Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kalah Telak, Indonesia Sepertinya Tak Pernah Mau ke Piala Dunia

10 September 2019   22:25 Diperbarui: 11 September 2019   08:57 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy, dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2022 melawan Thailand di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Selasa (10/9/2019).(KOMPAS.COM/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Indonesia kalah dari Thailand, 0-3. Menyakitkan karena kekalahan  telak ini tidak diduga, apalagi pertandingan berlangsung di kandang sendiri, stadion kebanggan Indonesia, Gelora Bung Karno.

Publik sepak bola Indonesia memang senang berimajinasi dalam balutan kalimat  "harus tetap optimis". Kekalahan dari Malaysia 2-3 hanya dianggap sebagai ketidakberuntungan semata oleh beberapa pihak. Mungkin karena sempat  melayang hingga  lupa diri karena semapt unggul 2-1, sebelum dibalikan Malaysia.

Jurang perbedaan antara kedua  tim seperti stamina pemain Indonesia yang ngos-ngosan untuk mengejar bola dianggap hanyalah masalah kecil, padahal mana mungkin bermain kompetitif di level kualifikasi Piala Dunia jika hanya mampu secara fisik untuk bermain setengah babak saja.

Lalu apa yang dapat kita simpulkan dari kekalahan dalam pertandingan ini? To the point sajalah, dan jika harus sedikit sarkasme, Indonesia memang tak pernah mau ke Piala Dunia. Saya akan memberikan dua alasan pendukung pernyataan ini.

Pertama, jadwal Liga Indonesia yang tidak mendukung penampilan tim nasional. Bagaimana mungkin, ketika tim sedang bermain di Liga 1, lalu kompetisi terus berjalan. Pemain seperti tidak ada waktu untuk beristirahat sejenak.

Soal ini, sebenarnya sudah secara tersurat disampaikan baik oleh pelatih Simon McMenenemy maupun para pemain. Jadwal Liga 1 dianggap sudah sangat padat, dibandingkan dengan Liga di Malaysia maupun Thailand yang sudah berhenti, yang berarti stamina pemain pasti akan terganggu.

Tausah membandingkan Liga Malaysia maupun Thailand, karena di Eropa sana, demi permainan timnas masing-masing negara yang semakin baik, maka Liga diliburkan.

Ini dapat berarti bahwa kualifikasi Piala Dunia mempunyai  "level" di bawah kompetisi  lokal. Para pemain dipanggil dengan bersusah payah untuk bermain di level timnas, akan tetapi kompetisi persepakbolaan nasional berlangsung. Jadi mau apa?

Kedua, kapasitas Simon McMenemy yang dipertanyakan. Keputusan mengganti pemain yang terlambat, lalu secara strategi tidak tajam dan tidak berani memainkan pemain muda, membuat McMenemy sepertinya akan bersiap untuk dipecat.

Sebenarnya masih ada toleransi bagi McMenemy jika pertandingan terlihat menghibur, namun alih-alih menghibur, permainan direct passing McMenemy nampak tidak berjalan sempurna.

Publik menjadi rindu dengan tiki-taka ala Luis Milla yang berjalan baik sebeumnya meski juga jarang meraih kemenangan. Sebaliknya McMenemy belum terlihat jelas ingin membangun karakter pemainan seperti apa.

Harus diakui,  Indonesia di bawah McMenemy nampak seperti mendahulukan hasil daripada proses, bola lebih sulit dialirkan karena para pemain terlihat bingung dengan skema yang diajarkan oleh  McMenemy.  Sayang Luis MIlla harus pergi dengan isu keterlambatan gaji yang  dibayarkan.

DI lain pihak, Thailand sudah melambung tinggi dan serius  mempersiakan timnasnya. Penggantian pelatih ke Akira Nishino dapat menjadi salah satu langkah pasti dari Thailand yang serius ingin ke Piala Dunia 2022.

Akira Nishino adalah pelatih Jepang di Piala Dunia 2018, bahkan berhasil membawa Jepang ke babak knockuout sebelum akhirnya disingkirkan Belgia dalam pertanginan yang tak kalah seru.

Thailand mengontrak pelatih sekaliber Akira Nishino, sedangkan Indonesia, mohon maaf saja,  melepas Luis Milla dan begerak mundur dengan mengontrak McMenemy. Maka tak heran permainan nampak tak sektraktif musim musim sebelumnya.

Dua alasann ini menguatkan saya bahwa Indonesia dalam hal ini PSSI memang tidak mau Indonesia lolos Piala Dunia.

Bagaimana mungkin mau lolos apabila jadwal kompetisi dibuat awut-awutan. Kepentingan bisnis lebih diutamakan daripada persiapan menuju Piala Dunia.

Selain itu, memilih pelatih yang asal comot  membuat timnas sepertinya tidak akan begerak kemana-mana.

Oleh karena itu, Indonesia harus berbenah, harus ada koreksi tentang persiapan menuju pertandingan-pertandinga berikutnya.

Jika pelatih harus diganti, ganti saja, sebelum terlambat. Jika tak berani, benar sudah asumsi bahwa  Indonesia memang tak serius untuk bermain di Piala Dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun