Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan di Balik Telapak Tangan Jokowi

29 Desember 2015   08:51 Diperbarui: 22 Juni 2017   12:45 3511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jokowi dan Kelembutan hatinya (sbrgbr:pither fb)"][/caption]

Akhirnya bisa berjabatan tangan untuk pertama kalinya dengan Jokowi di tengah perayaan natal di Kupang. “Cukup pak..” kata lembut salah seorang Paspampres. Padahal hitungan saya baru 3 detik saya memegang tangan beliau apalagi Jokowi juga sudah “memaksa” melepas tangannya juga. Hihihi..

Setahu saya, Ilmu menjabat tangan itu sederhana. Ada 2 hal yang harus diperhatikan dengan seksama. Pertama, tatapan mata. Tatapan mata harus saling melihat dimana hal itu untuk menunjukkan penerimaan dan persahabatan. Yang kedua, adalah kuatnya jabatan tangan kita. Semakin kuat menunjukkan antusiasme kita untuk menjalin persahabatan dan adanya penerimaan. Tentu tidak harus terlalu kuat sehingga akan menyakiti partner kita tersebut.Syukur-syukur partner wanita kalau pria, bisa adu jotos..hihihi

Hal itulah yang terekam di benak saya ketika akan menjabat tangan pak Presiden. Tentunya, bukan sebagai sahabat tetapi sebagai rakyat dan Presidennya, atau bahkan kalau mau dikatakan, antara pengagum dan orang yang dikagumi. “Pak…” panggil saya ketika Jokowi kelihatan akan berlalu dari kerumunan orang. Beruntungnya saya, Jokowi langsung membalikan badan dan wajahnya. Dan 1…2…3…saudara-saudara sebangsa setanah air..tangan kami saling menjabat…Sah !.Hihihi…

Untuk pertama kalinya saya berjabatan tangan dengan warga numero uno di bangsa kita. Mr.President of Indonesia….Horray.

Walaupun hanya sekitar 3 detik dan dengan level yang berbeda (Presiden dan blogger lho..), jikalau saya diperkenankan untuk menilai, Jokowi melakukan Ilmu berjabatan tangan dengan sempurna. Matanya memandang kepada saya dan jabatan tangannya termasuk kuat, tentu itu dibantu dengan jari kurus nan panjang punya beliau.(kalau punya saya, kurus nan pendek..hihihi). Artinya saya menerima dan mau bersahabat dengan beliau tetapi entahlah dengan beliau. Hehehe…Terimakasih banyak pak Presiden. Halelluya….

Menariknya lagi, saya bisa merasakan telapak tangan beliau dengan baik dan utuh (lebayy..). Jika dibandingkan dengan ukuran kekasaran telapak tangan saya yang boleh disebut Portugal (proporsi tukang gali) , maka tangan Jokowi sungguh amat lembut. Padahal Ayah saya pernah berkata ketika saya masih kecil “Ukurlah kerja kerasmu dengan halus lembut kasarnya telapak tanganmu, semakin kasar telapak tanganmu, semakin engkau bekerja keras”.

Jokowi mah jauh….lembut sekali. Kalau ada diantara pembaca yang tidak percaya lembutnya telapak tangan Jokowi, tanyakan saja pada ibu negara. Sayang pada momen ini saya tidak sempat berjabat tangan dengan ibu negara karena kalah teriakan dari ibu-ibu Kupang yang berteriak histeris ketika Ibu Iriana lewat dan membuat Ibu Iriana menduakan saya…huhhhh…(padahal saya mau membandingkan halusnya telapak tangan ibu Iriana dan suaminya lho…hihihi).

Bicara tentang halusnya telapak tangan yang “bisa” berarti kerja keras, maka kenyataan telapak tangan Jokowi yang halus justru berbeda sekali dengan slogan beliau “Ayo Kerja, Kerja Keras”.

Setelah merenung (lama lho). Akhirnya saya baru mengerti pesan teramat penting yang disampaikan dengan berbeda oleh kedua tokoh yang saya kagumi, Ayah saya dan Jokowi.

Di jaman ayah saya, banting tulang di kebun dan ladang adalah gambaran hati dari seorang ayah untuk anak-anaknya. Telapak tangan yang kasar adalah gambaran hati yang mau melayani keluarga sampai titik darah penghabisan, hati yang mau menangis jikalau keluarga sampai kelaparan, jikalau dapat terus bekerja keras untuk dapat juga berbagi dengan orang lain, begitulah kira-kira.

Di jaman Jokowi, zaman kita, zaman dimana dunia yang telah berlaku hukum rimba. Tentu saja berbeda jauh. Banyak orang yang bekerja keras dan menghasilkan uang hanya untuk dirinya sendiri, tetapi kehilangan hati, hati nurani. Semakin kaya bukannya semakin banyak memberi dan iba pada orang yang membutuhkan tetapi hatinya tertutup, telapak tangannya keras sekeras hatinya. Semakin tamak dan rakus.

Jokowi jelas berbeda. Di pesan natal beliau, beliau dengan ramah menyapa warga NTT dengan bahasa Kupang. “saya minta maaf jikalau salah mengucapkannya” begitu kata beliau. Bahkan ketika melafalkan kata Belu (nama salah satu kabupaten di NTT) dengan pelafalan yang salah dan ditertawakan, beliau mengatakan “saya kan sudah minta maaf”. Presiden mana yang bisa minta maaf dengan bersahabat seperti itu.

Untuk cerita diatas saya mungkin terlalu lebay menilai beliau. Tetapi perhatikan fakta yang sudah terjadi berikut ini, Jokowi sudah ke NTT untuk ketiga kali (beliau mengaku kunjungannya ke NTT termasuk paling banyak), Propinsi yang terkenal miskin entah dari kapan. Memberikan waktu untuk melihat proyek yang berkaitan dengan penyediaan air untuk Propinsi kering ini, hingga turun ke tempat yang sulit secara alam sekalipun. Dan kalau mesti jujur jujur (mesti kan?), Propinsi ini tidak ada emas seperti Papua. Bagi saya hanya orang yang punya hati yang mau bekerja untuk rakyat kecil di Propinsi ini. Hati nurani.

Hati yang menangis ketika melihat busung lapar terjadi dengan luar biasa di Propinsi ini seiring dengan kekeringan yang semakin merajalela.

Saya percaya jika 7 waduk/bendungan itu berhasil berdiri dengan megah masyarakat NTT akan semakin sejahtera. Begitu pesan beliau.

Akhirnya, saya ingin sedikit menceritakan tentang foto di atas. Foto diatas bukan foto saya tentunya. Saya melihatnya di Facebook. Foto ini diposting oleh Kompasioner Pither Lakapu. Foto ini diambil di Atambua. Gambarannya jelas, raut Wajah Jokowi terlihat sangat lelah di foto ini ketika sedang mengunjungi Atambua,NTT. Lalu datang Seorang kakek tua menghampiri dan menyalaminya. Seperti biasa Jokowi walaupun lelah, dengan ramah menyambut tangan si bapak tua.

Telapak tangan kakek tua itu jelas akan lebih kasar karena goresan tua di tangannya dibandingkan Jokowi, tangan kasar itu bertaut erat dengan hati Jokowi yang mau datang di tempat terpencil dan gubuk reotnya.

Dua perpaduan yang indah, “bekerja keras dengan hati”.

Paling akhir, terima kasih Jokowi sudah datang merayakan natal di Propinsi kecil bersama kami rakyat kecil…

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun