Tak sekali kaka Frids membaca mantra tersebut. Ketika memasuki kawasan danau Ranamese, kaka Frids melakukan hal yang sama. Ketika memasuki wilayah danau,  kaka Frids mengatakan sesuatu kepada saya. "Pak Arnold, kita lupa bawa rokok, sudah mulai gerimis" katanya. Memang gerimis waktu itu, namun apa hubungannya dengan rokok?" tanya saya dalam hati.  Meski masih terus bertanya-tanya, kuanggap ini sebagai gambaran penghormatan dari Kaka Frids terhadap  alam.
Buktinya, beberapa meter dari danau Ranamese , lopo-lopo (tempat berteduh) Â telah tersedia untuk para pengunjung, namun tak sedikit sampah plastik juga terlihat di sekitar lopo tersebut. Paradoks terlihat berjalan ketika alam yang begitu tentram di "sana" perlahan-lahan terancam terkontaminasi oleh perilaku tanpa rasa hormat.
Selain itu, bagi saya ancaman illegal logging tetap harus diwaspadai. Apakah mungkin hal itu dapat terjadi di kawasan yang terlindungi seperti ini? Â Menurut saya, di negeri ini tak ada yang tak mungkin, apalagi jika sudah bicara tentang uang. Kedangkalan pikiran seringkali mengorbankan keindahan alam seperti ini. Tanpa rasa hormat.
Saya tak perlu banyak lagi bertanya kepadanya, saya hanya perlu menyimak. Keindahan alam ini memang akan selalu terjaga dengan rasa hormat seperti yang dimiliki kaka Frids, meski bentuknya dapat saja berbeda. Pelajaran hari ini, keindahan alam bisa saja hanyalah sebuah kesementaraan, tetapi rasa hormat untuk sebuah keindahan akan terpapar setiap detik dalam detak semesta ini. Sesuatu yang tentu akan sangat berharga. Sampai jumpa Ranamese...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H