Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

3 Hal yang Membuat Qatar Unggul Atas Jepang di Final Piala Asia 2019

2 Februari 2019   02:01 Diperbarui: 2 Februari 2019   02:27 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sanchez (kanan) lebih unggul kali ini dari Moriyazu I Gambar : EFE

Di  menit ke-12,  Almoez Ali yang dikawal Maya Yoshida  sambil membelakangi gawang Jepang mengontrol bola lalu dengan kaki kanan melakukan tendangan tembakan salto akrobatik yang membuat arah bola sulit diprediksi oleh Shuichi Gonda, kiper Jepang. Gawang Jepang bobol. Gol yang sangat berkelas dan membuat mental pemain Jepang terlihat menjadi goyah.

Zayed Sport City Stadium  menjadi saksi sejarah ketika timnas Qatar mendapat gelar pertama di Piala Asia usai menang 3-1 atas Jepang pada laga final di, Sabtu (1/2/2019) malam WIB.

Ketiga gol Timnas Qatar dicetak oleh striker andalan mereka Almoez Ali di menit ke-12 , Abdulaziz Hatem di menit ke-27 dan penalti Akram Afif di menit ke-83 sedangkan satu-satunya gol Jepang dihasilkan dari tendangan Takumi Minamino di menit ke-69.

Apa yang membuat Qatar berhasil mengandaskan ambisi Jepang, yang notabene adalah peraih gelar terbanyak di ajang ini? Paling tidak ada 3 (tiga) hal yang membuat Qatar lebih pantas meraih gelar juara Piala Asia 2019 dibandingkan Jepang.

Pertama,  lini pertahanan Qatar yang tampil lebih tangguh dari Jepang. Sebelum laga final, duel ketangguhan di lini belakang memang akan menjadi sorotan. Kedua tim memang pantas berada di final jika ditilik dari faktor ini.

Sepanjang  gelaran Piala Asia 2019 ini,  sebelum ke final, Qatar meraih rekor enam pertandingan tanpa kebobolan dengan mencetak 16 gol ke gawang lawan, sedangkan  Jepang hanya kemasukan 3 gol dan mencetak 11 gol ke gawang lawan.

Di dalam keadaan seperti itu, faktor pengalaman di laga besar biasanya akan menjadi faktor yang amat menentukan. Untuk hal ini, nama-nama seperti Maya Yoshida, Yuto Nagatamo di barisan Jepang di atas kertas  tentu jauh lebih unggul dari Tarek Salman, Boualem Khoukhi di jantung pertahanan Qatar.

Akan tetapi sebaliknya terjadi di laga final. Tarek Salman cs tampil amat termotivasi , tangguh dan tenang sepanjang pertandingan.

Di dalam formasi 5-3-2, Salman cs berhasil membuat Takumi Minamino, Yuya Osako dan Ritsu Doan di lini depan Jepang tidak berkutik. Serangan Jepang yang mengandalkan pergeraka pemain sayap seperti menembus tembok tebal khususnya di babak pertama sehingga supply bola terhadap Osako cs menjadi terhambat.

Terlihat sekali strategi Jepang yang ampuh dengan kuat bertahan dan membuat lawan  menjadi frustrasi karena tidak mampu menembus pertahanan lalu segera  "membunuhnya" seperti yang diperagakan saat menang atas Iran dengan skor 3-0 di babak semi final,  dicopy paste dengan sempurna oleh Qatar di babak final ini.

Bertahan dengan amat baik, Qatar tinggal mencari ruang dan menunggu waktu melakukan serangan balik  untuk membobol gawang Jepang. Berhasil, bukan satu, tiga gol dilesakkan Qatar yang mayoritas dilakukan melalui skema seperti ini.

Kedua, lini depan yang lebih tajam. Gelaran Piala Asia 2019 ini memunculkan nama Almoez Ali yang tampil amat fenomenal. Striker Qatar yang baru berusia 22 tahun ini, mencetak 9 gol di turnamen kali ini. Jumlah gol yang membuat Ali hanya terpaut lima gol dari Ali Daei, striker Iran yang menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa di gelaran Piala Asia dengan 14 gol. Ali sangat mungkin melampaui gol Ali Daei suat waktu nanti.

