Sepertinya sederhana, tetapi menurut saya hal itu penting, minimal untuk pendataan. Selain itu membuat pemilih yang sama melakukan pemilihan kedua kali, karena pemilihan hanya menggunakan formulir sedangkan jika ingin memilih lagi dapat menggunakan KTP.
Hal-hal seperti ini meskipun terlihat sederhana namun harus segera dievaluasi dan dapat diperbaiki. Mengapa itu begitu penting? Karena petugas di TPS tidak semuanya paham tentang bagaimana memperlakukan pemilih dengan E-KTP.
Ada beberapa TPS yang menolak pemilih yang menggunakan E-KTP jikalau bukan warga atau pemilih yang sudah terdaftar di DPT TPS tersebut. Kesannya, pemilih seperti ini mulai mencoba mendatangi TPS yang berdekatan seperti berspekulasi di tempat di mana dia bisa diterima.
Kejadian ini membuat kebingungan terjadi di TPS, jikalau jarak TPS berjauhan dan tidak mudah dijangkau maka hilang sudah hak suara mereka. Solusinya jangka pendek, Â tingkatkan kemampuan edukasi SDM para petugas TPS, lalu gunakan teknologi informasi digital untuk memverifikasi ulang calon pemilih pas hari H di TKP, jika ada keraguan. Jika itu dijalankan mungkin bisa lebih baik.
Semoga pesta demokrasi mendatang, hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi.
Cerita dari TPS di Kota Kupang, NTT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H