Selanjutnya memberi saran untuk perbaikan kinerja wasit, poin yang kelihatan mayoritas mengisi maksud isi surat tersebut.
"Tapi secara bersamaan, lakukan juga peninjauan ulang terhadap sistem pengaturan wasit. Tinjau ulang tentang aturan penggajian dan kewajiban tuan rumah untuk membiayai wasit dan perangkat. Wasit adalah pilar pertandingan. Sudah cukup penonton berkelahi, penonton rusuh karena kesalahan wasit," saran Krishna.
Untuk menutup suratnya, Khrisna menuliskan sesuatu yang terdengar cukup pahit bagi pengurus PSSI.
"Semoga ini bisa membantu memperbaiki sepak bola Indonesia. Kalau anda tidak mau mundur, setidaknya anda memperbaiki dari dalam sebagaimana harapan anda. Kadang cinta terlalu besar itu bisa melukai." tulis Khrisna, lugas.
***
Apa yang membuat saya menganggap surat ini menarik untuk disimak? Paling tidak ada 3 (tiga) hal yang dapat dikemukakan.
Pertama, momentum surat. Surat ini ditulis sesudah Ketum PSSI, Edy Rahmayadi mengundurkan diri. Sepertinya, Khrisna ingin berlaku hormat dan sopan kepada Edy---sesama Jenderal, meski dari kesatuan berbeda.
Saya rasa, surat ini mungkin akan lebih afdol dituliskan sesaat sesudah Khrisna dan tim bekerja di Satgas pada Desember lalu.
Akan tetapi momentum ini juga bisa dianggap tepat karena terkadang maksud surat yang baik, belum tentu dianggap baik oleh sang penerima, tergantung suasana hari, cara pikir penerima dan soal momentum.
Menuliskan surat ini ketika Edy tidak lagi berkuasa membuat surat ini sunghuh telak menjadi konsumsi para pengurus PSSI saja. Bisa dikatakan tepat, karena dari penyelidikan dan penetapan tersangka nampak bahwa pokok persoalannya memang di pengurus, bukan di Edy. Begitu kira-kira.
Kedua, isi surat yang dapat menjelaskan akar persoalan utama di PSSI. Wasit, wasit, dan wasit.