Saya sendiri lebih memilih frasa "penyesalan" bernada kekecewaan saat membaca komentar demi komentar dari Sekjen PSSI berusia 33 tahun itu terhadap penggeledahan yang dilakukan oleh Satgas.
Menurut saya, paling tidak ada 3 (tiga) "penyesalan" Ratu Tisha terhadap penggeladahan Satgas yang dapat disimak berdasarkan komentar-komentarnya.
Pertama, Tisha menyesali mengapa Satgas tidak meminta dokumen yang dibutuhkan kepada PSSI, tanpa harus melakukan penggeledahan.
"Saya belum tahu, intinya apapun yang dicari, kan, bisa diomongkan ke PSSI, pemeriksaan pun kalau dirasa ada yang kurang data-datanya, ya akan kami carikan dan apapun yang bisa kami dukung untuk kepolisian," kata Tisha di Hotel Sultan.
Ratu Tisha sendiri sempat menemani Satgas beberapa saat sebelum pergi untuk menghadiri acara perkenalan Bima Sakti sebagai pelatih Timnas U-16 di Hotel Sultan.
Dari komentarnya ini, mungkin perspektif yang dipakai oleh Tisha adalah PSSI dan Polri sebagai mitra dalam memberantas mafia bola. Sebagai mitra, mungkin Tisha berharap PSSI dan Polri dapat saling menghormati. Saling respek satu sama lain. Penggeledahan Polri tidak menunjukan hal itu, mungkin begitu yang dipikirkan Tisha.
Akan tetapi, Tisha juga mungkin harus memahami bahwa jika sudah bicara atas nama hukum dan penyelidikan, tidak ada ruang kompromi dalam bentuk apapun, meskipun dalam wadah kemitraan.
Dalam melakukan tugasnya, menguak kebenaran di dalam mewabahnya pengaturan skor atau dalam situasi "darurat" seperti ini, Satgas Polri mungkin berpikir perlu tindakan berani meski harus mengorbankan saling respek antar organisasi.
Kedua, Tisha merasa dokumen yang dicari oleh Satgas tidak berfaedah dalam penyelidikan kasus mafia bola, khususnya dokumen dokumen anggaran 2017 dan 2018.
"Posisinya seluruh yang ada di PSSI sudah dipertanggungjawabkan dengan baik, termasuk laporan keuangan, penyusunan anggaran, hingga penyelenggaraan Asian Games yang menjadi projek khusus, PSSI telah mempertanggungjawabkan di kongres dan kepada Menpora pada tahun lalu," ungkap Tisha.
Sepertinya logika yang dipakai oleh Tisha adalah jika dokumen anggaran itu sudah dipertanggungjawabkan di kongres dan Kemenpora untuk apa lagi diutak atik?