Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kebingungan Global dalam Transisi Energi

16 April 2024   23:18 Diperbarui: 17 April 2024   11:27 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peraga-3: Ambiguitas Transisi Energi - Our World in Data

Publikasi WEF (World Economic Forum) menunjukan kawasan perkotaan berkontribusi 70% terhadap emisi CO2. Secara agregat, luas kawasan perkotaan hanya sekitar 4% dari luas ruang dunia tetapi dihuni hampir 2/3 dari penduduk (proyeksi 2035). 

Sejalan dengan gelombang urbanisasi, kawasan perkotaan akan menjadi semakin padat dan ruang terbuka akan semakin berkurang yang berimplikasi pada serapan panas akan makin menurun dengan bertambahnya bangunan sehingga akan meningkatkan suhu pada kawasan perkotaan. 

Demikian juga mobilitas masyarakat yang terus meningkat dengan pola random atau acak akan meningkatkan entropi atau derajat keacakan yang berimplikasi pada peningkatan suhu (ingat Brownian Motion Phenomena).

Dengan gambaran sederhana di atas maka penanggulangannya harus diutamakan pada kawasan perkotaan yang terus bertambah bebannya sejalan dengan gelombang urbanisasi. Upaya dan partisipasi penduduk menjadi faktor kunci khususnya pada upaya yang berwawasan lingkungan seperti ruang terbuka dan mengutamakan agar proses serapan panas berlangsung dengan keberadaan vegetatif atau tumbuhan hijau. Tata kelola ruang pada kawasan perkotaan perlu secara disiplin memperhatikan aspek lingkungan sehingga dapat mereduksi dampak kenaikan suhu.

Langkah ke Depan

Penanggulangan masalah perubahan iklim dengan implikasi kenaikan suhu tidak dapat semata mengandalkan langkah pemerintah dengan berbagai jargon energi baru dan pengurangan karbon emisi. 

Sudah dijelaskan bahwa eliminasi energi fosil akan berdampak besar pada negara pengekspor yang selanjutnya berimplikasi pada penduduknya serta berdampak pada perdagangan global dengan implikasi depresi ekonomi (ingat saat Pandemi 2020 yang berdampak pada penurunan nilai perdaganan global hingga 10% yang berdampak pada depresi perekonomian global). Green energi merupakan barang yang tidak murah dan menghadirkannya dalam jumlah yang besar dan masif membutuhkan biaya dan dana yang besar; sementara secara global masalah fiskal menjadi tekanan pada hampir semua negara. 

Tidak mungkin menyusun rencana beserta tindakan penanggulangan dampak perubahan iklim dengan keterbatasan anggaran atau fiskal pemerintah sehingga inisiatif dan partisipasi publik selayaknya menjadi arus utama untuk penanggulangan. Tidak semata dengan retorika atau himbauan tetapi merupakan gerakan utama demi kemaslahatan bersama. Semoga!

***

Arnold Mamesah - 16 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun