Lukisan bertajuk La Belle Hollandaisekarya Picasso ini adalah lukisan telanjang seorang wanita dan bukan lukisan beraliran Kubisme, seperti yang saya pikirkan sebelumnya. "Memang, ini mungkin  bukan Picasso seperti biasanya, namun mungkin ini dilukis pada saat dia (Picasso) masih sangat muda, dan begitulah..." jelas Dianne yang berusaha menafsirkan lukisan ini, dan berusaha mafhum akan reaksi saya.
Sebenarnya reaksi saya bukan soal bagaimana Picasso menggores La Belle Hollandasie yang berarti "Wanita Belanda yang Cantik" ini. Namun, hanya bentuk dari berbedanya yang saya temui dengan prediksi saya sebelumnya. Â Selebihnya, Picasso tetaplah Picasso.
Picasso seperti ingin mengatakan bahwa perempuan adalah  makhluk yang tak pernah habis dijadikannya sebagai sumber inspirasi. Salah satunya, lukisan berjudul La Reve (Mimpi) yang terjual seharga 48 juta dollar,  diinspirasi dari Marie- Terese Welter, kekasihnya.
 Saya sebenarnya maklum juga akan pemahaman Dianne yang terbatas. Sebelum bertemu Dianne,  saya sempat bercengkerama sebentar dengan pemandu lain yang terlihat kurang fasih menjelaskan lukisan-lukisan di galeri ini. Jika ditelisik, alasannya beragam, bisa karena masih kurang lama bekerja di galeri ini, dan juga bukanlah orang yang menyukai seni itu sendiri.  Mereka lebih condong bekerja demi uang, tidak lebih. Tugas utama kebanyakan dari mereka hanyalah  menjaga tangan jahil pengunjung agar jangan merusak  dan jika berhasil maka itu sudah lebih dari cukup.
Cukup untuk mendapat uang membeli kebutuhan sehari-hari dan menjalani hidup, tanpa memiliki hasrat mengembangkan diri. Ah, kata tuan rumah saya di Ausie, hidup di Queensland semakin hari semakin sulit, khususnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.Â
Setelah beberapa waktu di depan "Wanita Belanda", saya dan Dianne akhirnya berpisah. Dianne sepertinya dihubungi melalui handy talkie yang selalu digenggamnya agar berpindah ke tempat lain. Mungkin, ada pengunjung lain yang terlihat mencurigakan atau bertingkah jahil, entahlah.
Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, sejam lagi galeri ini akan ditutup. Secara rutin, galeri seni ini menerima pengunjung sejak pukul 10 pagi hingga pukul 5 sore. Saya langsung mempercepat gerak ke tempat lain, sambil mencari tahu dan belajar  bagaimana galeri yang adalah milik pemerintah ini terus kreatif untuk mengajak pengunjung juga terlibat dalam pembuatan sebuah karya seni.
Ah, sudah waktunya pulang, belum semua terjelajah namun waktu dan juga lelahnya kaki membatasi kunjungan hari ini. Saya langsung menuju pintu keluar galeri, dan tanpa sengaja saya kembali bertemu Dianne. Sambil tersenyum, Dianne mengucapkan selamat jalan dan terima kasih telah berkunjung ke galeri ini. "Oh yaa...sudahkah anda melihat lukisan Jackaranda, itu lukisan yang juga sangat populer di galeri ini?" tanya Dianne buru-buru mengingatkan." Jackaranda?...Hmm..mungkin lain waktu" jawab saya, sambil berlalu pergi.
Dalam perjalanan pulang, saya terus bertanya-tanya tentang Jackaranda, sepertinya saya pernah mendengarnya. "Jackaranda?..., oh yaa". Saya langsung teringat kata ini, Jackaranda adalah nama bunga berwarna ungu di Brisbane. Keindahannya sangat dipuja-puji oleh Christina, nyonya di rumah keluarga Australia dimana saya menginap.