Almoez Ali, top skor Qatar memegang piala I Gambar : Strait TImes
Almoez Ali, top skor Qatar memegang piala I Gambar : Strait TImes
Di final melawan Jepang, di hadapan pemain-pemain belakang Jepang yang berpengalaman seperti Maya Yoshida, Nagatomo dan Sakai, Almoez Ali tak sungkan untuk semakin menunjukan sinarnya. Bahkan Ali mencetak gol pertama Qatar  dengan sangat berkelas dan penuh gaya.

Di  menit ke-12, Ali yang dikawal ketat Kapten Jepang, Maya Yoshida  ,sambil membelakangi gawang Jepang mengontrol bola dua kali lalu dengan kaki kanan melakukan tendangan tembakan salto akrobatik yang membuat arah bola bergerak sulit diprediksi oleh Shuichi Gonda, kiper Jepang.

Bola menyentuh tiang gawang sebelah kiri terlebih dahulu sebelum masuk ke gawang. Gol yang sangat berkelas dan membuat mental pemain Jepang terlihat menjadi goyah.

Gaya mencetak gol dan penampilan Almoez Ali membuat pemain belakang Jepang terlihat seperti amatir dalam pertandingan kali ini.

Setiap kali Ali memegang bola dan bekerja sama dengan partnernya di lini depan, Akram Afif maka  lini belakang Jepang yang dikomandoi Yoshida menjadi keteteran.

Gol kedua Qatar juga terbilang karena sumbangsih Ali dan Afif yang mampu membuka ruang kosong bagi Abdulaziz Hatem untuk mencetak gol yang juga bisa dibilang spektakuler.

Ketiga, pelatih Felix Sanchez yang lebih cerdik dari Hajime Moriyasu. Lagi-lagi di atas kertas, seharusnya Pelatih Jepang, Moriyasu dapat dikatakan lebih unggul dari pelatih Qatar, Sanchez.

Sanchez (kanan) lebih unggul kali ini dari Moriyazu I Gambar : EFE
Sanchez (kanan) lebih unggul kali ini dari Moriyazu I Gambar : EFE
Mengapa demikian? Bersama Moriyasu tampil selalu apik sebelum gelaran Piala Asia 2019.  Bahkan di Piaal Dunia Rusia 2018, hanya tim kuat Belgia yang mampu menghentikan Jepang di babak knock out.

Moriyasu yang ikut merengkuh trofi Piala Asia pertama Samurai Biru sebagai pemain pada  1992,  mampu meracik formasi 4-4-2 yang dipilihnya dan membuat Jepang menjadi sangat seimbang di setiap lini.

Akan tetapi di laga final kali ini, Moriyasu harus mengakui bahwa dia kalah cerdik dari pelatih Qatar, Felix Sanchez.

Sanchez yang pernah melatih di Akademi Barcelona, dengan cerdik mendapatkan anti tesis formasi 4-4-2 dengan formasi 5-3-2 yang dibesutnya. Aliran bola Jepang terputus, pergerakan dari sayap dimatikan, sehingga bola lebih sering bergerak di lini tengah Jepang.

Sanchez yang juga pernah mengarsiteki Timnas Qatar di berbagai level umur mulai dari U-19, U-20, dan U-23 juga cerdas dalam melakukan pergantian pemain, mungkin karena sudah sangat paham akan karakter bermain para pemainnya di tim berjuluk The Maroon tersebut.

Saat Jepang menambah daya gedor dengan memasukan striker Yoshinori Muto, tak lama kemudian Sanchez memasukan tambahan gelandang Karim Boudiaf menggantikan striker, Al Haidos. Pergantian yang membuat pergerakan pemain Jepang menjadi tetap tidak bebas.

Saat strategi lawan seperti dikunci, Qatar pun tinggal menunggu waktu sampai wasit Ravshan Irmatov asal Uzbekistan meniup peluit panjang tanda pertandingan berakhir. Qatar resmi menjadi juara Piala Asia 2019.

Kekalahan ini membuat Jepang yang telah mencatatkan sebagai negara yang telah empat kali menjuarai Piala Asia yakni pada tahun 1992, 2000, 2004 dan 2011 gagal merengkuh gelar kelimanya.

Selain itu fakta lain yang mengatakan bahwa Jepang selalu juara apabila lolos ke final juga terpatahkan. Qatar mencatatkan dirinya sebagai negara kesembilan yang pernah meraih gelar juara sejak turnamen bergulir pada 1956,  menyamai Korea Selatan, Israel, Iran, Kuwait, Arab Saudi, Irak, Australia dan tentunya Jepang.

Selamat Qatar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun