Sebuah pertanyaan menggelitik muncul, "Apakah Cina menangkap ikan di perairan Natuna lalu menjualnya lagi ke Indonesia?".
Konflik Natuna yang sempat panas antara Indonesia dan Cina memang belum sepenuhnya reda, akan tetapi berbagai isu yang membuka mata publik bahwa ada yang salah dalam kebijakan perikanan kita juga turut mengambil perhatian.
Salah satunya fakta bahwa Indonesia ternyata masih impor Ikan dari Cina.
Lalu sebuah pertanyaan menggelitik muncul, "Apakah Cina menangkap ikan di perairan Natuna lalu menjualnya lagi ke Indonesia?". Pertanyaan yang belum bisa dijawab dengan tuntas.
Dikutip dari Detik.com, fakta bahwa Indonesia mengimpor ikan dari Cina diungkapkan oleh pengamat perikanan, Suhana.  Data yang dipakai juga sudah up to date, yaitu per September dimana total impor perikanan dari China ke Indonesia adalah mencapai 59 ribu ton.
Suhana juga menjelaskan bahwa agak aneh karena data menunjukan bahwa salah satu komoditas yang diimpor adalah cumi, padahal komoditas ini ada di perairan Indonesia. Jumlah mencapai 2 ribu ton per September 2019. Wow.
Dikutip dari data Trademap menunjukkan hal yang sama dengan data rupiah dengan nilai yang fantastis. Dikatakan bahwa impor berbagai macam jenis komoditas perikanan RI dari China nilainya mencapai US$ 71,6 juta atau setara dengan Rp 1 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$.
Jumlah tersebut setara dengan 25% dari total nilai impor sektor perikanan RI 2018 yang mencapai US$ 290,8 juta (Rp 4,07 triliun).NIlai yang terus mengalami pertumbuhan dengan nilai fluktuasi dan cenderung naik.
Menteri Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga tak menampik bahwa Indonesia masih impor hasil perikanan yang salah satunya dari China.
Edhi lantas menjelaskan bahwa benar ada impor yang dilakukan, tetapi secara formalitas Edhy mengatakan tetap ada aturannya.
Misalnya, Indonesia memang perlu impor karena tidak semua hasil perikanan ada di laut Indonesia."Kita mengimpor ikan ada, tidak hanya dari China, kita kan nggak punya salmon, salmon dari mana saja itu, makarel kan kita nggak ada," kata Edhy dilansir dari Detik.com.
Selain itu Edhy juga menambahkan bahwa impor ikan adalah di sektor untuk memenuhi kebutuhan industri.
"Beberapa ikan yang dipakai bahan industri yang kita sendiri punya tapi diproduksi sangat sedikit terpaksa harus kita impor untuk memenuhi kebutuhan industri. Kita nggak boleh juga tutup mata terhadap pertumbuhan industri yang sekarang ini ada," tambah Edhy.
Namun ketika ditanya ikan yang diimpor diambil dari perairan Indonesia atau tidak, Edhy tak menjawab.
Persoalan menjawab ini menjadi sulit karena dari level kebijakan dan pelaksanaan nampak ada yang tidak berjalan.
Misalnya, kebijakan impor adalah fokus pada ikan-ikan yang tidak diproduksi di perairan nasional supaya ikan hasil tangkapan nelayan kita masih mendapat harga yang  bersaing di pasaran.
Untuk itu, impor dilakukan pada hasil perikanan yang tidak ditemukan di perairan Indonesia, seperti ikan makarel dan ikan Salmon. Akan tetapi fakta di lapangan ditemukan bahwa cumi juga diimpor membuat publik bertanya-tanya.
Persoalan ini bukan persoalan baru, karena pada 2016, upaya impor yang tidak jelas ini pernah dilakukan. Pada pertengahan Juni 2016 saat itu, pernah dilakukan pembongkaran ikan impor asal China di Pelabuhan Tanjung Priok.
Menimbulkan tanda tanya besar bagi publik, karena saat pembongkaran ditemukan bahwa ikan impor itu jenisnya tuna sirip kuning (Thunnus albacores) dan tuna mata besar (Thunnus obesus) yang kerap ditangkap nelayan di Indonesia di wilayah perairan kita.
Hal ini bertolak belakang dengan kebijakan pelarangan beroperasinya kapal ikan asing dengan harapan untuk menaikan produksi ikan di perairan nasional, namun impor ikan yang sebenarnya ada di wilayah kita.
Artinya mau tidak mau, keran impor ikan harus dievaluasi, diatur bahkan perlu diawasi dengan tegas.
Keran impor berkaitan dengan bahan produksi atau produk yang tidak ada dalam negeri masih bisa diterima namun jika tidak, maka ada yang salah.
Entah, apakah karena data yang mengatakan ikan kita yang melimpah ruah sebenarnya hanya di atas kertas saja, atau karena carut marut pengaturan tentang kebijakan dan pelaksanaan impor yang masih belum bisa dilaksanakan dengan baik.
Terakhir, sebagai informasi, di wilayah perairan Natuna menurut Kemenko Kemaritiman perikanan Indonesia (WPP-RI) 711, produskinya bisa mencapai 1 juta ton pertahun.
Sehingga bisa jadi dan sangatlah tidaklah lucu jika memang benar bahwa Cina memang benar telah mengekspor ikan yang sebenarnya ditangkap dari dari wilayah kita tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H