"Mereka yang berjiwa lemah tak akan mampu memberi seuntai maaf tulus. Pemaaf sejati hanya melekat bagi mereka yang berjiwa tangguh."" (Mahatma Gandhi)
Tokoh kharismatik asal India, Mahatma Gandhi tidak saja beretorika ketika bicara soal memaafkan. Ada sebuah cerita inspiratif yang menggambarkan hal tersebut.
Ketika Mahatma Gandhi sedang belajar hukum di University College, London, ada seorang professor yang bernama Peter, yang kurang menyukai Gandhi.
Suatu hari ketika Prof. Peter sedangg makan siang di kantin kampus, Gandhi datang & duduk di sampingnya sambil membawa makan siangnya.
Prof. Peter berkata, "Gandhi, apakah anda tidak mengerti seekor babi dengan seekor burung tidak duduk berdampingan untuk makan?"
Gandhi bagai orang tua yang menatap anak nakal dan menjawab, "Jangan khawatir Prof. Saya akan segera terbang" dan Gandi memang akhirnya berpindah ke meja lainnya.
Pesan yang ingin disampaikan dari cerita ini adalah bersikaplah tenang dan bijak apabila ada orang yang membenci kamu, sebab semakin dia membenci kita semakin banyak kebodohan yang akan dibuatnya.
Ucapan yang baik bagi orang lain adalah doa. Ucapan yang baik bagi orang yang memusuhi kita adalah jalan untuk pintu maaf. Ketika maaf diberikan, ada sesuatu yang sebenarnya kita lepaskan, kebencian dan juga ego.
Selanjutnya Gandhi berjuang selama 30 tahun melawan diskriminasi dan penjajahan Inggris bersama pemimpin India lainnya. Dengan ajarannya, ahimsa (tanpa kekerasan) serta satyagraha (keteguhan dalam kebenaran), Gandhi melawan penindasan dan kekerasan dengan cinta, kesabaran, dan kerelaan untuk menanggung segala konsekuensinya.
Gandhi akhirnya digelari sebagai Bapak Bangsa India. Dunia memujinya sebagai salah satu pemimpin spiritual terbesar sepanjang masa.
"Generasi-generasi yang akan datang sulit percaya bahwa ada orang seperti dia yang pernah berjalan di muka bumi ini dalam rupa daging dan darah," tulis Albert Einstein tentang Gandhi. Selain itu, Prinsip-prinsip Gandhi telah menginspirasi aktivis-aktivis demokrasi dan pejuang anti-rasisme seperti Martin Luther King, Jr. dan Nelson Mandela.
***
Kemarin saya membaca berita tentang HS, orang yang mengancam akan memenggal kepala Jokowi. HS akhirnya ditangkap oleh pihak kepolisian. Motivasi HS sedang digali, apakah karena kebencian, atau sebuah antusiasme fanatisme buta semata. Perlu menunggu untuk kebenaran sebenarnya.
Akan tetapi yang menyita perhatian saya adalah cuitan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming, yang menanggapi video viral tersebut dan memilih untuk sabar, fokus ibadah di bulan Ramadhan dan memberi pintu maaf bagi HS.
"Sudahlah gak usah dibesar-besarkan. Kita yg sabar aja dan gak usah terpancing emosinya. Mumpung lagi bulan puasa kita fokus ibadah aja. Semoga bapak yg ada di video itu diberikan pintu maaf," kata Gibran lewat akun Twitter, @Chilli_Pari.Â
Cuitan Gibran terlihat sederhana, namun amat menyejukan. Gibran melakukan apa yang pernah dikatakan oleh Gandi " Maafkan musuhmu, taklukkan mereka dengan cinta, Tanpa kekerasan adalah senjata orang perkasa".
HS mungkin akan terancam hukuman berat, namun mungkin akan semakin "tersiksa", karena pihak yagn dibenci, malah membalas dengan kebaikan. HS semoga belajar dari peristiwa ini.
Apa yang dilakukan Gibran, menjadi refleksi yang dianggap amat tepat di tengah kekisruhan di politik nasional. Saling caci, menuding membuka aib terlihat masif terjadi. Marilah saling melepaskan benci, mencabut ego. Mungkin belum terlihat berdampak bagi bangsa yang dilakukan oleh Gandhi, tetapi semuanya menentramkan hati dan dapat dimulai dari hati kita sendiri.
Sumber :
Detik.com, Gibran Soal Pria Ancam Penggal Jokowi: Sabar, Bulan Puasa Fokus Ibadah Aja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H