"Ini jelas manuver berbahaya bagi kedaulatan nasional dan masa depan demokrasi di negara kita. Indonesia bukan Venezuela. Pak Jokowi menang dalam versi hitung cepat dengan sangat meyakinkan. Ini kemenangan atas hoax dan juga kemenangan atas ancaman otoritarian hidup kembali. Jadi jangan bermimpi Indonesia dibuat seperti Venezuela," ucap Juru bicara TKN Ace Hasan Syadzily, kepada wartawan, Selasa (7/5/2019).
BPN melalui juru bicaranya Andre Rosiade, membantah tudingan TKN. Bagi BPN, apa yang dikatakan Ace seperti sebuah halusinasi.
"Saya rasa TKN berhalusinasi ya dengan membayangkan Pak Prabowo akan mengulang skenario Venezuela," ujar Andre.
"Kami sudah mengumpulkan data-data kecurangan ini dan akan segera menyampaikan ini ke Bawaslu. Jadi saya rasa ini pernyataan Bang Ace halusinasi yang sengaja disampaikan untuk menakut-nakuti rakyat, untuk memberikan rasa ketakutan publik. Jadi seolah-olah kalau orang menyampaikan kecurangan itu dituduh kudeta, ingin people power. Kecurangan itu harus segera diungkap. Dan kami masih menunggu rezim ini untuk membentuk tim pencari fakta bersama-sama," tambah Andre.
Apa yang dapat kita lihat dari semua hal ini?
Pertama, publik harus lebih sabar menunggu redanya iklim politik sesudah Pemilu. Suhu terlihat semakin memanas, mendekati akhir yaitu 22 Mei. Kedua kubu baik 01 dan 02, masih terus bertanggap-tanggapan, saling menyanggah bahkan menuding menjelang akhir.
Kedua, proses terhadap pelaksanaan demokrasi di bangsa kita masih dalam tahap pembelajaran. Masyarakat yang berharap sesudah pemungutan suara demokrasi seharusnya sudah selesai, ternyata harus berhadapan dengan berbagai polemik. Ada tuduhan kecurangan di sana, bahkan sampai di langkah-langkah untuk seperti ingin mendelgitimasi hasil Pemilu.
Sampai kapan kita belajar? Proses belajar itu baik adanya, tetapi nampaknya  kita masih perlu waktu yang lebih banyak  untuk melihat kedewasaan dari para kontestan untuk menjaga  komunikasi yang lebih sejuk pasca pilpres.