Kemarin sore di sebuah Kafe, seorang teman bercerita tentang hal menarik, yaitu mengenai pembelian barang baru di kantornya. Di kantornya tersebut, ada penggantian atau penambahan beberapa penyejuk ruangan, Air Conditioner (AC) dan beberapa Televisi (TV).Â
"Pasang di ruangan ini saja,..eh jangan di ruangan itu saja. Rameee" cerita Adri mengenai respon seisi kantor.
Maklumlah , memang sudah sejak lama, mungkin sejak tahun 1980an itu, kantornya belum pernah mendapatkan penggantian dan penambahan AC maupun TV di kantornya.
Cerita Adri, di kantor yang sering mengurus surat-surat ijin di daerah kecil di kawasan timur Indonesia itu, TVnya  masih model lama, bukan LED sedangkan ACnya masih berbentuk kota bujur sangkar tidak sama dengan AC model sekarang yang persegi panjang.  Meski masih bisa mendinginkan ruangan.
"Setelah diskusi panjang lebar, dengan jumlah AC dan TV yang cukup banyak itu, maka alat-alat pembuat nyaman itu, mulai dipasang. Semua pegawai (ASN) puas. Bahkan ada ruangan yang memiliki jumlah ACnya sampai dua terpasang"
"Dingin seperti di kutub" cerita Adri sambil tertawa, entahlah apa maksud dari ketawanya tersebut.
"Ruanganmu?" tanya saya. "40an  Inchi, kayak di bioskop,  TV besar itu menggantikan TV 14 inchi reot berbentuk tabung"  balas Adri.
"Lalu dipindahkan kemana?" tanya saya lagi. "Lobi" jawab Adri, pendek.
Saya lantas mengingat tentang fungsi lobi. Setahu saya, di dalam ilmu arsitek, lobi itu ruang tunggu, dan juga tempat pertama yang didatangi tamu sebelum masuk ke dalam ruangan kantor yang lain.
"Kok, bisa dipindahin ke lobi?" tanya saya lagi.Â
"Lobi itu, tempat untuk menaruh barang bekas yang masih berfungsi dari ruangan lain ke situ. Kursinya, meski kursi sofa, tapi sponsnya, sudah tidak elastis lagi. Warnanya juga sudah buram. Pas dengan TV 14 inchi reot itu" cerita Adri.