktifkan selama sebulan, sejak Desember 2019.
Dalam jeda waktu tersebut, Helmy berhak untuk mengajukan surat klarifikasi untuk beberapa persoalan yang dianggap sebagai penyebab pemberhentian dirinya. Akan tetapi, pada akhirnya Dewas TVRI tetap bersikukuh bahwa Helmy pantas diberhentikan.
Dewas TVRI memang memberikan lima poin alasan pemecatan Helmy. Â Kelima poin tersebut bisa dibaca disini.
Kemarin bertempat di Pulau Dua Resto, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, pria yang dijuluki si Raja Kuis ini menjelaskan tentang posisi yang diambilnya. Helmy memilih jalur hukum untuk memprotes pemecatannya.
Lulusan Politeknik Keuangan Negara STAN dan University of Miami, Florida, Amerika Serikat (AS) lalu lantas menjelaskan secara dingkat pembelaannya terhadap poin-poin yang dijadikan alas pemecatannya.
Untuk menjelaskan poin bahwa  penayangan Liga Inggris di TVRI karena dinilai pemborosan anggaran dan menyalahi administrasi, Helmy berdalih bahwa keputusan tersebut diambil secara kolektif berdasarkan Surat Dewas Nomor 127/Dewas/TVRI/2019 untuk penayangan Liga Inggris.
Berikutnya, soal ketidaksesuaian re-branding TVRI dengan keputusan Dewas nomor 5 Tahun 2018 tentang penetapan rencana kerja, Helmy mengatakan bahwa ketidaksesuaian anggaran itu tidak benar adanya. Bahkan Helmy mengatakan jika ada ketidaksesuaian anggaran, maka dirinya sudah akan ditegur BPK.
Soal mutasi jabatan ASNY yang dinilai menyalahi, Helmy lalu menjelaskan kondisi aktual bahwa TVRI selama 15 tahun tidak membuka penerimaan PNS. Akibatnya  mutasi dilakukan demi meningkatkan kinerja pegawai agar tidak jenuh dalam bidang kerja yaitu industri kreatif.
Kemudian, ketika  Helmy dinilai Dewas telah melanggar asas ketidakberpihakan, contohnya pada  program acara 'Kuis Siapa Berani' karena diproduksi oleh Helmy sendiri. Helmy lantas menjawab bahwa Kuis Siapa Berani dia berikan cuma-cuma kepada TVRI, sudah gratis, kuis itu sudah memiliki harga jual.
Terakhir, soal tuduhan bahwa Helmy mengatakan Dewan Pengawas telah melakukan pengawasan yang berlebihan kepada Dewan Direksi. Helmy menjelaskan bukti bahwa itu memang terjadi dengan jumlah surat yang diterima oleh direksi.
Pada pada tahun 2018 ada 167 surat dari Dewas dan pada tahun 2019 Dewas mengirimkan 158 surat. Helmy mengatakan bahwa ini bukti bahwa memang Dewas terlalu berlebihan mengawasinya.
Sesudah ini, Helmy telah menyiapkan langkah hukum. Mantan wakil ketua KPK, Chandra Hamzah ditunjuk oleh Helmy untuk menjalani proses hukum selanjutnya.
Chandra yang juga diberikan tanggapan, Â mengatakan bahwa seharusnya Dewas memberikan tanggapan terhadap pembelaan Helmy sebelum melakukan pemecatan, namun hal itu tidak dilakukan.
Apakah ada Jalan Tengah Terhadap Kisruh Ini?
Sebenarnya setelah kisruh ini memanas pada Desember lalu, Kemenkominfo sebetulnya sudah berusaha untuk mediasi dengan mengadakan beberapa pertemuan baik dengan Helmy Yahya maupun Dewan Pengawas TVRI.
Hasilnya nihil,karena saat proses mediasi berlangsung, tidak ada kata sepakat di antara keduanya. "Menyesalkan terjadi kisruh di TVRI yang berujung pemecatan, kami sudah berusaha mediasi dan berharap bisa diselesaikan dengan baik secara internal. Tapi alhasil mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, kita harus menghormati semua kewenangan yang ada," kata Menkominfo, Johnny G. Plate kepada awak media di Gedung Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (17/1) malam.
Jika Kemenkominfo tidak berhasil dalam memediasi, apalagi berakhir dengan pemecata Helmy, maka jalan lain yang harus ditempuh adalah dengan kembli berdialog dengan Komisi I DPR RI.
Salah satu alasannya adalah karena Komisi I DPR secara undang-undangmemiliki kekuatan yang cukup mengintervensi Dewan Pengawas karena Dewas diangkat melalui mekanisme dan proses dari Komisi I.
Rencananya Komisi I DPR RI akan melakukan pertemuan dengan Dewas TVRI pada 21 Januari 2020. Dalam pertemuan tersebut, diharapkan agar Dewas melakukan penjelasan pemberhentian Helmy apakah telah  memenuhi persyaratan sesuai Pasal 22-25 Peraturan Pemerintah Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik atau tidak?
Kisruh memang semakinn tajam dan dalam. Situasi mengerucut kepada siapa yang akan menang dan kalah, tetap atau tersingkir.
Pihak Helmy tentu berharap agar pertemuan dengan Komisi I DPR akan mendapatkan hasil bahwa keputusan Dewas menyalahi prosedur, sehingga dapat dianulir. Akan tetapi, keputusan itu kemungkinan besar juga tidak dapat meminimalisir suasana kerja yang semakin tidak kondusif lagi.
Hanya publik berharap agar keputusan yang diambil adalah keputusan terbaik. Meskipun secara mayoritas banya yang  berharap Helmy tetap bertahan. Apalagi di tangan Helmy, TVRI memang telah mengalami transformasi menjadi televisi yang semakin modern.
Artinya, jika benar apa yang didalil Dewas memiliki argumentasi yang kuat dan Helmy tetap dipecat, harapannya TVRI tetap mampu kompetitif dengan kualitas siaran yang baik. Akan tetapi jika TVRI mengalami kemunduran setelah Helmy dipecat, Dewas yang perlu dievaluasi kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H