Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekeping Persembahan bagi Indonesia sebagai Instruktur Latihan Kerja

17 Agustus 2017   19:58 Diperbarui: 18 Agustus 2017   13:32 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melatih para penyandang Disabilitas (Dokumentasi Pribadi)

Insiden Bendera di Hotel Yamato, Surabaya, di bulan September 1945 mengingatkan kita akan keberanian seorang pemuda bernama Sidik yang rela ditebas pedang tentara Belanda demi berkibarnya bendera Indonesia. Bendera triwarna milik Belanda dirobek menjadi dwiwarna, menjadi bendera merah putih.

Resiko darah tertumpah dalam peristiwa bersejarah tersebut hanya sedikit dari berbagai peristiwa kepahlawanan yang menjadi simbol bahwa menjadi bagian dari bangsa tercinta bernama Indonesia ini, tuntutannya adalah kerelaan berkorban bahkan hingga saat ini. Di masa kini, kerelaan berkorban tersebut bisa direfleksikan dengan sebuah pertanyaan sederhana, "Sudah berbuat apa untuk Indonesia?".

Ketika saya berefleksi atas pertanyaan tersebut di usia Indonesia yang sudah mencapai 72 tahun ini, maka refleksi atas pertanyaan itu tidak langsung membuat saya melihat apa yang telah coba saya lakukan sekarang sebagai seorang instruktur latihan kerja tetapi juga terus mencoba mencari hikmah dari perjuangan para pahlawan yang berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Sebagai seorang Instruktur Latihan Kerja (ILK) yang bertugas mengajar dan melatih masyarakat di 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur saya tahu bahwa ini hanyalah sekeping kecil persembahan untuk Indonesia. Namun kepingan kecil berbuat itu akan terus saya perjuangkan ketika mengingat dua hikmah akan pengorbanan dari teladan para pahlawan seperti Agustinus Adisucipto dan I Gusti Ngurah Rai.

Hikmah pertama, berani berbuat untuk sebuah misi penting bagi bangsa. Agustinus Adisucipto mencontohkannya. Di masa Agresi Belanda I (1947), "Bapak Penerbang Indonesia" itu terbang ke India untuk mengambil bantuan obat-obatan bagi Indonesia. Saat hendak mendarat di Maguwo, Yogyakarta, pesawat sipil yang dikemudikannya ditembaki dua pesawat Belanda sehingga terempas ke tanah, terbakar, dan menewaskan Adisucipto serta beberapa penumpang.

Sebagai seorang Instruktur Latihan Kerja saya menyadari bahwa apa yang saya lakukan adalah bergiat untuk sebuah misi penting bagi bangsa ini. Provinsi NTT sebagai bagian dari Indonesia adalah provinsi yang terdiri dari banyak pulau, yang banyak darinya tentu tidak mudah dijangkau. Hal ini yang membuat banyak masyarakat NTT yang tidak menikmati pendidikan yang cukup termasuk memiliki ketrampilan kerja memadai sehingga dapat digunakan sebagai bekal untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Sebuah faktor yang membuat provinsi ini juga dilabeli miskin di negeri ini.

Melatih para penyandang Disabilitas (Dokumentasi Pribadi)
Melatih para penyandang Disabilitas (Dokumentasi Pribadi)
Dari fakta tersebut, selama lebih dari lima tahun saya mendatangi beberapa desa atau kampung yang terletak di pulau-pulau di NTT. Seperti Pulau Flores, Rote, Alor dan Sumba.  Saya melatih masyarakat selama satu bulan demi meningkatkan ketrampilan masyarakat di desa-desa yang beberapa diantaranya susah dijangkau. Sesuatu yang meski kecil saya anggap sebagai sebuah kebanggaan karena menjadi bagian dari berbuat sesuatu bagi bangsa ini.

Kedua, berani berbuat dengan menjadi penggerak masyarakat. I Gusti Ngurah Rai menjadi contohnya ketika menggerakkan pasukan Ciung Wanara di tahun 1946 untuk melawan Belanda di Desa Marga, Bali. Meski kalah dari segi jumlah dan persenjataan, ia memimpin pasukannya dan gugur bersama mereka dalam perang puputan---perang sampai titik darah penghabisan.

Sebagai Instruktur Latihan Kerja, saya sadaru bahwa tugas saya bukanlah hanya memberikan ketrampilan. Namun ketika tinggal bersama masyarakat di desa atau kampung kecil selama sebulan lebih, sebenarnya terbuka kesempatan untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat tersebut sekaligus mendorong mereka untuk bergerak, berinovasi untuk sesuatu yang lebih baik.

Melatih di Kabupaten Alor, Desa Motongbang (Dokumentasi Pribadi)
Melatih di Kabupaten Alor, Desa Motongbang (Dokumentasi Pribadi)
Seperti membuka wawasan mereka, memperlihatkan kesempatan-kesempatan yang akan terbuka lebar dengan ketrampilan yang dimiliki dengan membuka kelompok usaha maupun berusaha mandiri. Harapannya adalah orang yang saya latih akan mempengaruhi dan menjadi contoh bagi sebuah kegerakan positif di desanya. Sebagai seorang Instruktur, saya akan bahagia sekali ketika beberapa waktu kemudian, masyarakat yang saya latih menghubungi saya bahwa kehidupannya sudah membaik secara ekonomi dengan modal ketrampilan yang diberikan sebelumnya, bahkan sudah membentuk kelompok usaha.

Menjadi penggerak kelompok masyarakat di Ruteng, Pulau Flores (Dokumentasi Pribadi)
Menjadi penggerak kelompok masyarakat di Ruteng, Pulau Flores (Dokumentasi Pribadi)
Akhirnya, hikmah dari Agustinus Adisucipto dan I Gusti Ngurah Rai hanyalah sedikit dari sekian banyak teladan para pahlawan yang telah berbuat bagi bangsa ini bahkan dengan darah yang tertumpah. Saya yakin,  Indonesia akan membutuhkan tumbuhnya anak-anak bangsa seperti mereka hingga masa kini. Dengan tindakan nyata itulah tanah air tercinta ini dapat dibangun secara merata dan harkat martabat bangsa dapat ditinggikan. Tindakan yang membutuhkan kerelaan untuk berkorban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun