Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Hilangnya 22 Juta Suara Jokowi dan 302 Halaman Jawaban KPU

18 Juni 2019   12:18 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:18 1045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arief Budiman, Ketua KPU | Gambar: Tribun

Ada sebuah narasi menarik yang dibangun ketika sidang Mahkamah Konstitusi sedang dalam proses persidangan, yaitu soal hilangnya 22 juta suara Jokowi.

Apa yang dimaksud dengan hilang 22 juta suara? Hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon dalam sidang MK adalah  Jokowi-Ma'ruf Amin menang dengan  85.607.362 atau 55,50 % sedangkan  Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan 68.650.239 atau 44,50 %. 

Tim hukum Prabowo menyatakan sebaliknya dengan mengatakan dalam  isi gugatan hasil bahwa kemenangan Jokowi-Ma'ruf suara ditetapkan melalui cara-cara yang tidak benar, melawan hukum atau setidak-tidaknya dengan disertai tindakan penyalahgunaan kekuasaan presiden petahana sehingga merupakan kecurangan pemilu yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Karena itu, menurut tim hukum Prabowo  Jokowi-Ma'ruf Amin kalah karena hanya mempunyai jumlah suara 63.573.169 (48%), sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan jumlah suara 68.650.239 (52%).  Pemenangnya adalah Prabowo!

Nah, jika Jokowi-Ma'ruf kalah dan hanya memiliki 63 juta suara dibanding rilis KPU yang mencapai 85 juta, di mana suara hilang 22 juta selisih tersebut?

Tim hukum Prabowo mengajukan lima poin untuk menguatkan opini mereka bahwa seharunya Jokowi-Ma'ruf tidak mendapatkan  22 juta suara. Pertama, daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak valid. Kedua, Sistem perhitungan (Situng)  KPU yang dianggap bermasalah. Ketiga, penggelembungan 22 juta suara. Keempat, komisioner KPU diberhentikan dan terakhir, status Ma'ruf Amin yang dianggap tidak sah untuk mengikuti Pilpres.

Dalam sebuah  diskusi, Ketua KPU Arif Budiman terlihat percaya diri menghadapi gugatan jika "hanya" berkisar kelima poin ini. Bahkan ibarat petinju, KPU bersiap untuk membuat tim hukum Prabowo-Sandiaga terkapat alias kalah KO.

Perhatikan beberapa hook atau upeercut balasan dari KPU soal kelima poin ini. Pertama, soal DPT yang tidak valid dalam beberapa kesempatan KPU mengatakan bahwa pembahasan tentang DPT sudah diadakan beberapa kali pertemuan yang melibatkan semua kontestan.

Artinya,  jika ada persoalan tentang itu, seharusnya sebelumnya sudah dipersoalkan dalam ranah administrasi, menjadi amat terlambat jika baru dipersoalkan pada saat ini.

Kedua, soal Situng (Sistim perhitungan) KPU yang dianggap bermasalah. Berulangkali KPU menjelaskan bahwa perangkat yang digunakan mereka sudah dijelaskan kepada kontestan pemilu, baik dari pihak TKN maupun BPN. Tim dari BPN dibawa ke ruang kerja dan ditunjukan serta dijelaskan bagaimana mechanism kerja dari situng.

Untuk kesalahan input data, KPU sudah mengoreksi semua kesalahan. Sistem ini pun perlu dibuka agar jika ada koreksi, semua pihak termasuk saksi dari masing-masing kontestan dapat melaporkan jikalau terjadi kejanggalan.

Ketiga, soal penggelembungan 22 juta suara. KPU dalam beberapa kesempatan menjelaskan bahwa dari gugatan yang dibaca, tidak tertulis secara spesifik dan detail, penggelembungan yang dimaksud oleh tim hukum beada di daerah mana, provinsi, kabupaten dan kecamatan mana.  Dalam rekapitulasi nasional, Arif Budiman menjelaskan bahwa ketika diminta untuk menyandingkan data, tidak ada pihak yang terlihat keberatan. Lalu apa yang digelembungkan?

Keempat, soal  seluruh komisioner KPU diminta untuk diberhentikan. Gugatan ini dianggap salah alamat, karena jika KPU dianggap harus bekerja professional maka menurut KPU secara professional etik, Dewan Kehormat Pemilu lah yang berhak memeriksa KPU bukan MK.

Terakhir, soal status Ma'ruf Amin. KPU yakin telah memeriksa seluruh dokumen, dalam pandangan KPU tidak ada masalah dengan status Ma'ruf Amin. Persoalan administratif ini juga terlihat janggal untuk dipersoalkan karena proses administrasi pendaftaran, seharusnya bisa diajukan sebagai sengketa ke Bawaslu, pada saat pendaftaran.

Apalagi, dalam pertemuan antara semua pihak, tidak ada yang menganggap status Ma'ruf Amin sebagai sebuah persoalan.

Hari ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menjadi pihak termohon di sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden-Wakil Presiden 2019 akan memberikan jawaban dengan telah menyiapkan jawaban setebal 302 halaman.

"Terkait dengan dua permohonan yang diajukan Mei, Juni akan kami jawab semua kurang lebih 302 halaman," kata Ketua KPU, Arief Budiman.

Seperti pemaparan diatas,  pihak KPU akan memfokuskan pada empat poin jawaban. Jawaban itu mengenai Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng), Daftar Pemilih Tetap (DPT), dan dana kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-KH Maruf Amin.

Apakah tim hukum Prabowo-Sandiaga akan dibuat KO oleh KPU, kita lihat saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun