Istirahat siang saya hari ini ditemani acara dialog menarik di salah satu stasiun televisi dengan tajuk “Solusi Mengatasi Harga Mahal di Pegunungan Tengah Papua”. Topik ini menjadi menarik bagi saya karena sebagai orang yang juga tinggal di bagian Indonesia Timur (NTT), persoalan yang sama juga saya temui di beberapa tempat.
Saya semakin 'takjub' ketika mendegar pemaparan harga beberapa kebutuhan pokok di Kabupaten Puncak, Papua. “Bensin itu 50 ribu per liter, 1 botol air mineral 25 ribu, Garam 1 bungkus 10 ribu,” ujar William Wandik, Bupati Kabupaten Puncak.
Dengan kondisi tersebut hal prioritas yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah program Tol Udara. “Dengan kondisi geografis yang sulit, maka tol udara adalah hal yang terbaik yang dapat dilakukan oleh pemerintah,” tambah Bambang Purwoko (Ketua Gugus Tugas Papua UGM).
Tol udara yang dimaksudkan ialah mengusahakan semakin banyaknya layanan transportasi udara di daerah tersebut. Kawasan Puncak Papua ini memiliki bandara bernama Bandara Ilaga tetapi hanya memiliki runway yang pendek. Dengan runway yang tidak panjang, maka daya tampung kapasitas pesawat yang beroperasi pun kecil yaitu hanya mampu memuat muatan 1 ton dengan biaya operasional mencapai 35 Juta. “Maka jangan heran jika harga semen 1 sak mencapai 2,7 Juta,” kata William miris.
Keadaan ini menjadi bertambah menyedihkan karena lambat laun menjadi 'parasit' bagi pembangunan daerah di Kabupaten Puncak. “Biaya pembangunan menjadi mahal” tambah Darwin Tobing, Kepala Bapeda Kabupaten Puncak yang turut hadir saat itu.
Wiliam terlihat bersemangat ketika menceritakan bagaimana keadaan menjadi berubah drastis ketika Presiden Jokowi mengunjungi daerah pegunungan tengah. Presiden Jokowi bahkan mengusahakan agar Pertamina dapat menetralkan harga BBM di kawasan Puncak.
“Dari harga 50 ribu, untuk pertama kalinya Bensin menjadi 6500 rupiah per liter. Seperti mimpi. Banyak masyarakat yang tidak percaya,” cerita William sambil tersenyum mengenai pom bensin di Kabupaten Puncak.
Inspirasi dari presiden yang mendapat apresiasi dari masyarakat pegunungan tengah mendorong Pemda setempat untuk melakukan langkah yang lebih strategis dan terkesan berani. Pemda akhirnya 'memberanikan diri' untuk membeli pesawat untuk men-supply kebutuhan pokok masyarakat.
Pesawat berjenis DHC-4T Turbo Caribou yang sudah tiba di di Bandara Ilaga sejak 15 September ini berkapasitas lebih besar yaitu 4 ton tetapi dengan biaya operasional yang dapat ditekan hingga sama dengan pesawat dengan kapasitas yang kecil.
Solusi Jangka Panjang
Wiliam, Bambang dan Darwin sepakat bahwa kehadiran pesawat ini merupakan bagian dari solusi jangka pendek. Mereka sadar betul bahwa tidak mungkin Pemda akan terus menggantungkan harapan kepada Pesawat yang jelas memiliki biaya operasi dan pemeliharaan yang mahal ini.
Harapan akan adanya akses jalan yang memadai dari gunung hingga pantai telah direncanakan dan diharapkan akan segera dapat dikerjakan. Walaupun biaya Lapen (jalan baru) setiap 1 Km mencapai 5 milliar rupiah, tetapi Pemda akan terus bergerak maju dan lagi-lagi berani untuk mengusahakan tersedianya akses jalan ini.