‘Kegilaan” Gonzales dimulai di menit ke-29. Menerima umpan dari Felipe Bertoldo, sambal menjatuhkan diri, Gonzales menceploskan bola ke gawang M. Ridwan. Gol pertama yang bersarang di gawan Semen Padang sepanjang turnamen Piala Presiden.
Gonzales semakin menjadi-jadi. Bukan seperti biasa dimana Esteban Vizcarra atau Syaiful Indra Cahya yang mengambil tendangan bebas sedikit di luar kotak pinalti, tetapi El Loco. Tendangan menyusur tanah itu mulus masuk ke sisi kanan gawang M.Ridwan. Skor 2-2 di menit ke-31.
Keajaiban berbau keberuntungan kembali terjadi di menit ke-66. M Ridwan yang biasanya tangguh di bawah mistar gawangnya meninju bola yang mengarah ke kepala Gonzales, lalu memantul masuk ke gawang. Arema sudah unggul 3-2. Arema butuh 1 gol lagi. Tetapi pemain kedua tim seperti sudah kelelahan bertarung dalam tempo tinggi. Namun sekali lagi, kelelahan itu tidak ada dalam kamus Gonzales. Gila.
Saat pertarungan akan selesai di skor 3-2, yang artinya Semen Padang akan unggul karena agresivitas, El Loco menambah 2 gol dalam selang satu menit di menit ke-89 dan 90. Quin-tricck atau 5 gol berhasil dicetak Gonzales untuk menutup malam “penuh keajaiban” itu. Arema berhasil melaju ke final secara dramatis dengan kemenangan agregat 5-3.
Keajaiban itu hanya ada di luar zona nyaman yang kita sebut sebagai zona berbahaya (a danger zone). Zona berbahaya ini seringkali juga dinamakan sebagai zona kepanikan (panic zone). Tetapi untuk menghindari kepanikan, para penjelajah kehidupan telah menunjukkan adanya zona antara, yaitu zona belajar (learning zone atau challenge zone).
Di usia 40 tahun, Gonzales terus menunjukkan bahwa dirinya masih berada dalam zona yang membuat dirinya terus menjadi pembelajar dan senang akan tantangan. Di saat pesepak bola seusianya sudah berhenti terlibat aktif di lapangan hijau karena kalah bersaing, Gonzales terus dipercayai menjadi starter dalam setiap permainan Arema karena kontribusinya.
“Saya sering jadi umpan dan menarik lawan untuk menjaga saya, jadi teman lain bisa cetak gol. Di tim saya tetap berkontribusi, walaupun bukan gol. Itu sebabnya saya dipasang terus sejak awal”ujar Gonzales.
Gonzales bukan meraih ini semua secara instan. Gonzales terus belajar sepanjang masa melewati ujian demi ujian. Pada saat masih bermain di Uruguay, Gonzales berposisi sebagai gelandang serang. Namun, produktivitasnya dinilai kurang baik sehingga harus rela “dibuang” hingga berpindah benua dengan bermain di Indonesia.
Di Indonesia, Gonzales selain harus beradaptasi di lingkungan yang benar-benar berbeda, Gonzales juga harus beradaptasi dengan posisi barunya sebagai penyerang, bukan gelandang serang lagi. Jelas itu meletihkan, melewati proses kesalahan dan kegagalan, menemui jalan buntu dan aneka krisis.
Jalan-jalan “gelap” itu menuntun Gonzales ke kejayaan. Gonzales telah meraih 4 kali gelar pencetak gol terbanyak di Liga Indonesia sekaligus menjadi salah satu penyerang yang paling mematikan dalam kompetisi di Indonesia dengan torehan 173 golnya. Gonzales mau belajar dan terus belajar.
Pakar Adversity Quotient, Paul Stoltz mengkategorikan orang-orang seperti Gonzales adalah golongan orang yang menyukai tantangan baru. Gonzales bukan tergolong a quitter(orang yang mudah menyerah) dan a camper(orang yang suka tetap di tempat) tetapi tipe climber(pendaki gunung).