Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Yang Harus Dilakukan Ketika Ketinggalan Barang di Taksi "Online"

20 Februari 2018   10:20 Diperbarui: 20 Februari 2018   12:25 3032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taksi online I Sumber Illustrasi : Kompas.com

Cerita tentang ketinggalannya tas berisi laptop di taksi online sedikit banyak membuat sore kemarin menjadi sedikit berwarna. Bukan saya yang kehilangan tas, tetapi teman saya. Awalnya kami berombongan sehingga harus dipecah menjadi dua grup. Grup saya memakai taksi online yang berbeda dalam  perjalanan kami dari Serang ke Bandara Soekarno Hatta.

Taksi online kami akhirnya sampai di bandara dengan lebih dahulu. Sesudah menurunkan barang, grup kami menunggu grup yang lainnya di depan terminal 1B. Grup lain itu berjumlah 3 orang. Rita, Lan dan seorang teman lain.

"Mana pak Lan?" tanya saya kepada Rita yang  sedang mendorong trolly barang mereka. "Lagi berusaha mengejar taksi online. Tas laptopnya ketinggalan," jawab Rita yang ikut panik.

"Sudah telepon taksinya lagi?" tanya kami. "Handphonenya sudah tidak aktif," kata Rita. Wah.

Sesudah memosisikan trolly di tempat yang tepat. Rita mulai memencet handphone-nya. "Saya akan telepon call center-nya" ujarnya singkat. "Halo pak, saya ingin melaporkan tentang ketinggalan tas kami di taksi online bapak," kata Rita setelah tersambung dengan operator.

"Nama saya Rita, no.HP 081xxxxxxxxx". Email saya ........ Saya order atas nama....." sepertinya pembicaraan Rita bersinggungan tentang identitas penumpang.

Tak lama kemudian, Pak Lan akhirnya datang. Taksi online sepertinya sudah terlalu jauh untuk dikejar. HP dari Bu Rita lantas dialihkan ke Pak Lan.

"Saya taruh di depan pak. Tasnya berwarna hitam. Berisi Laptop. Ada data penting di dalamnya. Bermerek Lenovo., berturut-turut jawab Pak Lan ke sang operator. Sepertinya pertanyaan admin taksi online itu berkaitan soal identifikasi barang yang ketinggalan.

Sesudah itu Pak Lan menutup sambungan HP. "Akan ditindaklanjuti katanya," ujar Pak Lan.

"Ayo kita ke counter taksi online di depan terminal keberangkatan," ajak Pak Lan. Kami pun bersama-sama ke sana. Sampai ke sana, jawaban para petugas di sana standar saja,  kami hanya disarankan mengirim pesan ke pengemudi dan terus menghubungi nomer HPnya.

Dari antara kami, Rita yang paling optimistis tas laptop itu akan didapat kembali. Meski kemungkinannya belum akan kembali dalam waktu sejam dua jam sebelum mereka pulang ke Bengkulu.  "HP saya pernah dikirim kembali," cerita Rita.

Rita lantas bercerita HP-nya juga pernah ketinggalan di taksi online sekitar setahun yang lalu. Sesudah HPnya ketinggalan di taksi dia tanpa henti terus menelepon Call Center. "Saya diminta operator untuk menelepon lagi jika barangnya sudah sampai. Saya telepon terus, sekitar seminggu baru Hpnya tiba. Ah, yang penting sampai kan?" cerita Rita.

Kata Rita, prosedur taksi online sebenarnya sudah sangat jelas mengenai barang konsumen yang ketinggalan. Supir taksi online akan dihubungi oleh operator, lalu barang akan diminta dikirim meski nantinya biaya pengiriman akan diganti oleh sang konsumen sendiri. "34 ribu saya kasih 100 ribu," tambahnya.  

"Waktu itu, Hpnya tidak dimatikan, hanya dia (Supir) sudah terlalu jauh. Tidak terkejar dengan jadwal pesawat yang akan berangkat," cerita Rita.

"Jika dia macam-macam, akunnya akan disuspend, dan dia tidak akan bisa kerja lagi," cerita Rita, optimis bahwa barang Pak Lan akan kembali.

Karena pengalaman itulah, Rita dan Pak Lan memutuskan untuk tidak menunggu lebih lama. Check in dan "terpaksa" segera pulang ke daerah asal mereka.

Dalam kacamata saya, sebenarnya ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan bahwa peristiwa kehilangan ini juga bisa karena faktor kelalaian penumpang. Pertama, taksi online yang digunakan sebenarnya berbeda dengan yang ada di aplikasi. Namun karena buru-buru takut ketinggalan pesawat, Pak Lan Cs memberanikan untuk tetap naik ke Taksi tersebut. "Supirnya juga wajahnya beda," cerita Rita.

Saya juga pernah menggunakan taksi online yang plat nomernya berbeda dengan yang di-order. "Saya sudah lapor ke manajemen taksi online. Saya baru ganti mobil, tapi belum diubah di aplikasinya," argumen sang pengemudi waktu itu. Beruntung, saat itu Saya akhirnya sampai tujuan dengan selamat dan tidak ada masalah seperti barang yang ketinggalan.

Namun peristiwa ini, mengajarkan saya bahwa saya punya hak untuk menolak taksi online yang berbeda plat ini. Baiklah, jika semuanya aman, tidak masalah. Namun dengan menggunakan supir dan mobil berbeda, bisa saja gaya kerja supir "bodong" yang merasa tidak mempunyai tanggung jawab hukum secara tak langsung, bisa saja tak ugal-ugalan di jalan. Mobil yang digunakan bisa jadi juga adalah hasil kriminal, tak ada yang tahu.

Walaupun dasar kita adalah identitas di aplikasi yang sudah jelas, namun menggunakan mobil dan supir yang tidak diregistrasi sama, tentu akan membuat kita panik jikalau kejadian seperti ini kita alami.

Kedua, pembayaran taksi online dilakukan sebelum semua barang sudah diturunkan. Pak Lan saat itu lebih repot mengurus barang dari bagasi belakang daripada terlebih dahulu mengeluarkan tas laptopnya yang ditaruh di kursi depan.

Lalu menurut cerita mereka sang supir juga tidak turut membantu menurunkan barang dari bagasi. Setelah barang dirasa semuanya sudah turun, taksi online pun cepat beranjak pergi, apalagi biaya taksi sudah dibayar sebelumnya.

Ini menjadi pelajaran bahwa sebaiknya transaksi pembayaran sebaiknya dilakukan sesudah semua barang diturunkan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa barang-barang kita sudah lengkap semuanya.

Dari sisi taksi online pun sebaiknya terus membenahi diri. Pembenahan dari kualitas pelayanan dari supir pun seharusnya jadi perhatian. "Apakah jumlah bintang mempengaruhi insentif atau bonus anda pak?" tanya saya suatu kali pada seorang pengemudi taksi online lain. "Dahulu iya pak, namun sekarang sepertinya tidak terlau signifikan. Paling penting adalah jumlah order yang didapat pak," jawabnya lugas.

Itu berarti, jika semakin hari kualitas jarang diperhatikan dibandingkan kuantitas, maka sebagai konsumen kita harus lebih berhati-hati, karena konsumen akan sering dikorbankan oleh para supir yang mengejar kuantitas dan tingkah para supir nakal lainnya.

Dan sekali lagi kita harus mempertahankan sikap untuk tidak lalai meninggalkan barang kita di dalam taksi, serta selektif memilih  taksi dan pengemudinya, dan berani menolak jikalau pengemudi dan mobilnya tidak sama dengan yang diorder.

Pagi ini, saya mencoba mengirim pesan WA terhadap Pak Lan soal tas laptopnya. "Sudah dalam pengiriman," tulisnya dalam teks WA. "Syukurlah" balas saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun