Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Optimisme Akan Terbentuknya Pengadilan Arbitrase Independen PSSI

11 Februari 2017   14:46 Diperbarui: 11 Februari 2017   16:07 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FIFA, PSSI, FIFPro menyepakati pembentukan Pengadilan Arbitrase Independen PSSI (sbr gbr : Bola)

Kucuran dana sebesar 40.000 dollar AS (sekitar Rp.532 Juta) dari Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) untuk PSSI agar segera membentuk pengadilan arbitrase independen menjadi angin segar bagi persepakbolaan nasional Indonesia.

Walaupun begitu, berbagai pertanyaan serta merta menyeruak. Mengapa Indonesia (PSSI) menjadi salah satu dari “hanya” 3 negara di dunia (Malaysia dan Kosta Rika menjadi 2 negara lainnya) yang didorong untuk membentuk pengadilan arbitrase independen ini?

Mengapa di Indonesia?

Mengapa Indonesia? Pengadilan yang dalam “bahasa” FIFA disebut sebagai National Dispute Resolution Chamber (NDRC) ini berperan penting dalam menangani sengketa yang membelit klub dan pemain. Karena itu, dugaan kenapa proyek ini dibuat di Indonesia karena banyaknya sengketa antara pemain dan klub di pesepakbolaan Indonesia.

Walaupun dugaan ini ditampik oleh sang pendonor FIFA sendiri yang menyatakan bahwa alasan sebenarnya adalah karena PSSI dianggap memiliki keinginan yang kuat untuk bekerjasama, namun tak dapat dipungkiri persoalan sengketa antara pemain dan klub memang menjadi salah satu masalah yang menjadi benalu dalam tubuh PSSI dan sulit ditangani.

NDRC yang direncanakan segera berjalan di tahun 2018 ini, indepedensinya diharapkan seperti KPK dalam menjalankan tugas-tugasnya. Ada 3 tugas dari lembaga ini, mulai dari menyelesaikan sengketa terkait kontrak pemain di klub, kompensasi antar klub ketika mengikat pemain dari amatir menjadi professional, serta kompensasi solidaritas yang berkaitan dengan mekanisme penghargaan antar klub1.

Faktanya, memang PSSI sering kesulitan untuk membuat keterpaduan antara pemain dan klub menjadi satu unit yang kuat terutama di dalam urusan perjanjian kontrak. Berbagai persoalan itu menjadi semakin runyam ketika PSSI tidak sanggup menjadi mediator yang ampuh, dan akhirnya FIFA menjadi kerepotan mendapatkan laporan tebal persoalan sengketa antara pemain dan klub di Indonesia.

Contohnya, pada awal tahun 2014 terjadi gelombang besar pemain asing melapor ke FIFA, lantaran gaji pemain tidak dibayarkan atau ditunda oleh klub dalam jangka waktu yang lama. PSSI yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan ini melalui departemen legalnya terpaksa harus mentok di tahap mediasi. 

Penyebab utamanya adalah ketika telah masuk ke dalam pengurusan masalah pemain, perwakilan klub dan pemain tidak menemui kesepakatan, apalagi asosiasi pemain baru diakui PSSI pada tahun 2013.2 Catatan, keberadaan asosiasi pemain yang diakui PSSI menjadi salah satu syarat dalam proses penyelesaian sengketa di NDRC.

Ketika kesepakatan tidak ditemui dalam berbagai cara maka pengadilan arbitrase (NDRC) menjadi solusi, namun sayangnya belum terbentuk di Indonesia pada waktu itu.

NDRC yang keanggotaanya terdiri dari perwakilan klub, perwakilan pemain dari Asosiasi Pemain Sepak Bola Seluruh Indonesia (APPI) dan dari kalangan bidang hukum  diharapkan menjadi solusi yang efektif dalam penyelesaian masalah sengketa antara pemain dan klub.

Sengketa Pemain dan Klub Membuat Sepakbola Indonesia Tidak Berkembang

"Semangatnya adalah bagaimana membangun pemain dan klub sebagai satu unit, demi mengembangkan sepak bola Indonesia," tutur Joko Driyono, Wakil Ketua PSSI setelah selesai bertemu dengan wakil FIFA, Federasi Pesepak Bola Profesional Internsional (FIFpro) dan Asosiasi Klub Eropa (ECA) di Jakarta.3

Benar bahwa semangat untuk mengembangkan sepak bola Indonesia harus menjadi pandu utama dari terbentuknya NDRC.

Persoalan sengketa antar klub dan pemain seperti penyakit akut yang susah lepas dari persepakbolaan nasional. Bahkan, pemain yang dikatakan professional sekalipun harus rela bermain tarkam hingga menjadi pengamen di jalanan karena bayaran gaji yang tak terbayarkan oleh klub, dan yang paling parah ada pemain asing yang harus tutup usia dengan terbelit tunggakan gaji saat berkiprah di Indonesia.4

Pemain harus “dipaksa” maklum akan kondisi tersebut. Alasannya, karena penyelesaian masalah sengketa pemain dengan klub tidak dapat diselesaikan di pengadilan umum ataupun pengadilan hukum industrial karena adanya prinsip lex specialis dalam yuridiksi sepak bola.

Persoalan sengketa pemain dan klub undang-undangnya diatur tersendiri dengan penyelesaiannya berujung di pengadilan arbitrase (NDRC). Sayangnya belum terbentuk di Indonesia.

Mungkin karena itu pula, daya tarik sepak bola Indonesia hanya menarik bagi pesepak bola yang sudah “habis” atau yang skillnya menengah ke bawah. Pemain yang berkualitas menjadi “takut” bermain di Indonesia karena berpikir bahwa hak-haknya sebagai pemain tidak dapat dilindungi apabila terlibat sengketa. Sulit untuk berharap kualitas sepakbola kita dapat berkembang dengan baik dengan kondisi seperti itu .

NDRC mendorong Tata Kelola Sepak Bola yang Semakin Baik

Bersyukur FIFA merespon ini dengan cepat. NDRC adalah salah satu langkah konkrit yang diinisiasi FIFA berdasarkan tugas-tugas yang diberikannya kepada PSSI sesudah penarikan sanksi kepada PSSI pada Mei 2016. Malahan, penyelesaian masalah sengketa pemain menjadi poin nomor satu dalam “5 perintah” FIFA kepada PSSI itu.5

Optimisme pun patut diapungkan karena PSSI yang baru berganti kepengurusan pun menjanjikan tata kelola yang semakin baik. Terjalinnya kesepakatan untuk membentuk NDRC dipercaya akan menjadi efek domino untuk hal positif lainnya. Seperti mereview kembali keberadaan asosiasi pemain sekaligus membuat standar kontrak pemain yang semakin baik dan juga adil.

Namun, ada yang harus terus dikawal dalam pelaksanaannya. Bukan saja mengenai penggunaan uang “bantuan” yang tidak sedikit itu, tetapi kewajiban mengawal proses pemilihan pengurus NDRC harus diperhatikan dan dievaluasi dengan baik.

Kita berharap agar orang-orang yang terpilih dalam lembaga ini adalah orang-orang yang bersih, benar-benar independen dan memiliki jiwa yang tulus dalam memajukan sepak bola Indonesia. Jauhkan dari orang-orang berjiwa mafia dan mencari keuntungan semata!

Mari kita menunggu pembentukan dan gebrakan NDRC untuk kualitas sepak bola yang semakin baik. Maju terus sepak bola Indonesia!

Catatan

FIFA Beri Dana Rp 532 Juta untuk PSSI

2Departemen Legal PSSI Solusi Sengketa Pemain Klub

3PSSI Segera Miliki Pengadilan Arbitrase Independen

Wafat dengan Tunggakan Gaji

5Sanksi Indonesia Dicabut Ini Lima Tugas PSSI dari FIFA

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun