Jika Jokowi berani melakukan hal itu, maka dapat dikatakan hal tersebut akan menjadi sebuah terobosan baru bagi pemerintahan kita, yakni kabinet sudah mulai dibangun sebelum pelantikan.
Jika kita lihat lebih jauh, ada keuntungan jika ini berani dilakukan yakni tidak akan masa "peralihan" yang membuat kinerja para menteri seperti berhenti sejenak. Hal ini rentan terjadi karena secara psikologis merasa bahwa masa kerjanya akan "libur" sejak Mei hingga Oktober. Para menteri akan cepat mendapatkan kepastian diganti atau tidak, lalu mulai meneruskan pekerjaan yang diberikan.
Istilah untuk menyebut ini adalah pemerintahan lame duck, bebek lumpuh. Para menteri tidak dapat melakukan apa-apa karena menunggu transisi ketika pemerintahan baru belum resmi dibentuk.
Satu hal yang dapat menghambat terobosan ini terjadi adalah peristiwa politik yang biasanya akan terjadi pasca pemilu, yaitu agendan untuk dibangunnya koalisi baru.
Akan ada saling diskusi antar para partai pengusung dan bertambah kompleks ketika ada kemungkinan partai dari koalisi oposisi untuk ikut menyeberang ke arah kekuasaan. Artinya, periode Mei hingga Oktober bisa menjadi periode di mana diskusi dan timbang menimbang politik terjadi.
Namun, matematika politik bagi pemerintah baru untuk menyusun kabinet masih dapat tetap berjalan dengan syarat negosiasi sedari awal sudah tetap bisa dilakukan di belakang layar, meskipun proses Pemilu belum selesai.
Pergerakan dan gejolak dari beberapa partai politik di koalisi lawan sudah menunjukan hal tersebut, sehingga ancang-ancang sudah dapat dilakukan.
Dari beberapa hal ini, kita perlu menunggu pendekatan apa yang akan dipakai oleh Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H