Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Wal dan Cerita dari Penjara Australia

6 September 2018   21:37 Diperbarui: 11 September 2018   06:44 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Wal lantas ditahan terlebih dahulu 3 bulan di Pulau Christmas dan 6 bulan di Darwin sebelum akhirnya dipindahkan ke rumah tahanan di Melbourne.

"Bagaimana dengan 2 orang pemuda yang bersama bapak?"

"Mereka dipulangkan lebih dahulu karena dianggap masih baby"

Lucu juga mendengar kata "Baby". Meski akhirnya saya mengerti maksud Pak Wal,  baby adalah masih muda atau dibawah umur. Cerita menjadi lebih menarik karena meski kelompok Pak Wal tidak membawa identitas apapun pihak negara Australia dapat mengetahui baby atau tidak adalah melalui alat rontgen tulang di pergelangan tangan.

"Saya tak bisa menipu bahwa saya masih baby, mereka sudah tahu melalui cara itu" kata Pak Wal sambil tertawa.

Di penjara Melbourne Pak Wal menceritakan segala sesuatunya dengan antusias. Bagi Pak Wal, penjara itu tidak seperti penjara tetapi seperti di kompleks perumahan yang segala sesuatunya telah tersedia.

"Ada tempat olahraga , tempat berbelanja dan tentu saja tempat untuk bekerja sesuai minat kita" kata Pak Wal.

"Saya bekerja di perusahaan Mebel yang mengekspor mebel hingga ke Eropa dengan gaji 30-an dollar perhari".

"Uangnya tak pernah dipotong, dan diharuskan harus dibawa ketika pulang ke Indonesia".

"Jadi berapa yang bapak bawa pulang ketika pulang ke Indonesia" tanya saya, yang sebenarnya mau becanda.

"Hanya sekitar 200 juta pak, karena banyak yang habis karena biaya telepon keluarga di sini" jawab Pak Wal dengan tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun