Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menilai Obat Djanur yang Belum Manjur untuk Persebaya

12 September 2018   23:00 Diperbarui: 12 September 2018   23:23 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Djadjang Nurjaman I Gambar: Bolasport

Persebaya yang "sakit" ternyata belum sembuh juga. Djadjang Nurdjaman  gagal total dalam debutnya sebagai pelatih Persebaya Surabaya. Di kandang sendiri, Persebaya tumbang dengan skor telak 0-2 dari tamunya PS Tira.

Kekalahan ini pantas diratapi oleh para Bonek karena selain dialami di kandang sendiri, kekalahan ini diderita dari tim yang notabene peringkatnya masih dibawah Persebaya di klasemen Liga 1.

Padahal sejak ditunjuk menjadi pelatih baru Persebaya menggantikan Alvredo Vera yang didepak, Djanur sudah sesumbar untuk membawa tim berjuluk Bajul Ijo itu untuk bersaing di papan atas Liga 1 Indonesia. "Target saya membawa Persebaya ke papan atas. Materi pemain Persebaya sangat bagus, dan punya potensi besar di kompetisi musim ini" ujar Djanur.

Apakah Persebaya akan semakin buruk di tangan Djanur? Rasanya terlalu prematur menilai demikian, karena Djanur baru memulai debutnya. Namun, akan cukup fair jika mengibaratkan Djanur sebagai seorang dokter, maka obat Djanur bagi sakit yang diderita Persebaya belum terlihat manjur.

Formasi 4-3-3 yang Masih Belum Efektif

Mengapa demikian? Penampilan Persebaya di tangan Djanur hampir tak ada perubahan yang berarti jika dibandingkan wajah Bajul Ijo di tangah Alvredo Vera.  Djanur tetap memakai pola 4-3-3 yang gagal total di tangan Vera.

Djanur memasang David Da Silva sebagai target man ditemani oleh Osvaldo Haay dan Ferinando Pahabol. Untuk posisi Pahabol ini biasa diisi oleh Irfan Jaya. Irfan Jaya harus absen karena membela Timnas Indonesia kala menghadapi Mauritius.

Di tengah, trio Robertino, Misbachul Solikin dan Randi Saputra dipasang Djanur sejak awal pertandingan. Ketiga pemain  ini diharapkan menjadi penyeimbang saat bertahan maupun menyerang. Sedangkan di belakang, duet bek tengah Otavio Dutra dan O.K John ditemani oleh Ruben Sanadi dan Abdul Maulana.

Pola 4-3-3 Djanur ini dinilai lebih dapat dominan menguasai bola . Tetapi bukankah demikian juga dengan Persebaya di tangan Vera? Apakah gunanya jika menguasai bola lebih banyak namun gagal mencetak gol ke gawang lawan dan mencegah agar tidak kebobolan?

Memainkan formasi yang sama dengan yang dimainkan Vera dan mengharapkan hasil berbeda seharusnya membuat Djanur belajar dari perkataan ilmuwan Albert Einstein bahwa kita tidak dapat mengharapkan hasil berbeda dengan cara yang sama.

Dari kekalahan kemarin, saya rasa coach Djanur perlu berpikir untuk mengubah formasi dengan mencoba memainkan 4-4-2, ataupun 3-5-2.  Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena komposisi dan kualitas pemain yang ada di Persebaya tidak dapat mendukung penggunaan formasi  4-3-3 untuk memberikan hasil yang maksimal.

Apa maksudnya? Meski surplus penyerang sayap, tetapi kualitas gelandang Persebaya perlu dipertanyakan. Dalam 4-3-3, Persebaya butuh minimal dua gelandang jangkar yang mampu bertahan dan menyerang sama baiknya. 

Sebagai contoh, Persija memiliki Sandy Suthe dan Rohit Chand yang menyuplai Ramdani Lestaluhu yang lebih aktif menyerang.  Di Persebaya, gelandang seperti itu minim sekali.  Sebenarnya Persebaya memiliki Nelson Alom, namun Alom juga sering menderita cedera. 

Djanur berharap ketika memainkan M. Solikin, Robertino dan Rendy Irawan secara berbarengan mungkin dapat membuat tim dapat menguasai bola lebih lama, namun persoalannya adalah tugas gelandang bukan saja untuk menguasai bola tetapi piawai dalam menyerang dan juga bertahan.

Untuk membantu penyerangan, ketiga pemain tengah ini sudah cukup baik tetapi kemampuan bertahan mereka patut dipertanyakan. Gol pertama PS Tira yang dicetak oleh Aleks Rakic dapat dikatakan karena gelandang bertahan tidak mampu menutup pergerakan penyerang lawan sebelum masuk ke kotak penalti.

Solikin yang dipercaya menjadi gelandang bertahan terlihat berlomba dengan Robertino dan Rendy Irawan untuk dapat mengatur ritme pertandingan dan memberi assist bagi rekan-rekannya. Akibatnya konsentrasi untuk menjadi benteng terakhir sebelum lawan masuk ke kotak penalti sendiri juga terabaikan.

Perhatikan bagaimana Sandy Suthe (Persija) dan Dedi Kusnandar (Persib) memainkan tugas ini dengan sangat baik. Persebaya? Sampai sekarang harus diakui, tak ada pemain yang dapat melakukannya. Jika demikian, apa solusinya? Solusi jangka pendek yang dapat dipikirkan adalah mengganti formasi karena untuk membeli pemain baru maka Persebaya perlu menunggu lebih lama.

Djanur dapat memainkan 3-5-2 dengan memaksimalkan peran bek sayap mereka (Ruben Sanadi dan A.Maulana). Kekuatan wing back Persebaya yang rajin membantu serangan ditakuti oleh lini belakang lawan. Persoalannya ketiadaan gelandang bertahan mumpuni membuat lubang kosong yang ditinggalkan kerap dimanfaatkan tim lawan. Memainkan tiga bek tengah bisa menjadi solusi untuk hal tersebut.

Untuk formasi 3-5-2 ini, di lini depan, Djanur perlu memastikan second striker seperti Ricky Kayame atau Feri Pahabol dapat berperan di posisi ini dengan baik sekaligus mendukung David Da Silva sebagai target man.

Berikutnya, coach Djanur perlu berpikir untuk mencoba menggunakan formasi 4-4-2. Formasi ini dapat menjadi salah satu opsi karena formasi ini selain efektif untuk memberdayakan pemain sayap yang cukup banyak dalam diri Osvaldo Haay, Oktafianus, Ferry Pahabol dan Irfan Jaya, formasi ini juga dianggap seimbang dalam hal bertahan maupun menyerang dibandingkan dengan 4-3-3 yang menyisakan lubang yang dapat dimanfaatkan tim lawan.

Di formasi ini, Djanur juga tak perlu kuatir ketiga pemain tengah andalannya akan kehabisan stamina karena hanya perlu dua pemain tengah yang berdiri sejajar. Robertino dan M Solikin atau M Solikin dan Rendy Irawan. Jelas formasi ini terlihat agresif tetapi juga dipastikan akan lebih seimbang bagi Persebaya.

Kompetisi Liga 1 yang tersisa hanya 13 pertandingan lagi membuat  Djanur harus berani mengambil resiko untuk hasil yang lebih besar. Utak-atik formasi adalah obat yang dapat manjur namun tentu perlu keberanian untuk melakukannya. Namun jika Djanur masih terlalu berhati-hati dan memaksakan 4-3-3 dimainkan tanpa sokongan pemain yang tepat, kisah pendepakan bagi Djanur seperti yang dialami di PSMS rasanya cepat atau lambat akan terjadi lagi di Persebaya. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun