Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dua Opsi Reshuffle Kabinet bagi Jokowi

10 Mei 2019   05:30 Diperbarui: 10 Mei 2019   14:16 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabinet Jokowi-JK I Gambar : Tribun

Juru bicara presiden, Johan Budi memberi isyarat bahwa Istana pasti akan melakukan reshuffle kabinet. Perkiraan waktunya yaitu seusai perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Jika dilihat dari perkiraaan waktu pergantian kabinet ini, maka akan ada dua opsi yang dapat dilakukan oleh Jokowi, berkaitan dengan pendekatan yang akan dia lakukan

Pertama, reshuffle kabinet secara parsial. Reshuffle parsial yang dimaksud adalah pertukaran menteri hanya untuk mengganti beberapa menteri yang sedang berhadapan dengan masalah hukum.

Paling tidak ada tiga menteri yang akan menjadi sasaran untuk pergantian ini. Pertama,  Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi yang telah menjadi saksi di Sidang Tipikor dalam kasus dugaan suap dana hibah kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Sempat beredar isu, bahwa Imam Nahrawi sempat meminta untuk mundur beberapa minggu lalu, tetapi ditolak oleh Istana karena merasa waktunya masih belum tepat.

Kedua, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang ruangan dan rumahnya diperiksa KPK terkait kasus gratifikasi politisi Golkar Bowo Sidik Pangarso (BSP).

Terakhir, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin juga sudah dipanggil KPK terkait jual beli jabatan di Kemenag, kasus yang telah menyeret Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy.

Pergantian ketiga mentri ini dirasa perlu untuk menjaga citra pemerintahan Jokowi di depan masyarakat. Meskipun belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, namun pada umumnya masyarakat sudah akan memiliki persepsi negatif ketika pejabat pemerintah sudah menaiki tangga KPK.

Publik tentu ingin agar reshuffle harus dilakukan bukan saja untuk memperbaiki kinerja kabinet, namun menteri-menteri yang dianggap gagal atau bermasalah mesti diganti dengan yang lebih bagus dan lebih berintegritas.

Kedua, reshuffle kabinet secara menyeluruh. Untuk poin kedua ini akan menarik. Ketika istana mengatakan akan melakukan pergantian menteri setelah Hari Raya Idul Fitri, kebetulan sekali waktu tersebut bertepatan dengan penetapan waktu pemenangan Pemilu.

Artinya, Jokowi jika sudah ditetapkan sebagai pemenang, maka Jokowi berpeluang dapat melakukan reshuffle meski baru akan dilantik pada Oktober nanti.  

Jika Jokowi berani melakukan hal itu, maka dapat dikatakan hal tersebut akan menjadi sebuah terobosan baru bagi pemerintahan kita, yakni kabinet sudah mulai dibangun sebelum pelantikan.

Jika kita lihat lebih jauh, ada keuntungan jika ini berani dilakukan yakni tidak akan masa "peralihan" yang membuat kinerja para menteri seperti berhenti sejenak. Hal ini rentan terjadi karena secara psikologis merasa bahwa masa kerjanya akan "libur" sejak Mei hingga Oktober. Para menteri akan cepat mendapatkan kepastian diganti atau tidak, lalu mulai meneruskan pekerjaan yang diberikan.

Istilah untuk menyebut ini adalah pemerintahan lame duck, bebek lumpuh. Para menteri tidak dapat melakukan apa-apa karena menunggu transisi ketika pemerintahan baru belum resmi dibentuk.

Satu hal yang dapat menghambat terobosan ini terjadi adalah peristiwa politik yang biasanya akan terjadi pasca pemilu, yaitu agendan untuk dibangunnya koalisi baru.

Akan ada saling diskusi antar para partai pengusung dan bertambah kompleks ketika ada kemungkinan partai dari koalisi oposisi untuk ikut menyeberang ke arah kekuasaan. Artinya, periode Mei hingga Oktober bisa menjadi periode di mana diskusi dan timbang menimbang politik terjadi.

Namun, matematika politik bagi pemerintah baru untuk menyusun kabinet masih dapat tetap berjalan dengan syarat negosiasi sedari awal sudah tetap bisa dilakukan di belakang layar, meskipun proses Pemilu belum selesai.

Pergerakan dan gejolak dari beberapa partai politik di koalisi lawan sudah menunjukan hal tersebut, sehingga ancang-ancang sudah dapat dilakukan.

Dari beberapa hal ini, kita perlu menunggu pendekatan apa yang akan dipakai oleh Jokowi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun