Penampilan Timnas Argentina di Piala Dunia 2018 itu ibarat roman Argentina, dan roman Argentina itu dikenal salah satunya melalui perjalanan Evita Peron. Raihlah keberhasilan namun dengan sentuhan pekat penderitaan. Â
Evita atau dikenal Eva sering berkeliling negeri Tango. Meski bukan politisi namun rakyat Argentina sangat menghormati dan menyukainya. Kharismanya mungkin melebihi sang suami, Juan Peron, Presiden Argentina periode 1946 sampai 1952.
Eva dicintai karena mampu "menjual" penderitaannya. Sejak lahir tidak pernah mengenal ayahnya karena lahir dari hubungan di luar nikah, hidup miskin dan akhirnya mencapai ketenaran. Eva mampu membuat perjalanan hidupnya itu menjadi inspirasi bagi rakyat Argentina pada saat itu, pidatonya sangat menyentuh perasaan kaum miskin dan kaum buruh.
Semuanya karena perjuangan berat dan kisah masa kecilnya yang penuh penderitaan. Eva yang mampu mencuri hati rakyat semakin dicintai ketika mengidap kanker serviks dan akhirnya harus meninggal di usia 33 tahun pada 26 Juli 1952. Â Lagu "Don't Cry For Me Argentina" mengalun, Argentina berkabung. Pemerintah dan rakyat Argentina sampai menghentikan aktivatis mereka berhari-hari untuk menghormati Eva.
Meski telah pergi, Evita Peron dikenal sebagai wanita yang paling berpengaruh dalam sejarah Argentina.
Argentina Vs Kroasia, Pertandingan Krusial
Roman Evita Peron dalam konteks penderitaan mencapai kesuksesan sudah selesai. Argentina ingin menari Tango dengan bergembira di Rusia, namun ternyata roman tersebut masih menyelimuti penampilan Timnas Argentina di Piala Dunia 2018.
Argentina ditahan imbang Islandia di pertandingan perdana Grup D, diwarnai gagal penalti Lionel Messi. Messi tertunduk seiring diamnya para pendukung mereka si stadion saat itu. Semangat yang sempat tumbuh dari gol Sergio Aguero, sekejap layu ketika sekelompok orang dengan nama berakhiran "Son" mampu membalas gol dan menutup gawang mereka dengan rapat.
Jumat dini hari nanti Argentina akan bertemu Kroasia dalam laga kedua mereka. Laga ini diprediksi akna menjadi laga yang tak mudah bagi La Albiceleste. La Albiceleste yang berarti putih dan biru langit dapat berubah menjadi mendung pekat menghitam apabila Argentina tak dapat meraih hasil maksimal di laga ini.
Pertandingan ini amatlah krusial. Hasil seri sekalipun akan membuat Argentina akan berada di ujung tanduk, apalagi jika Islandia Dan Nigeria dapat saling mengalahkan. Jika kalah, sama juga maka Argentina perlu berharap agar laga Nigeria dan Islandia tak berakhir dengan kemenangan salah satu tim.
Kroasia bukanlah tim sembarangan,tim asuhan Zlatko Dalic diisi oleh para pemain berkelas dunia. Seperti Luca Modric, Ivan Perisicic, Rakitic dan Mario Mandzukic. Kemenangan atas Nigeria 2-0 di laga awal membuat kepercayaan diri mereka tentu akan melonjak menghadapi laga ini.Â
Argentina Terbiasa Melewati Laga Krusial Seperti Ini
Jika harus berkaca pada penampilan Argentina baik di kualifikasi dan Piala Dunia 2014, maka pendukung Argentina sebenarnya tak perlu kuatir karena Argentina sebenarnya sudah terbiasa menghadapi perjalanan seperti ini.
Di kualifikasi, menghadapi laga wajib menang menghadapi Ekuador di laga terakhir, Argentina dibobol lebih dahulu oleh Ekuador di menit pertama. Argentina tak panik dan sabar menggedor pertahanan Ekuador. Akirnya lewat hattrick Lionel Messi, Argentina dapat membalikan kedudukan dan berhasil lolos langsung ke Rusia.Â
Mundur jauh ke belakang, di Piala Dunia 2014, perjalanan Argentina pun sebenarnya setali tiga uang. Diragukan juara sebelum Piala Dunia Brasil digelar, Argentina memang tampil tak istimewa sepanjang pertandingan awal.
Tergabung di grup lemah bersama Bosnia, Nigeria dan Iran., Argentina meski lolos, namun menuai banyak kritikan. Argentina hanya mampu menang tipis masing-masing menang 2-1 atas Bosnia Herzegovina, Iran dengan skor 1-0 dan Nigeria 3-2.
Di babak 16 besar, Argentina yang diasuh Alejandro Sabella , mendapat perlawanan sengit dari Swiss. meski akhirnya meraih kemenangan 1-0 dalam 120 menit. Di babak perempatfinal pun demikian, melawan favorit  Belgia, gol tunggal Gonzalo Higuain di menit ke-8 mampu membawa Tim Tango ke semi final.
Di semi final, Argentina bersyukur karena dewi Fortuna memihak mereka saat menang adu penalti 4-3 atas Belanda, setelah dalam 120 menit bermain 0-0. Meski akhirnya kalah atas Jerman di final, tetapi Argentina sekali lagi memang telah terbiasa tampil terseok-seok dan terlihat menderita.
Pendukung Argentina Sudah Lelah Menjalani "gaya" menderita Argentina
Pendukung Argentina sudah pasti akan lelah jika sekali lagi harus dimainkan emosinya pada saat Piala Dunia kali ini. Pendukung pasti berharap agar sekali-kali Argentina harus mengkhianati gaya Evita Peron, yang harus "menjual" penderitaan untuk sampai ke puncak.
Mengapa demikian? Karena Argentina memiliki "Messiah", tuhan dan juru selamat sepak bola mereka. Meski sebenarnya mereka harus ingat juga, bahwa tuhan juga sesekali mengijinkan penderitaan agar manusia belajar banyak hal. Namun tuhan tak pernah gagal, apalagi gagal penalti kan?
La Albiceleste memiliki deretan pemain bintang yang tahu menyerang dengan baik. Barisan striker mereka adalah barisan striker paling mahal dan tajam di turnamen ini, selain deret baris striker asal Brasil. Bermodal itu saja, tak ada alasan untuk menderita sejak awal, tak ada alasan untuk terseok-seok lagi.
Pelatih Argentina, Jorge Sampaoli harus mampu menemukan formula, agar Argentina dapat keluar dengan kepala tegak dari Stadion Nizhny Novgorod, Rusia karena permainan meyakinkan, dan bukan hanya karena keberuntungan. Keberuntungan memang diharapkan datang, tetapi akan memalukan jika terlalu sering dipanggil oleh tim sekelas Argentina.
Terlebih daripada itu, Sampaoli juga harus berdoa agar Lionel Messi dapat tampil lebih baik dari pertandingan pertama.  Selain berdoa, Sampaoli juga harus berpikir untuk menemukan caranya. Caranya persis sama seperti  apa yang dikatakan oleh mantan striker Argentina, Hernan Crespo.  Crespo berharap Sampaoli mampu mendorong rekan-rekan Messi mampu menolong Messi untuk sampai ke performa terbaiknya.
"Messi bukan Diego Maradona. Ia tak bisa menjuarai Piala Dunia sendirian. Hal ini yang harus dipahami dulu oleh orang Argentina, dan kemudian rekan-rekan setimnya. Ia memang fenomenal jika berada di kondisi yang tepat, seperti di Barcelona," ujar Crespo.
Pekerjaan Rumah yang belum terselesaikan Sampaoli adalah menciptakan penampilan ala Barcelona di Argentina. Â Angel Di Maria masih belum cakap menjadi seorang Iniesta dan Aguero atau Higuain juga belum menyamai penampilan Luis Suarez bagi Messi. Artinya jangan jadi Barcelona, jadilah diri sendiri.
Argentina sudah di depan laga krusial. Sederhananya, harapan penggemar Argentina adalah Sampaoli harus mampu membuat Messi Cs tampil lebih garang dari penampilan perdana mereka. Mereka harus lebih mematikan, lebih membunuh dan jangan membuat degup jantung pendukung terus berdetak kencang saat pertandingan maupun sesudah pertandingan. Argentina harus bisa lebih daripada itu, tidak selalu harus menderita, yang berarti kali ini melingkari dan mengingkari jalan yang dilalui oleh Evita Peron.
Laga yang pasti akan menarik dan jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H