"Wah bukankah semuanya dimulai dari meja rapat dulu?" tanyaku dalam hati. Ah, sudahlah, kenyataannya memang ada yang demikian.
"Lalu, gimana solusinya?" tanya saya. "Perhatikan lagi gayanya, jika dia terkesan seperti itu, coba pikirkan untuk memberikan masukan lewat tulisan bukan lisan," ajar Thomas.
"Wah, menarik, belum pernah dicoba," balas saya antusias. Thomas lalu menceritakan bahwa dia memang pernah menghadapi pimpinan seperti itu, dan cara memberikan resume usulan berdampak baik terhadap perubahan di kantor sekaligus menjaga hubungan relasi pimpinan dan bawahan tetap sehat.
"Ok..bang..makasih," jawab saya.
Bagi saya diskusi dan belajar tentang skill berkomunikasi dengan pimpinan ini teramat penting dalam kerangka perubahan di kantor. Ide-ide cemerlang untuk perubahan cara kerja dan usulan metode baru yang lebih efektif dan efisien sering terhambat karena kelemahan dalam berkomunikasi dengan pimpinan.
Malam ini, saya sudah selesai membuat resume tulisan poin-poin rapat meskipun ulangan dari apa yang saya sampaikan tadi pagi. Apalagi tadi pagi tidak ada yang membuat notulen rapat. Rencananya besok atau lusa akan saya berikan kepada pimpinan.
Sistem kerja di kantor berlabel pemerintah dengan orang-orang yang tidak mau berubah atau status quo seringkali menjadi penghambat dari gairah keinginan kita untuk melakukan sesuatu, meski itu hanya perubahan kecil. Oleh karena itu, kita juga harus belajar ketrampilan berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu di dalam sebuah rapat, bukan memadamkan semangat untuk perubahan.Â
"Eh....pengalamanku, pimpinan seperti ibu bisa jadi pendendam. Kamu sudah minta maaf?" tanya Thomas sebelum mengakhiri obrolan kami. "Sudah," ujarku. "Bagus," jawabnya. Meski dalam hati, baru pertama kali saya meminta maaf di hadapan pimpinan. Tidak mudah.
Salam..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H