"Di Jawa nold...."jawab Dodo singkat.Â
Muka saya berubah sedih. Artinya, selesai sudah waktu mendapat gratisan Tabloid Bola dari Dodo.
Sesudah waktu itu, saya tidak teratur membaca bola, hingga Bola terbit bukan saja Jumat saja tetapi Selasa dan Kamis. Kadang-kadang saya membaca Bola jika ada teman yang membawa ke kampus dan terkadang pula saya membelinya jika merasa ada edisi yang teramat spesial.
Tak berapa lama, kurang lebih dua tahun, berkah yang lebih besar dari kebaikan seorang Dodo datang melingkupi saya lagi. Kakak laki-laki saya akan menikah, dan calon ipar saya itu ternyata penyuka bola dan seorang penggemar Lazio garis keras, Laziale.
Sesudah resmi menikah dan masih tinggal di rumah kami, suatu waktu sang kakak ipar bernama Dewi tersebut bertanya pada saya.
"Nold..saya mau berlangganan Tabloid Bola, kira-kira mau yang Edisi Selasa atau Kamis" tanya Kaka Dewi.
"Edisi Selasa..kak..." jawab saya cepat, sebelum pertanyaan seperti mimpi ini hilang. Alasan saya sederhana waktu itu, mendapat review hasil pertandingan di edisi selasa bagi saya lebih menarik daripada preview.
Singkat cerita, Tabloid Bola akhirnya bisa saya nikmati secara reguler lagi, meski hanya edisi Selasa. Sebagai adik ipar yang baik, kebaikan kak Dewi harus saya apresiasi dengan tidak akan sedikitpun menyinggung perasaannya ketika Lazio kalah di Seri A. Saya akan menguatkan hatinya, demi langganan Tabloid Bola tetap lancar.
"Lazio akan bangkit kak, jangan kecewa" kata saya berlagak memberi penghiburan bagi kakak Ipar. Â Bahkan, jika Lazio kalah dari Juventus, saya lebih memilih untuk diam. Saat membaca berita kekalahan Lazio, Â jika ada sang kakak Ipar di samping, Â saya akan sengaja mengerutkan dahi, seperti ikut prihatin. Â Semuanya demi kelangsungan berlangganan Tabloid Bola.
Usia langganan Tabloid Bola di bawah kekuasaan kaka Ipar akhirnya berakhir, sesudah Dewi dan kakak saya berpindah rumah ke rumah pribadi mereka. Meskipun kembali bersedih, saya bersyukur karena bertahun-tahun dapat menikmati Tabloid Bola lagi-lagi dengan gratisan. Sesudah itu saya tidak terlalu sering menikmati bola dan bahkan tak pernah membelinya sama sekali, apalgi ketika sudah menjadi harian.
Sekarang, setiap kali melewati toko Rapi atau Semangat, saya selalu teringat tentang Tabloid Bola, hingga akhirnya dalam lima tahun terakhir Toko Rapi telah berubah menjadi toko Handphone dan toko Semangat berubah menjadi tempat menjual berbagai hasil tanaman organik. Â Tamat.