Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruki Murakami, Mandiri Marathon Jogja 2019 dan Arti Kehidupan

21 Mei 2019   22:30 Diperbarui: 21 Mei 2019   23:01 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marathon Jogja I Gambar : dokolx

Menikmati keindahan candi sambil berlari, seperti menemukan kegairahan kembali,  seperti lapisan yang menabiri hati dan membuka pikiran satu persatu bahwa negeri kita amat elok dan kaya dengan peninggalan budaya.

Sesudah itu para pelari akan sampai di Km 40, dimana pemandangan Candi Sewu dan Candi Bubrah siap menanti dan akhirnya finish di Candi Prambanan. Ketiga Candi ini memberikan sentuhan yang tak kalah memesona dari balik cerita sejarah.

Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur. Candi Sewu juga berusia lebih tua daripada Candi Borobudur dan Prambanan. Meskipun "hanya" memiliki 249 candi dalam satu kompleks, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribu dalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang,

Candi Bubrah sendiri amat unik. Bubrah itu dalam bahasa Jawa berarti rusak,  candi yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan dinamakan demikian karena ditemukan dalam keadaan rusak. Meksipun demikian, candi yang telah dipugar ini tetap menarik karena menampakan susunan batu andesit yang tetap terlihat indah.

Soal Candi Prambanan sudah tidak dapat diceritakan dengan kara-kata lagi. Candi Hindu terbesar di Indonesia, adalah salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku yang diperkirakan membangunnya pada tahun 850 Masehi ini dipercaya membangunnya dengan penuh susah payah, namun tidak sia-sia, sangat indah hasilnya. 

Rute lari ini seperti sebuah rute ziarah bagi bagi pelari. Dari setiap tempat, tersimpan kisah manusia, menit ke menit dari abad ke abad. Pelari seperti yang dikatakan Murakami, akan menemukan keheningan dari berbagai emosi yang tertampung, dari kemarahan, kekejaman dan sekaligus keberanian, ketetapan hati dan bahkan kebahagiaan.

Salah satunya adalah Tomy, adalah seorang pelari yang menyambut Marathon Jogja 2019 dengan penuh sukacita. Berlari di Marathon Jogja amat berarti bagi kehidupannya. Sebagai ayah dari dua anak remaja, Tomy sebenarnya berlari untuk kedua anaknya yang sedang berjuang menghadapi penyakit langka, autoimmune disease, sebuah penyakit yang menyerang sistim saraf.

Tomy memberikan testimoni bahwa di setiap rute dia menemukan perspektif baru menjalani kehidupan sembari tetap berada di dalam sebuah keseimbangan, sebuah ekuilibrium, dimana dia tahu harus tetap berjuang, seperti yang anak-anaknya lakukan sekarang.

Setiap kali dia menyentuh garis finish, raganya terasa lemah, matanya sembab, tetapi semangatnya terus berlipat membara demi untuk anak-anaknya. Inspiratif.

Narasi yang sedang diperjuangkan Tomy adalah narasi survivor, narasi seorang pejuang. Yang berani berlari bahkan melintas di jalan yang mungkin tidak rata untuk tiba di simpang berikutnya tanpa ketakutan.

Marathon Jogja memberikan Tomy sebuah kekuatan. Sebuaah ritmis melalui budaya yang tergambar dengan balutan jejak sejarah yang amat kuat. Semua itu memintal, ketika tubuh dan jiwa berkelindan dan memberikan makna baru tentang pengertian bahwa kehidupan harus tetap diperjuangkan dengan harapan yang harus tetap terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun