Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Geledah Kantor PSSI dan "Penyesalan" Ratu Tisha

30 Januari 2019   22:16 Diperbarui: 31 Januari 2019   01:49 2596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satgas Antimafia Bola Polri saat menggeledah Kantor PSSI hari ini I Istimewa/satgas antimafia bola (tribunnews.com)

Satgas Antimafia Bola bentukan Polri semakin garang dan berani. Pada hari Rabu (30/1/2019), Satgas menggeledah kantor PSSI. Bukan satu tetapi dua sekaligus.

PSSI memang nampak seperti mempunyai dua kantor. Pertama di kawasan fX Sudirman, Jakarta pusat yang menjadi kantor baru federasi, dan yang kedua di kawasan Kemang, Jakarta Selatan yang dikatakan sebagai kantor lama PSSI. PSSI memang sedang dalam masa transisi untuk memindahkan kantornya yang di Kemang (habis kontrak 31 Januari) ke FX.

Pertanyaan yang pantas diajukan adalah, apa yang sedang dicari Satgas saat menggeledah kantor PSSI?

Ketua Tim Media Satgas Anti Mafia Bola Kombes Argo Yuwono yang ikut melakukan penggeledahan menjelaskan bahwa penggeledahan di kedua tempat ini bertujuan untuk mencari dokumen terkait kegiatan persepakbolaan dan anggaran tahunan.

"Tentang dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sepakbola dan anggaran tahun 2017 dan 2018," ujar Argo Yuwono.

Dimulai sejak pukul 11.00 WIB, tim Satgas mulai memasuki setiap ruangan di Kantor PSSI. Karena ada dua kantor yang terpisah, diterjunkan dua tim.

Penggeledahan di fX Sudirman dipimpin oleh Kombes Roycke Harry Langie dan Kombes Argo. Sementara penggeledahan di kantor Kemang dipimpin oleh AKBP Ade Ary Syam Indardi dan Kombes Syahar Diandono.

Tiga jam menggeledah, Satgas mendapatkan hasil. Ada lima boks berisi ratusan dokumen, yang isinya dokumen Liga 1, Liga 2, Liga 3, daftar wasit hingga transaksi keuangan dari Kantor PSSI di Jalan Kemang V No. 5.

"Ada dua boks besar dan tiga boks kecil. Ini dibawa ke posko dan assesement lagi, mana yang terkait dengan penyidikan, nanti akan kami sita, nanti kami dalami dan dari dokumen ini akan ada pengembangan lebih lanjut," ujar Kabagpenum Mabes Polri, Sahar Diantono.

Sampai dengan pukul 18.00 WIB, Satgas masih belum selesai mengerjakan tugasnya dengan masih melaksanakan penggeledahan di Kantor PSSI di kawasan fx Sudirman.

***
Di tengah Satgas melakukan tugasnya, PSSI melalui Sekjennya, Ratu Tisha memberi keterangan pada wartawan. Menariknya Tisha sendiri ketika ditanyakan apa maksud penggeledahan yang terjadi mengatakan tidak paham dengan apa yang dilakukan oleh Satgas.

Saya sendiri lebih memilih frasa "penyesalan" bernada kekecewaan saat membaca komentar demi komentar dari Sekjen PSSI berusia 33 tahun itu terhadap penggeledahan yang dilakukan oleh Satgas.

Menurut saya, paling tidak ada 3 (tiga) "penyesalan" Ratu Tisha terhadap penggeladahan Satgas yang dapat disimak berdasarkan komentar-komentarnya.

Pertama, Tisha menyesali mengapa Satgas tidak meminta dokumen yang dibutuhkan kepada PSSI, tanpa harus melakukan penggeledahan.

"Saya belum tahu, intinya apapun yang dicari, kan, bisa diomongkan ke PSSI, pemeriksaan pun kalau dirasa ada yang kurang data-datanya, ya akan kami carikan dan apapun yang bisa kami dukung untuk kepolisian," kata Tisha di Hotel Sultan.

Ratu Tisha sendiri sempat menemani Satgas beberapa saat sebelum pergi untuk menghadiri acara perkenalan Bima Sakti sebagai pelatih Timnas U-16 di Hotel Sultan.

Dari komentarnya ini, mungkin perspektif yang dipakai oleh Tisha adalah PSSI dan Polri sebagai mitra dalam memberantas mafia bola. Sebagai mitra, mungkin Tisha berharap PSSI dan Polri dapat saling menghormati. Saling respek satu sama lain. Penggeledahan Polri tidak menunjukan hal itu, mungkin begitu yang dipikirkan Tisha.

Akan tetapi, Tisha juga mungkin harus memahami bahwa jika sudah bicara atas nama hukum dan penyelidikan, tidak ada ruang kompromi dalam bentuk apapun, meskipun dalam wadah kemitraan.

Dalam melakukan tugasnya, menguak kebenaran di dalam mewabahnya pengaturan skor atau dalam situasi "darurat" seperti ini, Satgas Polri mungkin berpikir perlu tindakan berani meski harus mengorbankan saling respek antar organisasi.

Kedua, Tisha merasa dokumen yang dicari oleh Satgas tidak berfaedah dalam penyelidikan kasus mafia bola, khususnya dokumen dokumen anggaran 2017 dan 2018.

"Posisinya seluruh yang ada di PSSI sudah dipertanggungjawabkan dengan baik, termasuk laporan keuangan, penyusunan anggaran, hingga penyelenggaraan Asian Games yang menjadi projek khusus, PSSI telah mempertanggungjawabkan di kongres dan kepada Menpora pada tahun lalu," ungkap Tisha.

Sepertinya logika yang dipakai oleh Tisha adalah jika dokumen anggaran itu sudah dipertanggungjawabkan di kongres dan Kemenpora untuk apa lagi diutak atik?

Memang ada benarnya yang dikatakan Tisha, namun tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam sistim yang buruk, yang benar bisa jadi salah dan sebaliknya, yang salah bisa jadi benar. Inilah yang ingin diselidiki Satgas.

Ketiga, Tisha menguatirkan ada hal yang kontraproduktif pasca penggeledahan oleh Satgas.

"Jangan sampai menjadi kontraproduktif. Apa itu kontraproduktif yang membuat kami terhenti melakukan pekerjaan kami yang sebenarnya. Intinya itu untuk kejayaan tim nasional." ujar Tisha.

Wajar Tisha berpikir demikian. Salah satu kekuatiran jika insitusi lain mengintervensi kerja lembaga sepak bola adalah membatasi ruang gerak kerja PSSI. Apalagi, jika dokumen yang disita berhubungan dengan program kerja yang harus dilakukan tentu saja dapat menghambat kinerja PSSI ke depannya.

Akan tetapi yang Tisha mungkin harus pahami adalah pecinta sepak bola nasional sekarang sedang menaruh kepercayaan yang tinggi kepada kinerja Satgas untuk memberantas mafia, sebaliknya kepercayaan kepada PSSI sudah mendekati titik terendah, akibat banyak pengurus yang menjadi tersangka pengaturan skor.

Oleh karena itu, meskipun harus sedikit "menghambat" kerja PSSI ke depannya, tindakan Satgas dianggap yang terbaik untuk kebaikan sepak bola nasional. Tisha mungkin harus sedikit lebih pasrah atau sabar.

***
Saya sendiri berpikir, poin-poin di atas ini tidak serta merta membuat kita berkesimpulan bahwa Tisha (baca: PSSI) tidak mendukung kerja Satgas. Komentar yang dilontarkan dalam bentuk atau bernada saran dan masukan bagi Satgas masih  dalam batas kewajaran.

Berbeda dan lain ceritanya jika PSSI memberikan perlawanan atau menolak penggeledahan.

Di akhir komentarnya, Tisha bahkan menyemburkan optimisme bahwa PSSI yang sekarang juga berharap yang terbaik untuk kebaikan sepak bola nasional di masa depan.

"Kami melakukan apapun, bekerja sama PSSI dengan kepolisian, dan masyarakat. Kami mintakan feedback-nya sampai seluruh hal ini, kami lakukan untuk kemajuan sepakbola kami," ujar Tisha.

"Harus ada harapan-harapan yang kami munculkan, biar yang sekarang jadi problem jangan sampai terjadi lagi di kemudian hari, kami selesaikan, kami komitmen all out," tegas Tisha di akhir komentarnya.

Sepakat. Dimulai dengan terus all out mendukung kerja Satgas Antimafia Bola Polri.

Referensi :

  1. Kompas.com (30/01/2019), Satgas Antimafia Bola Geledah Dua Kantor PSSI.
  2. Detik.com (30/01/2019), PSSI Tidak Tahu Apa yang Dicari Satgas Anti Mafia Bola

KampungNTT - Kompasianer Kupang dan NTT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun