Dalam UU, dijelaskan peraturan ini mesti diterapkan karena Gubernur-Wakil Gubernur terpilih "perlu memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat." Anies Baswedan, Gubernur DKI sekarang, memperoleh suara hampir 58 persen pada Pilgub 2017.
Berikutnya soal dana. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta itu besar, APBD 2019 mencapai 89 triliun. Pantas saja karena roda perekonomian bergerak terus dan cepat.
Nah, isunya APBD Jakarta juga akan berkurang ketika tidak lagi menjadi ibu kota karena pindahnya beberapa simpul seperti kegiatan pemerintahan termasuk perpindahan jumlah pegawai. Nilainya menurut beberapa pengamat lumayanlah sekitar 9 triliun.
Soal dana APBN alias bantuan pemerintah pusat, Jakarta istimewa karena khusus. Pada  2017 saja mencapai hampir 19 triliun. Skema saat Anies menjadi pembangunan Jakarta melalui konsep urban regeneration, nilainya hingga 571 triliun dengan bantuan dana pusat dalam jangka panjang, rencananya hingga 2030.
Inilah yang membuat Gubernur Anies Baswedan akan berpikir keras dan sedikit kuatir, apakah program ini akan terus berjalan ketika pemerintah mulai fokus memindahkan ibu kota ke Kaltim.
Jika tidak lagi menjadi ibu kota, hak-hak dan kekhusan ini akan hilang.
Kembali ke Daerah Khusus Mantan Ibu Kota. Jika kehilangan kata "Mantan Ibu Kota" Â apakah daerah khusus saja masih bisa?
Akmal Malik menyatakan bahwa meski tidak lagi DKI, Â Jakarta tetap berpeluang menjadi daerah otonomi khusus. Â Hanya pemberian status daerah otonomi khusus kepada Jakarta akan diatur dalam undang-undang yang dibuat oleh DPR dan Pemerintah.
Ya, masih keren lah.
"Eh tinggal dimana coy..?"
"Jakarta.."