Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Memilih Allegri, Mengubah Arsenal

11 Mei 2018   07:26 Diperbarui: 12 Mei 2018   21:00 2936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Allegri diisukan akan melatih Arsenal pasca Wenger I Gambar : Talksport

Massimiliano "Max" Allegri tampak sumringah, berulangkali dia memuji Juventus yang tampil hebat sesudah melibas AC Milan empat gol tanpa balas di final Coppa Italia. Musim ini Max memang kembali membuat Kuda Zebra mencapai hasil maksimal, minimal di tanah Italia.

Gelar ini menjadi gelar keempat berturut-turut Juve dt tangan Allegri dan siap menyambut gelar Scudetto mereka ketujuh tanpa henti dalam 7 tahun terakhir. Prestasi sekaligus rekor yang akan sulit terpatahkan.

Prestasi Allegri inilah yang membuat namanya menjadi kandidat terkuat pengganti Arsene Wenger di Arsenal. Allegri dianggap sudah berprestasi maximum di di Juve dan di sisi lain membutuhkan tantangan baru untuk menguji kemampuan berlatihnya. Arsenal dan Inggris memanggil dan Allegri terlihat menyukai tantangan ini.

Pertanyaan menariknya adalah jikalau Allegri melatih Arsenal: akan seperti apa tim itu di tangan Allegri?

Pertanyaan ini menjadi penting karena ada perbedaan antara gaya melatih Wenger dan Allegri baik di luar maupun di dalam lapangan. Di luar lapangan, Wenger terkenal sebagai pelatih yang hangat, menciptakan pertemanan yang kuat antar pemain pelatih bagai ayah dan anaknya. Pemain-pemain seperti Thierry Henry, Van Persie dan Fabregas sedari muda menjadi hebat dan lahir dari pola ini, dan mereka masih menganggap Wenger sebagai seorang ayah. 

Sebaliknya, Allegri agak dingin di luar lapangan, jarak antar pelatih dan pemain terlihat jelas. Allegri seperti tak segan untuk memberikan garis batas antar pelatih dan pemain ibarat bos dan anak buah. Allegri tidak peduli melahirkan pemain yang mengagumi kedekatan pribadi di luar lapangan dia hanya peduli dengan penampilan di dalam lapangan.

Di lapangan hijau, Arsene Wenger membuat anak asuhnya mampu bermain lepas. Wenger juga mampu mendorong The Gunners bermain menyerang. Di lapangan mereka tampil bagai para penari balet yang menari di lapangan dan akhirnya dengan belati di tangan mampu menusuk berkali-kali sang lawan dengan ganas.

Seharusnya hal itu sadis, tetapi di tangan pria tua yang dijuluki Professor ini, semua terlihat indah. Terkadang Arsenal juga tak mampu membunuh, tapi Wenger terkesan puas apabila mampu tetap bermain indah. Sayang kepuasan Wenger tak selamanya bersanding mesra dengan keinginan fans, mereka ingin Arsenal lebih "membunuh". Yang dimaksud tentu adalah prestasi. Dahaga fans membuat permainan indah terasa tawar dan terkadang pahit dirasa dan tak enak dilihat.

Allegri Juventus, lagi-lagi kebalikannya. Allegri membuat lemari trofi Juventus semakin penuh, terutama dari Seri A dan dengan prestasi dua kali menajdi finalis Liga Champions dalam 4 tahun kepelatihannya. Tetapi di lapangan, Allegri dianggap tak mampu menghadirkan keindahan. Pesaing mereka, Napoli dianggap bermain lebih indah dan menawan daripada pasukan Allegri, meskipun nihil gelar musim ini.

Sebagian fans Juventus tetap berteriak tanda ketidakpuasan, bukan pada prestasi tetapi pada penampilan di lapangan. Juventus menjadi sangat taktikal. Pemain tak perlu bermain indah, yang penting menang. Italia di tangan Allegri menjadi sangat pragmatis, tak enak dipandang mata tetapi tetap dekat dengan gelar. Fans ingin membenci tapi mereka tetap terkenyangkan. Ini Juventusnya Allegri.

Selanjutnya, apakah gaya Allegri ini akan akan cocok diterima oleh Arsenal?. Jawabannya, mau tidak mau iya dan harus. Liga Inggris semakin berkembang. Sepuluh hingga dua puluh tahun lalu, liga Inggris masih dalam euforia permainan indah anak-anak Theatre of Dreams, Manchester United. Tetapi sekarang permainan indah itu gampang terlupakan dibadingkan prestasi.

Pep Guardiola yang datang ke kompetisi ini dengan permainan indahnya musim lalu bahkan sempat diejek karena tak mampu membawa Manchester City bersaing dengan Antonio Conte di Chelsea yang monoton bermain dengan formasi 3-5-2.

Paradigma permainan indah di Inggris juga semakin bergeser  ketika MU sendiri memilih Jose Mourinho sebagai allenatore nya. Pragmatisme Mou membuat permainan MU tak pernah enak dinikmati di tangannya, tetapi MU mampu meraih beberapa hasil positif termasuk bersaing dengan City, dan tentunya lebih baik dari prestasi Arsenal di tangan Wenger.

Di sisi lain Emirates Stadium yang makin sepi membuktikan bahwa penggemar sudah kenyang atau tak menjadikan permainan indah bukan menjadi hal yang utama lagi di mata mereka. Mereka menginginkan gelar, mereka ingin prestasi dibandingkan permainan cantik. Disinilah Allegri diharapkan dapat mengisi ruang kosong tersebut, lemari trofi ingin diisi oleh gelar dan Allegri dianggap mampu melakukannya.

Dari kacamata ini, mau tidak mau kehadiran Allegri di Arsenal dianggap penting. Dari  strategi bermain Arsenal, Allegri dipercaya juga akan membuat Arsenal menjadi tim yang kuat dalam bertahan, sisi terlemah Arsenal saat ini. Mustafi, Koscielny dan Nacho Monreal diharapkan mendapat ilmu bertahan terbaik ala Allegri ala Italia bernama cattenacio.

Jika ini berhasil maka kekuatan Arsenal dengan lini depan solid dalam diri Aubameyang dan Lacazette menjadi seimbang dengan lini belakang yang semakin kuat. Arsenal akan lebih sedikit kebobolan, dan berharap dapat membobol gawang lawang. Cara pikir Italia Job sederhana yang mampu diaplikasikan oleh Antonio Conte di musim pertamanya di Chelsea dengan sempurna. Tinggal menunggu kiprah Allegri jika benar-benar didaulat Arsenal menjadi pelatih.

Artinya dari perspektif ini, Allegri memang dibutuhkan Arsenal jika ingin prestasi atau gelar. Namun di sisi lain, Arsenal harus menurunkan standar mereka jika menginginkan permainan indah dari polesan Allegri dengan harapan kado gelar.

Akhirnya dalam kondisi ini Arsenal harus siap berubah jika ingin memilih Allegri sebagai pelatih. Gaya permainan pasti berubah, dan tentu saja susunan trofi di lemari mereka juga dapat berubah dengan terisi lebih banyak di tangan Allegri. Semoga, ya semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun