Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pedagang Disabilitas, Harus Dihargai atau Dikasihani?

19 September 2016   10:46 Diperbarui: 19 September 2016   13:02 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Difabel butuh perlakuan yang sama

Perlakuan kita yang cenderung untuk menghargai daripada mengasihani mereka serta merta akan mendukung dan juga sesuai dengan UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

UU No 4 Tahun 1997 itu menegaskan bahwa Penyandang cacat berhak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak dan mendapat perlakuan yang sama dan tanpa diskriminasi

Pemerintah sudah menunjukkan wujud nyata dukungannya dengan melakukan pelatihan ketrampilan para penyandang cacat untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitas penyandang disabilitas.

Peraturan perundangan memang mengatur bahwa diantara 100 orang pekerja minimal ada satu pekerja difabel. Namun Difabel diharuskan bekerja disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

Walaupun butuh waktu, tetapi beberapa teman difabel sudah menunjukkan kerja keras mereka dengan performa yang baik dan tak kalah ketika diberikan kesempatan untuk bekerja. 

Sebagai contoh, seorang teman tuna daksa bernama Yuan yang bekerja di sebuah Bank malahan dipuji pimpinannya karena produktivitasnya yang tinggi. 

“Yuan menunjukkan bahwa penerimaan dirinya bukan karena peraturan perundangan tetapi jelas karena kualitasnya. Perusahaan tidak merasa rugi merekrutnya,” begitu testimoni  pimpinan tempat Yuan bekerja.

Butuh waktu untuk edukasi terhadap masyarakat

Kisah Yuan adalah sedikit dari bagaimana difabel diperlakukan dengan adil dan sama. Tetapi masyarakat kita bahkan difabel sekalipun belum terlatih untuk memiliki pola pikir dan pola laku yang mendukung  undang-undang yang ada.

Terlihat bahwa masyarakat kita memang belum “sadar difabel”. Keluarga yang memiliki anak seorang difabel seringkali “mengasingkan” anaknya dari pergaulan sekitar. Terkadang keluarga merasa malu dan akhirnya menular kepada kondisi psikologis anak penyandang disabilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun