Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jangan Lupa Diri, Brasil!

17 Juni 2018   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2018   16:30 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam film yang menceritakan tentang legenda Brasil, Edson Arantes do Nascimento berjudul Pele : Birth of a Legend ada hal menarik tentang bagaimana pemilihan dalam timnas Brasil saat itu hingga Pele muda berhasil membawa Brasil menjadi juara Piala Dunia 1958 di Swedia.

Hal itu berkaitan dengan isu perbedaan sosial dan ras yang cukup kencang pada saat itu terkhususnya pemilihan seorang pemain hingga akhirnya menjadi pemain timnas. Perlu perjuangan teramat berat dari seorang Pele untuk menjadi bintang negaranya. Pele bahkan adalah nama ejekan dari anak tuan rumah dimana ibunya bekerja sebagai seorang pembantu.

Pele tanpa sepatu ketika bermain dalam pertandingan antara distriknya, dan mengalami pergumulan kepercayaan diri yang teramat sulit saat harus bermain bersama pemain yang lebih ganteng, kaya dan populer. Pele akhirnya berhasil melewati semua itu dan membawa Brasil menuju kejayaan.

Film yang disutradarai Zimbalist bersaudara  ini dirilis pada Tahun 2016, meski sebenarnya pembuatannya telah dimulai sebelum Piala Dunia 2014 Brasil. Harapannya agar ketika film ini dikerjakan, Timnas Brasil mendapat suntikan motivasi dari de javu keberhasilan Pele dan dapat menjadi juara Piala Dunia di negeri sendiri.

Apakah Brasil, berhasil? Brasil tersingkir dengan cara yang memalukan. Di Stadion Mineirao, Belo Horizonte, tepatnya di babak semifinal Timnas Brasil dihajar Jerman 1-7 tepat di depan muka pendukung mereka sendiri. Peristiwa kekalahan yang disebut sebagai Mineirazo meniru kata Maracanazo, saat tragedi tim Samba dikalahkan Uruguay 1-2 di partai final Piala Dunia 1950 di Stadion Maracana, Rio De Janiero.

David Luiz menangis sesenggukan, matanya merah. Marcelo dan Fernandinho terdiam. Sedangkan Neymar hanya bisa menyaksikan ketika terbaring lemah di ruang perawatan karena cedera dan tak dapat tampil di pertandingan tersebut.

Apa yang salah dari Brasil? Brasil punya segalanya. Sebelum perhelatan Piala Dunia 2014, Neymar Cs diunggulkan di tempat teratas. Ini bukan saja dikarenakan kualitas skuad yang mumpuni di setiap lini Brasil tetapi juga dukungan dari pemain ke-12 yaitu suporter mereka sendiri.

Brasil saat tragedi 2014 I Gambar : nytimes
Brasil saat tragedi 2014 I Gambar : nytimes
"Saya hanya ingin menang" ujar gelandang tengah Brasil, Luis Gustavo mewakili rekan-rekannya. Percaya diri atau terlalu percaya diri?

Jika terlalu percaya diri maka menjadi lupa diri dan cenderung arogan. Tercipta perasaan superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap pongah, yakin bahwa merekalah yang terbaik.

Sikap pongah dengan kepercayaan diri berlebihan membuat  seseorang menjadi terlalu cepat puas dengan sesuatu yang ada. dan mengijinkan pengabaian terhadap hal-hal membangun yang dampaknya buruk bagi yang bersangkutan.

Brasil tampil sangat perkasa dari fase grup. Mereka menghajar Kamerun 4-1, Seri 0-0 melawan Meksiko dan Menghantam Kroasia 3-1. Dari 3 pertandingan tersebut, Neymar mencetak 4 gol. Luis Felipe Scolari yakin bahwa timnya minimal melaju ke final terlebih setelah lolos dari hadangan Chile di babak 16 besar.

Namun hal tak terduga terjadi. Sang superstar Neymar terhantam cedera serius saat berhadapan dengan Kolombia di perempat final dan harus mengakhiri kiprahnya di turnamen lebih awal. Scolari tak ada lagi penyerang depan berlabel bintang, setelah dengan percaya diri Scolari mencoret Ronaldinho, Robinho dan Kaka. Tersisa Fred, Bernard Jo dan Hulk yang namanya tak dikenal lagi sesudah Piala Dunia berakhir.

Tampil tanpa Neymar dan keyakinan berlebihan, Brasil takluk dari Jerman dengan skor telak, 1-7. Brasil menangis dan Jerman masih tak percaya diri bisa mengalahkan Brasil dengan rekor gol sebesar itu. Jerman akhirnya juara setelah mengalahkan Argentina di final Piala Dunia 2014.

Konklusi muncul seusai turnamen, Brasil terlalu percaya diri dan arogan.

***

Pengalaman menyakitkan itu, membuat Brasil seharusnya belajar bahwa nilai dan konteks film Pele yang mengajarkan kerja keras serta menjunjung bakat harus diperbaharui saat ini. Persoalan berhasil bukan sekedar bakat dan kerja keras, bukan juga persoalan ketimpangan soal kekayaan dan posisi sosial, sudah jauh berbeda.

Bakat dan ketrampilan dapat membuat seseorang menjadi sombong tetapi perlu ada karakter yang menjaganya yaitu kerendahan hati, tidak arogan dan percaya diri yang tetap dikontrol.

Skuad yang terpilih sekarang memiliki segalanya. Uang alias kekayaan, ketenaran dan juga bakat yang di atas rata-rata. Penyerang-penyerang sekelas seperti Neymar, Coutinho, Gabriel Jesus dan Coutinho bahkan berebut tempat di tim. Surplus.

Tetapi harus ingat bahwa itu bukan modal utama untuk menjadi juara, tetapi karakter untuk tetap rendah hati. Pelatih Brasil, Tite perlu bersyukur karena dalam tim ini masih ada saksi-saksi hidup dari tragedi 2014. Marcelo, Fernandinho, Neymar, Paulinho dan juga Thiago Silva.

Nama-nama ini diharapkan menjadi polisi moral bagi anak-anak muda Brasil lain agar jangan lupa diri, jika lupa, cepat atau lambat Brasil akan tamat.  Bermain dan bergembiralah Brasil tetapi tetap berikan rasa hormat pada tim lawan.

***

Malam ini waktu Indonesia, Brasil akan memulai laga mereka di Piala Dunia melawan Swiss di Rostov Arena.

Melihat performa Brasil yang luar biasa di kualifikasi dengan menjadi juara dengankemasan 41 gol dan hanya kebobolan 11 gol, Brasil jelas diunggulkan di atas kertas. Selecao diprediksi akan menang mudah atas Swiss.

Namun disinilah letak kedewasaan Brasil diujia. Lupa diri atau rendah hati. Swiss adalah kuda hitam yang memiliki rekor lumayan sepanjang uji coba. Anak asuh Vladimir Petkovic baru sekali kalah dari 17 laga terakhir di semua ajang, termasuk uji coba. Apapun bisa terjadi.

"Sudah waktunya bagi kami di Brasil untuk menjuarai Piala Dunia lagi," ungkap Ronaldo da Lima, legenda Brasil memprediksi laju Brasil kali ini.

Semua orang boleh bicara, tetapi sekali lagi Brasil harus ingat, pengabaian tentang hal-hal lain dengan meremehkan akan berakibat fatal. Jika mampu menjaga hal itu, Brasil akan melangkah  jauh.

Kita tunggu saja pertandingan tersebut dan jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun