Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Di Balik Pemecatan Julen Lopetegui

30 Oktober 2018   07:29 Diperbarui: 30 Oktober 2018   07:13 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesabaran Dewan Direksi Real Madrid sudah mencapai batasnya. Rasa malu atas kekalahan Madrid dari Barcelona dengan skor telak 1-5 di laga El Clasico  pada Minggu 28 Oktober 2018 sepertinya menjadi puncaknya, sehingga sudah perlu ada tindakan tegas untuk sebuah perubahan di Madrid.

Harus ada yang disalahkan dan harus ada tindakan tegas untuk memulai sebuah lembaran baru untuk perubahan. Pelatih, Julen Lopetegui secara resmi dipecat!

"Dewan Direksi Real Madrid dalam sidangnya, Senin (29/10) telah menyepakati untuk mengakhiri kontrak Julen Lopetegui dengan klub. Keputusan ini diambil berdasarkan rasa tanggung jawab dengan tujuan untuk mengubah dinamika yang saat ini sedang dilalui tim inti dan dengan berpijak pada keyakinan bahwa semua target musim ini masih bisa dicapai," tulis pernyataan resmi Real Madrid.

Pelatih bernama lengkap Julen Lopetegui Argote itu dipecat hanya kurang lebih empat bulan di di Estadio Santiago Bernabeu setelah resmi ditunjuk menjadi pelatih Madrid menggantikan Zinedine Zidane.

Ada sebuah hal menarik dari pemecatan ini, yakni soal angka 14. Dilansir dari Gracenote Live, Julen Lopetegui memiliki 14 angka huruf di dalam namanya, telah memimpin Los Blancos dalam 14 pertandingan, membuat Madrid hanya mendapatkan 14 poin di La Liga, dengan 14 gol memasukan dan 14 kebobolan.

Saya bahkan mengira mengapa Lopetegui yang berusia 52 tahun ini istimewa dengan angka 14 di saat pemecatannya? Ah, Jika angka 13 adalah angka sial maka dia jauh melebihi kesialan tersebut.

Mengapa saya mengatakan demikian. Langkah Lopetegui untuk menjadi pelatih Madrid dapat dikatakan sebuah langkah berani dan penuh resiko. Langkah berani, karena demi Madrid Lopetegui bahkan melepaskan kesempatan untuk memimpin Timnas Spanyol ke Piala Dunia 2018 Rusia. Padahal di tangan Lopetegui, Spanyol sudah tampil apik dan menjadi kandidat juara. Penuh resiko, karena siapa pelatih yang akan yakin bisa menyamai prestasi Madrid di era Zidane apalagi tanpa Ronaldo.

Apa daya, setiap kesempatan memiliki resikonya, dan sampai di titik ini, mungkin ada penyesalan di dalam diri Lopetegui.

Namun itulah sepak bola, pelatih menjadi orang di baris paling depan untuk disalahkan jikalau tim yang diasuhnya mengalami periode buruk. Ernesto Valverde, Pelatih Barcelona, sesudah menang atas Madrid mengatakan itu dengan begitu jelas.

"Semuanya fokus pada pelatih. Inilah yang terjadi dalam sepakbola. Saya menempatkan diri sendiri pada posisinya, dan saya tahu ia (Lopetegui) menjalani momen sulit" ujar Valverde.

"Apa yang terjadi pada Lopetegui dapat terjadi pada saya dalam tiga pekan. Begitulah -- kami diekspos sebagai pelatih. Saya mendoakan yang terbaik untuk Julen" tambah Valverde, saat itu.

Namun sayang, yang terbaik menurut Valverde, adalah yang terburuk bagi Lopetegui, yaitu dipecat dari Madrid. Dewan direksi Madrid akhirnya menunjuk pelatih tim junior Madrid, Santiago Solari sebagai pelatih sementara.

Jikalau harus memahami keputusan ini, maka saya pikir keputusan ini adalah sebuah keputusan yang tepat. Paling tidak ada tiga alasan yang dapat dikemukakan.

Pertama, pekan La Liga baru memasuki pekan kesepuluh, akhirnya memungkinkan untuk sebuah perubahan. "Keputusan ini diambil berdasarkan rasa tanggung jawab dengan tujuan untuk mengubah dinamika yang saat ini sedang dilalui tim inti dan dengan berpijak pada keyakinan bahwa semua target musim ini masih bisa dicapai" kata direksi.

Jalan La Liga masih amat panjang, pertandingan belum sepertiganya. Ini berarti, jikalah diagnosa penyakit adalah seorang LOpetegui, maka masih ada harapan di tangan Solari atau tangan Antonio Conte yang menjadi kandidat kuat pelatih, Madrid akan berubah.

Pelatih baru dipercaya memiliki kesempatan yang cukup untuk memperbaiki performa Madrid yang saat ini tersungkur hingga ke posisi kesembilan klasemen sementara,

Kedua, Lopetegui sudah terbukti tidak mampu mengorganisir sebuah tim yang secara pemain memiliki kualitas amat baik. Selain kehilangan Ronaldo yang hijrah ke Juventus, skuad Madrid tidak berubah. Skuad yang selalu tampil kuat di La Liga dan luar biasa di Eropa.

Artinya ada ketidakseimbangan di sana. Memiliki delapan pemain yang dinominasikan untuk pemain terbaik dunia, maka Dewan Direksi memahami bahwa ada kesenjangan yang besar antara kualitas staf pelatih Real Madrid dan pemain bintang yang dimiliki.

Lopetegui bisa saja dianggap kuat secara taktikal tetapi secara manajemen pemain, Lopetegui telah terbukti tidak mampu melakukannya sehingga berdampak di lapangan. Real Madrid telah gagal menang di liga sejak mengalahkan Espanyol pada 22 September, kalah dari Sevilla, Alaves, Levante dan bermain imbang dengan Atletico Madrid sebelum pertandingan Minggu 5-1 oleh Barcelona.

Ketiga, Lopetegui mulai tidak mendapatkan kepercayaan dari para pemain. Sebelum laga El Classico melawan Barcelona, para pemain memberikan dukungan penuh terhadap Lopetegui, terutama pemain yang pernah diasuhnya di timnas junior Spanyol atau timnas senior, seperti Isco, Nacho dll.

Tetapi sepertinya setelah laga El Classico hal itu sudah berubah. "Itu [pemecatan] bukanlah keputusan kami [pemain]. Kami selalu mengatakan bahwa kami 100 persen mendukung siapa pun yang jadi pelatih dan keputusan seperti itu datang dari atas dan kami harus menerimanya." Ujar Kapten tim, Sergio Ramos.

Hal ini bisa dipahami karena selain pemain haus prestasi, dikabarkan akhir-akhir ini, Lopetegui yang biasanya hangat di sesi latihan dan ruang ganti pemain menjadi pribadi yang sering marah-marah dan pemain menjadi tidak nyaman.

Beberapa hal ini didukung juga oleh data Opta. "Terakhir kali Real Madrid berada di posisi kesembilan atau lebih rendah di La Liga pada tahap musim ini adalah pada 2001/2002 (ke-11)," tulis Opta.

Selain itu Opta juga memberikan sebuah kenyataan pahit bahwa, Lopetegui menjadi manajer kedua yang paling sedikit menukangi Madrid sebelum dipecat.  "Sejak 1929, satu-satunya manajer Real Madrid yang mengelola lebih sedikit pertandingan di semua kompetisi dibanding Julen Lopetegui (14) adalah Jose Antonio Camacho pada 2004 (6)," tulis Opta.

Sebuah akhir tragis dari Lopetegui. Kita tunggu saja bagaimana kiprah Madrid tanpanya. Semoga Real Madrid dapat tampil lebih baik tanpa Lopetegui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun