Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jamie Carragher Meludah, Aristoteles dan Sebuah Amarah

13 Maret 2018   05:57 Diperbarui: 13 Maret 2018   06:12 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Manchestereveningnews.com

"Jamie, berhenti. Lihat dulu" ujar seorang pria dari dalam mobilnya ke mobil lain yang sedang melaju di samping mobilnya. Mobil hitam yang dimaksud itu terus melaju.

"Jamie!" sekali lagi pria itu memanggil. Kaca pintu di mobil sebelah itu masih tertutup penuh, memang sedang hujan."2-1. 2-1" ujar pria itu lagi , dan kaca mobil di sebelahnya mulai diturunkan.

"2-1, kawan" ujar pria itu sambil tertawa. Mobil itu ternyata kepunyaan legenda Liverpool sekaligus komentator Sky TV, Jamie Carragher. Seperti akan bicara sesuatu, tiba-tiba Jamie Carragher meludah ke dalam mobil dimana arah ejekan itu muncul.

"Dia meludah padaku" kali ini bukan suara pria, tetapi suara seorang anak kecil, anak kecil wanita seperti melapor pada ayahnya itu. " Oh...Jamie Carragher meludah pada anak perempuanku. Nice" ujar pria itu yang merekam kejadian itu dengan Handphone(HP)nya.

Carragher kedapatan meludah pada fans MU I Gambar : sky.com
Carragher kedapatan meludah pada fans MU I Gambar : sky.com
Kejadian ini langsung heboh. Tidak ada yang menyangka bahwa pertandingan yang sebenarnya sudah selesai di Old Trafford, yang berakhir dengan kemenangan 2-1, Manchester United (MU) atas Liverpool itu berlanjut di sebuah jalan di Inggris. Apalagi melibatkan seorang Jamie Carragher.

Beragam komentarpun langsung bermunculan dan mayoritas diantaranya menyesalkan apa yang dilakukan oleh Carragher.

"Saya telah melakukan banyak hal bodoh, dan kita semua mendapat banyak kritikan, tapi untuk melakukan itu? Pasti ia harus melihat kenyataan bahwa ada seorang gadis muda di dalam mobil. Ia sendiri juga punya anak! " ujar mantan pemain Manchester City, Joey Barton yang juga terkenal sering melakukan tindakan emosional di lapangan maupun di luar lapangan.

Jika Jamie merasa jengkel, ia seharusnya tetap menutup jendelanya, atau hanya mengatakan kepadanya untuk mengurus urusannya sendiri," tambah Barton.

Pihak Sky pun mau tidak mau ikut berkomentar akan tindakan komentatornya sejak tahun 2013 itu. "Sky menganggap hal ini sangat serius dan sangat mengutuk tindakan Jamie. Kami telah menjelaskan hal itu kepadanya secara langsung hari ini dan menangguhkan ia dari tugas-tugasnya." ujar juru bicara Sky.

Carragher pun lantas segera minta maaf, apalagi karirnya sebagai seoang pandit terancam. "Benar-benar di luar kontrol dan saya sudah meminta maaf pada keluarga mereka. Saya digiring  3 atau 4 kali di jalan tol sembari direkam olehnya dan saya kehilangan kendali. Memang tindakan saya tak dapat dimaafkan" tweet Carragher.

Penyesalan memang selalu datang terlambat, nasi sudah menjadi bubur. Sebagai komentator mantan pemain Liverpool berusia 40 tahun ini seharusnya bersikap netral dan tidak memihak. Apalagi dalam setiap penampilannya, di Sky, dia bertandem dengan Garry Neville, mantan pemain Manchester United. Seharusnya rivalitas, tensi dapat diselesaikan dan meang harusnya sudah selesai di studio Sky.

Sebagai manusia, mungkin Carragher waktu itu sedang lelah dan capek, dan tentu saja tindakan pria yang ditengarai sebagai fans MU itu juga sudah berlebihan, tetapi meludah ke dalam mobil dengan anak kecil di dalamnya, adalah tindakan yang tak terpuji.

Tindakan Carragher ini, mengingatkan saya tentang apa yang pernah dikatakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles yang hidup pada 384 SM hingga 322 SM.

Aristoteles pernah mengatakan seperti ini.

"Siapapun bisa marah -- marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik -- bukanlah hal mudah."

Ungkapan ini muncul tentu berdasarkan segudang pengalaman-pengalaman Aristoles, ketika menjadi murid Plato, ataupun ketika menjagi guru dari seorang anak raja umur tiga belas tahun yang kemudian dalam sejarah terkenal dengan Alexander Agung.

Nicomachean Ethics Aristoteles I Gambar : Amazon
Nicomachean Ethics Aristoteles I Gambar : Amazon
Meski pada akhirnya hubungan antara Aristoles dan Alexander menjadi menjauh karena perbedaan dalam prinsipil cara kediktatoran Alexander ketika memimpin, dan ungkapan bernas ini dituliskan Aristoteles dalam kumpulan bukunya yang disebut 'Nicomachean Ethics' atau Ta Ethika dipersembahkan kepada anak lelaki Aristoteles, Nikomakus.

Di dalam filosofi kemarahannya ini, Aristoteles seperti ingin menegaskan bahwa sifat marah itu bisa membakar apa saja yang ada di sekitarnya, memporakporandakan seluruh tatanan yang sebelumnya rapi namun akan segera lenyap karena panasnya amarah.

Pada esensinya manusia bisa marah karena ada harga diri yang tersinggung. Bahan bakar amarah yang manusia sudah punyai itu akan terpercik, akan terusik ketika ego kita dipersoalkan. Ego Carragher baik sebagai legenda Liverpool ataupun sebagai pandit yang seharusnya dihormati terusik sehingga percikan api yang muncul dan meledaklah kemarahan yang kadangkala tidak terkendali.

Terlihat memang seperti yang dikatakan Joey Barton, ketika amarah itu timbul, ada unsur penting yang hilang yaitu rasionalitas. Bagaimana bisa Carragher meludah padahal disitu ada seorang anak perempuan kecil yang tidak berdosa? Bagaimana bisa Carragher meludah padahal dia sudah tahu bahwa dirinya sedang direkam melalui kamera?. Kemarahan memang membuat seseorang kehilangan akalnya.

Apakah setiap sifat marah itu salah? Yang jelas kemarahan yang tak terkendali ibarat sedang menunggang kuda liar, kita akan gampang terlempar. Namun amarah tidak selamanya buruk, jika dilihat dari situasi tertentu. Marah dalam konteks, membela, menegakkan dan mendidik keadilan ketika hak-hak kita dirampas oleh orang lain bisa dibenarkan.

Tetapi dengan satu catatan penting, yaitu harus dengan cara yang benar. Untuk dapat mencapai ke sana, tentunya diperlukan penguasaan diri yang baik terhadap kemarahan.

Bagi saya soal amarah soal sepak bola ini, meski sulit juga untuk mengendalikannya tapi sebenarnya "sederhana". Jika sedang nonton bareng, dan diolok-olok ketika tim kesayangan kalah, ya, langsung pulang dan memilih melanjutkan untuk menonton di rumah. Jika dinyinyir melalui medsos, diamkan saja atau blokir orang tersebut untuk sementara. Haha.

Namun masing-masing orang dan konteks situasinya juga berbeda, dan jika harus memutar waktu, ya,  Jamie Carragher akan memilih untuk tidak pernah menurunkan kaca mobilnya. Itu saja mungkin sudah cukup untuk mengendalikan amarahnya. Oh Amarah,  oh Amarah.

Salam

Referensi : 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun