Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tabloid Bola, Dodo dan Kakak Ipar

19 Oktober 2018   14:32 Diperbarui: 19 Oktober 2018   16:18 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jikalau sekarang Tabloid Bola juga bisa mengungkapkan perasaannya kepada para penikmat Tabloid Bola, mungkin Tabloid Bola akan bersedih dan mengucapkan terima kasih untuk segala usaha, doa dan juga uang yang dihabiskan untuk membeli dan membaca Tabloid Bola selama ini. 

Tetapi untuk saya, mungkin Tabloid Bola akan mengacuhkan saya, bahkan tak memberi muka sedikit pun. Mengapa? Simak cerita saya berikut.

Saya mengenal tulisan sepak bola pertama di koran bernama Suara Pembaharuan yang pada awalnya bernama Sinar Harapan di awal 1990-an. Bapak saya memang menggandrungi koran tersebut, sepertinya  ada muatan politis dari keputusannya berlangganan koran tersebut. 

Tetapi saya tak peduli, yang penting ada cerita sepak bola di dalamnya, meski maksimal hanya satu halaman bolak balik di bagian belakang serta dibatasi info film terkini bioskop di bagian bawah.

Meski sudah cukup senang dapat membaca bola melalui koran tersebut, saya tentu akan tercengang ketika melihat ada tabloid yang semuanya berisi info sepak bola dan olah raga.  Saya baru mengenal dekat Tabloid Bola saat berada di bangku SMA di awal tahun 2000. Di Kupang, NTT, tempat saya tinggal, Tabloid olah raga ini dijual di Toko bernama Rapi dan toko lain bernama Semangat. Hanya di kedua toko itu.

Sebagai anak dengan uang jajan terbatas, saya hanya bisa menikmati gambar-gambar menarik itu dari  luar toko. Halaman yang berwarna dengan wajah pemain bola berukuran besar yang amat menarik pandang  mata saya setiap kali melewati kedua toko tersebut.  Tetapi ya itu, Tabloid Bola itu ibarat gadis muda cantik di sekolah yang saya takut dekati karena sadar akan kemampuan diri sendiri. Fuh!

Peruntungan saya akhirnya berubah saat bertemu dengan Dodo. Teman kelas sebelah berkacamata tebal, bertubuh gempal yang murah senyum. Kami cukup akrab karena permainan catur. Dodo senang mengamatijika seusai sekolah saya bermain catur menggunakan papan catur kecil magnet dengan beberapa teman yang lain.

Di sela-sela bermain catur kami juga bercengkerama soal bola. Pengetahuan bola Dodo di atas rata-rata, ceritanya mirip Rayana Djakasurya. Kami sering terpana mendengarkan Dodo bercerita. Apalagi jika Dodo bercerita, sambil berlagak sedikit-sedikit mengangkat kacamatanya, maka akan sangatlah lama. Syukurnya, ber- isi.

"Wah tahu darimana info tersebut Do?" tanya saya suatu waktu.

"Tabloid Bola...nold" jawab Dodo.

"Wah.....kapan-kapan bawa ke sekolah dong" kata saya.

Dodo memang akhirnya membawa Tabloid Bola ke sekolah. Tetapi kita harus mengantri untuk membacanya. Dodo sudah menjepret Tabloid Bola tersebut sehingga kita tidak bisa membagi-bagi per halaman untuk membacanya lebih cepat.

"Biar jangan hilang..." kata Dodo memberi alasan. Tetapi itu hanyalah alasan yang dibuat Dodo. Dodo tahu, untuk berita bola, kami ini "buaya", jika Dodo melepas jepretan itu, beberapa halaman pasti akan hilang setelah dikumpulkan kembali.

Karena harus bergiliran, saya sering tak mendapat giliran baca. Saya akhirnya berpikir keras  bagaimana cara mengambil hati Dodo agar dapat meminjam dan membawanya ke rumah. Beberapa kawan mengatakan itu adalah hal yang mustahil, Dodo bukan pelit, dia hanya tak mau barangnya tidak bisa dirawat orang lain. Sama saja.

Perlahan-lahan saya mulai tahu cara paling mujarab mendapat pinjaman Tabloid Bola dari Dodo, yaitu dengan terlebih dahulu memuji klub AC Milan, klub kesayangan Dodo sedari lahir hingga akhirat nanti-- begitu pengakuannya. Sebenarnya cukup berat bagi saya yang notabene seorang Juventini, tetapi tak apalah demi meminjam gratisan, saya rela sehari  atau bahkan sebulan menjadi seorang Milanisti.

Selain itu, meskipun bertubuh gempal, Dodo sering mengibaratkan dirinya seorang Paulo Maldini ketika kami bermain bola bersama di lapangan sekolah. Untuk mendukung misi saya, saya bahkan memanggilnya,  "DoMa", Dodo Maldini. Dodo tentu amatlah senang dipanggil demikian, meskipun agak lucu. DoMA?. Nama apa itu???

Jika dia ingin menendang seperti seorang yang akan mengeksekusi penalti, saya akan dipanggilnya Sebastiano Rossi, dengan harapan saya mau menjaga gawang. Saya sih oke-oke saja, meski tangan akan terasa sakit menahan bola keras tendangan Dodo.  Meski menderita,  demi Tabloid Bola saya siap melakukannya.

"Ini nold...bawa aja ke rumah, ada cerita bagaimana Milan bisa menang atas Juventus" ujar Dodo suatu saat yang mulai luruh dengan "rayuan" saya. Wah, mujizat akhirnya terjadi.

 Saya membalasnya dengan  tersenyum (terpaksa) dan berterimakasih sambil memasukan Tabloid Bola pemberian Dodo ke dalam tas butut selempang berwarna hitam milik saya.

Ada cerita menarik tentang proses belas kasih Dodo ini. Jika AC Milan sering menang, Dodo akan membiarkan Tabloid Bola itu menginap di rumah saya cukup lama, bahkan terkadang Dodo juga lupa memintanya kembali. Terkadang saya berpikir ini adalah sebuah cara propaganda Dodo untuk membuat saya benar-benar berganti klub favorit. 

Ah, tak apa,  yang penting selama hampir dua tahun saya membaca Tabloid Bola tanpa membeli alias gratisan. Jika sudah tidak diambil Dodo, saya sering menggunting beberapa profil pemain serta langkah-langkah catur untuk dijadikan kliping.

"Do..kuliah dimana Do?" tanya saya sesaat sesudah kami lulus SMA.

"Di Jawa nold...."jawab Dodo singkat. 

Muka saya berubah sedih. Artinya, selesai sudah waktu mendapat gratisan Tabloid Bola dari Dodo.

Sesudah waktu itu, saya tidak teratur membaca bola, hingga Bola terbit bukan saja Jumat saja tetapi Selasa dan Kamis. Kadang-kadang saya membaca Bola jika ada teman yang membawa ke kampus dan terkadang pula saya membelinya jika merasa ada edisi yang teramat spesial.

Tak berapa lama, kurang lebih dua tahun, berkah yang lebih besar dari kebaikan seorang Dodo datang melingkupi saya lagi. Kakak laki-laki saya akan menikah, dan calon ipar saya itu ternyata penyuka bola dan seorang penggemar Lazio garis keras, Laziale.

Sesudah resmi menikah dan masih tinggal di rumah kami, suatu waktu sang kakak ipar bernama Dewi tersebut bertanya pada saya.

"Nold..saya mau berlangganan Tabloid Bola, kira-kira mau yang Edisi Selasa atau Kamis" tanya Kaka Dewi.

"Edisi Selasa..kak..." jawab saya cepat, sebelum pertanyaan seperti mimpi ini hilang. Alasan saya sederhana waktu itu, mendapat review hasil pertandingan di edisi selasa bagi saya lebih menarik daripada preview.

Singkat cerita, Tabloid Bola akhirnya bisa saya nikmati secara reguler lagi, meski hanya edisi Selasa. Sebagai adik ipar yang baik, kebaikan kak Dewi harus saya apresiasi dengan tidak akan sedikitpun menyinggung perasaannya ketika Lazio kalah di Seri A. Saya akan menguatkan hatinya, demi langganan Tabloid Bola tetap lancar.

"Lazio akan bangkit kak, jangan kecewa" kata saya berlagak memberi penghiburan bagi kakak Ipar.  Bahkan, jika Lazio kalah dari Juventus, saya lebih memilih untuk diam. Saat membaca berita kekalahan Lazio,  jika ada sang kakak Ipar di samping,  saya akan sengaja mengerutkan dahi, seperti ikut prihatin.  Semuanya demi kelangsungan berlangganan Tabloid Bola.

Usia langganan Tabloid Bola di bawah kekuasaan kaka Ipar akhirnya berakhir, sesudah Dewi dan kakak saya berpindah rumah ke rumah pribadi mereka. Meskipun kembali bersedih, saya bersyukur karena bertahun-tahun dapat menikmati Tabloid Bola lagi-lagi dengan gratisan. Sesudah itu saya tidak terlalu sering menikmati bola dan bahkan tak pernah membelinya sama sekali, apalgi ketika sudah menjadi harian.

Sekarang, setiap kali melewati toko Rapi atau Semangat, saya selalu teringat tentang Tabloid Bola, hingga akhirnya dalam lima tahun terakhir Toko Rapi telah berubah menjadi toko Handphone dan toko Semangat berubah menjadi tempat menjual berbagai hasil tanaman organik.  Tamat.

***

Sebelum pengumuman tentang Tabloid Bola yang akan tamat minggu depan, beberapa hari lalu saya sempat bercengkrama dengan seorang teman tentang persaingan koran, Tabloid dengan media online.

"Kompas, Tabloid Bola..itu kuat karena masih ada yang pasang iklan di sana dan masih ada yang beli" ujar teman. Saya hanya manggut-manggut saja mendengar pernyataannya.

Beberapa hari kemudian.

"Bro...Tabloid Bola tamat" kata saya kemarin pada teman yang sama.

"Wah..artinya tak ada lagi iklan dan mungkin tak ada yang beli lagi. Dulu bro sering beli Tabloid bola kah?" tanya teman tadi.

Saya hanya bisa terdiam dan tersenyum-- agak malu menceritakannya. 

Terima Kasih Tabloid Bola yang pernah bersama mengisi kehidupan saya meski saya hampir tak pernah membeli. Eh..Terima kasih juga buat Dodo dan Kaka Dewi.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun