Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kebingungan Petugas Mengurus Pemilih dengan E-KTP

17 April 2019   14:00 Diperbarui: 17 April 2019   14:12 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pencatatan NIK bagi pemilih EKTP (DokpriArnold)

Untuk pertama kalinya saya harus sedikit lebih lama di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Biasanya paling lambat 30 menit karena harus mengantri. Kali ini memang antriannya cukup panjang karena memang yang harus dipilih juga cukup banyak dengan berbagai kartu suara. Kartu suara pemilihan Presiden, DPR RI, DPRD  dan juga DPD.

Oleh karena cukup lama tersebut, maka saya harus menunggu hingga waktu diatas pukul 12.00, artinya saya akan melihat para pemilih yang ingin menggunakan hak suara mereka tetapi namanya tidak ada di DPT. Jumlahnya cukup banyak, sekitar 30-an orang.

Saya duduk dekat sekali dengan meja petugas yang menerima pendaftaran. Satu persatu orang mulai mendatangi petugas tersebut. Ada beberapa yang wajahnya saya ingat sempat datang agak pagi hanya untuk memastikan bahwa mereka masih bisa menggunakan hak suaranya dengan E-KTP.

"Ini pak, KTP saya" kata seorang ibu bertubuh semampai, dibelakangnya juga banyak pemilih yang menunggu.

"Wah..tidak bisa hanya KTP yang asli, harus difotokopi" kata petugas tersebut.

"Kenapa tidak bilang dari pagi. Hari libur begini kita cari dimana tempat fotokopi"  balas sang ibu. Kerumunan mulai ribut.

"Ini untuk dokumen kami nanti" kata petugas itu lagi.

Suasana sempat hening. Tetapi wajah kekecewaan tampak, apalagi waktu hanya sejam untuk pendaftaran menurut aturan.

"Tulis saja NIKnya!" teriak seorang bapak yang lebih tua dari meja pengumuman.

"Ya, tulis saja" kata para pemilih E-KTP, kompak.

Akhirnya petugas itu menurut.

Setelah saya amati, ternyata sudah ada form yang cukup lengkap yang harus diisi untuk para pemilih ini. Ada nomor NIK, nama, alamat dan lalu ditandatangani.

Persoalan terlihat sempat selesai. Namun petugas itu terlihat sedikit gundah. Saya mendengar bisik-bisik di antara petugas dan petugas yang terlebih tua, bagaimana jika mereka berasal dari TPS lain dan memilih disini, bukankah mereka dapat melakukan dua kali pemilihan?

Sepertinya mereka mencoba maklum saja karena jumlah orang cukup banyak dan sudah terlanjur didaftarkan. Mungkin salah satu kekuatiran mereka adalah jumlah kertas suara yang kurang, karena harus menerima pemilih E-KTP yang terlalu banyak. Syukurnya, kertas suara terhitung masih cukup.

Menurut saya masih cukup, karena dari jumlah DPT hingga 289 suara di TPS saya, terhitung tidak sampai 200 pemilih yang melakukan haknya sebagai pemilih tetap.

Tak lama kemudian, sorang bapak paruh baya tergopoh-gopoh  datang, langsung menyerahkan E-KTPnya.

Entah mendapat wangsit darimana, petugas yang sama menanyakan pertanyaan jitu.

 "Apakah bapak tidak terdaftar di DPT?" tanya petugas tersebut.

"Ah..pakai KTP saja" kata bapak tersebut.

"Tidak ada nama" tanya petugas tersebut sekali lagi.

"Pakai KTP saja!" kata bapak itu yang terlihat kesal, suhu udara memang panas.

Petugas itupun mengalah.

Sepertinya sederhana, tetapi menurut saya hal itu penting, minimal untuk pendataan. Selain itu membuat pemilih yang sama melakukan pemilihan kedua kali, karena pemilihan hanya menggunakan formulir sedangkan jika ingin memilih lagi dapat menggunakan KTP.

Hal-hal seperti ini meskipun terlihat sederhana namun harus segera dievaluasi dan dapat diperbaiki. Mengapa itu begitu penting? Karena petugas di TPS tidak semuanya paham tentang bagaimana memperlakukan pemilih dengan E-KTP.

Ada beberapa TPS yang menolak pemilih yang menggunakan E-KTP jikalau bukan warga atau pemilih yang sudah terdaftar di DPT TPS tersebut. Kesannya, pemilih seperti ini mulai mencoba mendatangi TPS yang berdekatan seperti berspekulasi di tempat di mana dia bisa diterima.

Kejadian ini membuat kebingungan terjadi di TPS, jikalau jarak TPS berjauhan dan tidak mudah dijangkau maka hilang sudah hak suara mereka. Solusinya jangka pendek,  tingkatkan kemampuan edukasi SDM para petugas TPS, lalu gunakan teknologi informasi digital untuk memverifikasi ulang calon pemilih pas hari H di TKP, jika ada keraguan. Jika itu dijalankan mungkin bisa lebih baik.

Semoga pesta demokrasi mendatang, hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi.

Cerita dari TPS di Kota Kupang, NTT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun