Martin juga menjelaskan bahwa waktu berkunjung ke Takpala adalah bulan Juli, dimana akan diadakan acara adat sebelum hasil kebun akan dimasukkan ke "rumah gudang". Sebutan untuk rumah tempat menyimpan hasil usaha atau hasil tanam menanam.
Pada waktu itu, akan diadakan acara adat dengan tarian ucapan syukur asal Alor yang bernama Lego-lego. Oh iya, jika kita berencana untuk datang dalam rombongan cukup banyak, kita bisa menghubungi Dinas Pariwisata Kab. Alot untuk menyiapkan acara adat yang menarik ini, tentu dengan biaya tertentu pula.
Bersama Wanita Abui yang ramah (dokpri)
Di lain sisi, wanita Abui selain membantu pria untuk berkebun juga menenun dan menghasilkan barang-barang kerajinan yang menarik dan indah untuk digunakan di acara adat maupun untuk dijual. Karena itu, di sudut-sudut rumah terlihat beberapa wanita yang membariskan hasil kerajinan mereka dan menunggu pembeli. Harganya bervariasi dari 20 ribu–400 ribu rupiah bagi aksesoris dan juga kain adat hasil tenunan beraneka warna.
Aksesoris Khas Takpala (dokpri)
Aksesoris yang dibuat sendiri oleh wanita Takpala (dokpri)
Akhirnya, cerita Martin sudah terasa penuh seiring hari yang mulai gelap. Ini bertanda sudah cukup waktu bertandang di kampung tradisional nan menarik ini. Akhirnya kami pun berpamitan untuk pulang. "Jangan lupa untuk kembali lagi" kata Martin. Tenang saja, kami akan pulang tetapi keramahan Desa Adat Takpala akan selalu membekas.
Sayonara Takpala, sampai jumpa lagi.
Ada yang tertarik mengunjungi desa ini?
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya